Bisnis.com, MEDAN— Kasus tender pengadaan barang dan jasa masih menjadi fokus utama yang perlu diselesaikan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), khususnya di Sumatra Utara.
Sumatra Utara menjadi daerah dengan kasus persekongkolan tender terbanyak.
Komisioner KPPU Dinni Melanie mengatakan lebih dari 400 perkara yang ditangani KPPU sejak 2000, sebanyak 71 persen merupakan kasus tender. Menurutnya, penyumbang tertinggi kasus tersebut adalah daerah Sumatra Utara.
“Tiaga puluh persen dari 400 kasus itu merupakan kasus tender di Sumatra Utara,” ujar Diini, dikutip Jumat (19/7/2019).
Dinni menjelaskan perkara tender itu sebagaian besar merupakan proyek pemerintah. Untuk itu, KPPU terus melakukan sosialisasi dan menangani kasus tender tersebut secara serius untuk menekan kerugian yang lebih besar.
Adapun pada 2019, KPPU juga kembali akan mengajak Pemprov Sumatra Utara untuk bekerja menekan perkara tender. Kerja sama tersebut mengacu pada hasil KPPU bahwa perkara tender pengadaan barang dan jasa khususnya proyek pemerintah terbanyak ditemukan di Sumatra Utara.
Perkara tender tersebut mengidikasikan terdapat kesalahan di sisi panitia penyelenggara lelang dan pelaku usaha peserta lelang. KPPU mengimbau Gubernur Sumut Edy Rahmayadi untuk melakukan tindakan tegas terhadap kasus persekongkolan tender proyek pemerintah.
Guna mendorong penyelesaian kasus tersebut, KPPU melakukan pertemuan dengan para notaris untuk membentuk keseragaman pemahaman yang sama. Pasalnya, salah satu yang menjadi dasar hukum para pelaku usaha adalah akta yang diterbitkan para notaris.
“Banyak pelaku usaha yang melakukan persekongkolan menggunakan jasa notaris untuk melegalkan bisnis mereka. Jadi mereka pinjam meminjam perusahaan kemudian membuat kuasa direksi,” katanya.
Bahkan, terdapat perusahaan yang membentuk perusahaan cabang yang dikhususkan hanya untuk mengikuti tender tertentu. Kasus tersebut masih menjadi isu pelik lantaran banyak pelaku usaha yang melakukan hal tersebut.
Legalisasi para pelaku usaha itu dilakukan melalui akta notaris. Permasalahannya, lanjut Dinni, berbagai kasus ditemukan nomor akta yang saling berurutan, sehingga diduga pengurusan akta notaris tersebut berada di tangan oknum yang sama.
“Kami harus kroscek apakah benar mereka [notaris] melakukan legalisasi tersebut. Beberapa diduga orang yang tanda tangan palsu. Ini yang perlu kita pertanyakan, dan hal ini berkaitan erat dengan kode etik notaris,” lajutnya.
Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkumham Sumut Agustinus Pardede mengatakan dalam perkara persengkongkolan tender, KPPU saat ini memang tidak memiliki hak untuk memanggil notaris.
Agustinus mengatakan melalu pertemuan bersama ini diharapkan dapat menghasilkan buah pikiran baru, sehingga KPPU bisa bersinergi dengan kepolisian atau penegak hukum lainnya untuk bisa memanggil notaris.
“Kalau ada kasus persekongkolan tadi, saat ini memang tidak bisa [memanggil notaris], harus melalui bareskrim, kemudian bareskrim akan mengirimkan surat ke Majelis Kehormatan Notaris. Untuk saat ini saya juga belum menerima pengaduan kasus persekongkoln tender ini,” lanjutnya.