Bisnis.com, PEKANBARU -- Pemprov Riau tahun depan akan memulai rencana aksi provinsi (RAP) program sawit berkelanjutan 2018-2023 sebagai lanjutan dari rencana aksi nasional. Salah satu poin utama yang dikerjakan yaitu pendataan kebun sawit rakyat atau swadaya.
Kabid Perkebunan Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau Vera Virginia mengatakan program ini merupakan upaya lanjut usai terbentuknya tim Forum Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Foksbi) di Jakarta pada Juni lalu.
"Setelah pengesahan tim Foksbi di Jakarta, sekarang mulai dilakukan langkah turunan, dan Riau terpilih bersama Sumut dan Kaltim sebagai daerah percontohan, pertimbangannya juga karena lahan sawit di Riau yang paling luas," katanya usai pembahasan RAP sawit berkelanjutan di Pekanbaru, Selasa (16/10/2018).
Vera mengatakan tim Foksbi ini belum disahkan oleh Presiden Jokowi, tetapi sudau diisi oleh 11 kementerian dan lembaga terkait yang menaungi perkebunan kelapa sawit.
Untuk provinsi Riau, salah satu fokus utama program RAP Riau untuk sawit berkelanjutan yaitu pendataan kebun sawit rakyat.
Hal itu dilakukan mengingat berdasarkan data statistik pihaknya, luas perkebunan sawit di Provinsi Riau mencapai 2,3 juta hektare.
Baca Juga
Namun luas lahan yang berizin atau memegang hak guna usaha dari pemerintah hanya seluas 975.000 ha yang merupakan kebun perusahaan atau mendekati 1 juta ha, sedangkan sisanya 1,3 juta ha kebun sawit swadaya belum terdata dengan jelas.
Akibatnya, program pemerintah dalam mendorong produktivitas perkebunan sawit rakyat dengan meremajakan tanaman sawit menjadi terkendala.
"Karena itu tahun depan RAP ini mulai berjalan dengan fokus pada pendataan kebun sawit swadaya, yang di lapangan itu bisa dibuktikan nanti murni dikuasai masyarakat atau dikuasai perusahaan dengan cara lain, ini masalahnya dan mau tidak mau harus diselesaikan," katanya.
Ketua Gapki Riau Saut Sihombing mengatakan pihaknya mendukung langkah pemprov untuk menjalankan program RAP kebun sawit berkelanjutan.
Pihaknya siap membantu dan mendukung regulasi serta rekomendasi yang bakal dikeluarkan dari rencana aksi tersebut, walau tidak menyebutkan rinci berapa luas lahan sawit yang dimiliki anggota Gapki di Provinsi Riau.
"Soal pendataan lahan, Gapki tidak punya data akurat, karena itu termasuk inti datanya perusahaan dan tidak bisa semua orang tahu," katanya.
Sementara itu Sekjen Apkasindo Rino Afrino mengapresiasi langkah pemprov yang merumuskan RAP perkebunan sawit berkelanjutan. Pihaknya akan melihat keseriusan pemprov dalam memajukan komoditas sawit di daerah itu.
Hal tersebut disebut Rino karena selama dua tahun terakhir pemprov tidak menunjukkan keberpihakan pada perkembangan komoditad kelapa sawit.
"Misalnya tahun ini anggaran pembibitan atau pendataan dan penguatan kelembagaan sawit tidak ada, praktis 2 tahun terakhir ini tidak ada langkah konkrit pemprov mendorong peningkatan sawit di Riau padahal daerah ini provinsi sawit," katanya.
Padahal menurut dia, pemprov harus mau mengeluarkan anggaran untuk pendataan itu, yang nantinya diharapkan menjadi acuan dalam mengambil kebijakan terkait pengembangan dan peningkatan komoditas sawit, seperti program peremajaan dan lainnya.
Dari program RAP ini juga diharapkan menjadi jembatan kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah dengan berbagai pihak terkait komoditas sawit seperti perusahaan, asosiasi buruh pekerja hingga aktivis lingkungan, untuk mencapai tujuan bersama mewujudkan perkebunan sawit yang berkelanjutan.
"Lewat forum ini harus dijalin kerja sama, pemerintah tidak bisa jalan sendiri-sendiri buktinya sampai saat ini tidak ada data valid dari perkebunan swadaya, yang ada perkebunan plasma karena itupun terkait atau menempel dengan perusahaan," katanya.