Bisnis.com, MEDAN--Kalangan eksportir tak mau menanggung biaya sertifikasi karena adanya pihak ketiga yang akan melakukan penentuan berat kotor peti kemas di Belawan International Container Terminal (BICT), Pelabuhan Belawan, Sumatra Utara.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Utara, Edy Irwansyah mengatakan penerapan berat kotor peti kemas terverifikasi (verified gross mass/VGM) dilakukan untuk memenuhi faktor keamanan dan keselamatan pada Safety of Live at Sea (SoLaS).
Namun, menurutnya, pada aturan terbaru yakni Permenhub No. 53/2018 tentang Kelaikan Kontainer dan Verifikasi Berat Kotor Peti Kemas menyebutkan pihak ketiga yang dilibatkan. Pelibatan pihak ketiga ini, dikhawatirkan menimbulkan biaya tambahan seperti yang telah diterapkan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Kendati penerapan ini membutuhkan kesepakatan antara asosiasi dengan pihak ketiga, pihaknya memilih untuk menolak sebelum akhirnya kebijakan ini berlaku.
Dari catatan Bisnis, telah ditetapkan biaya jasa penimbangan dan sertifikasi pada Februari 2018 dengan PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai pihak ketiga yang terlibat.
Di Jakarta International Container Terminal dan TPK Koja, pemberlakuan biaya dimulai sejak 1 Agustus 2016 dengan biaya jasa penimbangan di auto gate JICT-TPK Koja sebesar Rp50.000 perboks kontainer serta biaya sertifikasi VGM sebesar Rp75.000 perboks jika pemilik barang atau eksportir melakukan sertifikasi VGM-nya di terminal.
Baca Juga
"Apabila di kemudian hari ternyata akan timbul biaya yang selama ini tidak ada, maka kami akan menolak dengan tegas," ujarnya, Selasa (23/4/2019).
Menurutnya, pelaporan data VGM telah diterapkan sejak Pemerintah menerbitkan aturan pada 2016. Kendati demikian, mekanisme pelaporan dilakukan sebagai kewajiban shipper atau pengirim barang kepada agen pelayaran.
Selama ini, katanya, shipper menghitung sendiri berat kotor terverifikasi dan menyampaikan datanya sejak tujuh hari sebelum pengiriman dilakukan.
Adapun, pengukuran bisa dilakukan dengan dua metode. Pertama, berat kotor ditimbang dengan setelah proses pengemasan dan penyegelan peti kemas.
Kedua, berat kotor ditimbang dari setiap kemasan, termasuk bantalan pelindung kemasan ditambah berat rata dari peti kemas yang akan ditimbang.
Dia berujar faktor kepemilikan infrastruktur juga menjadi salah satu konsen asosiasi belum sepakat dengan rencana pelibatan pihak ketiga.
Edy pun khawatir bila pihak ketiga yang ditunjuk tak memiliki infrastruktur sendiri sehingga pada akhirnya hanya menggunakan fasilitas yang tersedia di pelabuhan.
"Eksportir telah menyampaikan data VGM sejak 1 Juli 2016 ke perusahaan pelayaran sampai sekarang," katanya.
Hal senada juga diungkapkan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumatra Utara, Syaidul Alam. Menurutnya, biaya sertifikasi hanya menjadi tambahan beban bagi eksportir. Alasannya, pelaporan VGM telah berjalan tanpa dibebani biaya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, pada Februari 2019, nilai ekspor Sumatra Utara pada Februari sebesar US$575,6 juta.
Dari jenis komoditasnya, nilai ekspor tertinggi berasal dari kelompok barang lemak dan minyak hewan/nabati yakni US$209.420 atau berkontribusi sebesar 38,4%.
Selain kelompok barang lemak dan minyak hewan/nabati, produk karet dan barang dari karet berkontribusi sebesar 13,4% dengan nilai US$81.673. Setelah karet, terdapat produk kimia dengan kontribusi sebesar 12,1% dengan nilai US$69.149.
"Selama ini, kami menggunakan laporan VGM tanpa berbiaya. Kalau jadi harus berbiaya, buat apa?" katanya.