Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Sunprima, Ini Penjelasan Bank Sumut

PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara menjadi salah satu pemegang MTN (Medium Term Notes) Sunprima dengan status sebagai kreditur separatis (dengan jaminan) dengan nilai Rp148 miliar.
Bank Sumut/banksumut.com
Bank Sumut/banksumut.com

Bisnis.com, MEDAN - PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara menjadi salah satu pemegang MTN (Medium Term Notes) Sunprima dengan status sebagai kreditur separatis (dengan jaminan) dengan nilai Rp148 miliar. 

Syahdan Ridwan Siregar, Corporate Secretary Bank Sumut menjelaskan, sebagaimana pemberitaan media sebelumnya, tagihan separatis Sunprima didominasi oleh kreditur perbankan, bukan oleh pemegang MTN. Adapun Bank Sumut tidak termasuk sebagai kreditur yang memberikan pembiayaan langsung kepada Sunprima.

Menurutnya, pemberian kredit oleh para kreditur yang pada umumnya merupakan bank-bank besar BUMN dan swasta, maupun penempatan dana melalui Surat berharga, telah dilakukan dengan perhitungan.

"Kepercayaan para kreditur untuk menempatkan dananya di Sunprima cukup beralasan, karena didasarkan pada kalkulasi yang penuh perhitungan. Dalam penempatan dana melalui MTN Sunprima, Bank Sumut seperti juga bank-bank lainnya secara seksama mencermati kualitas laporan keuangan Sunprima," tuturnya kepada Bisnis, Selasa (25/9/2018).

Sebagaimana diketahui, laporan keuangan perusahaan milik Colombia Group itu diaudit oleh kantor akuntan publik ternama, yakni Deloitte. Selain itu MTN yang diterbitkan Sunprima juga sempat mendapat rating bagus dari lembaga pemeringkat efek PT. Pefindo, dengan rating idA/Stable. 

 

"Karena itu, banyak pihak yang tidak menyangka jika kemudian Sunprima mengalami gagal bayar, dan itu adalah bagian dari risiko pasar yang diluar kendali pembeli surat berharga, walau sudah diperhitungkan secara matang," lanjut Syahdan.

Lebih lanjut, dia menyatakan penempatan dana di surat berharga umumnya untuk mengoptimalkan likuiditas bank. Hal itu terutama pada saat pertumbuhan kredit secara nasional dalam beberapa tahun terakhir masih di bawah 10% disebabkan kondisi ekonomi global yang belum stabil. 

Ketika pertumbuhan kredit secara nasional cenderung melemah atau mengalami stagnan, kalangan perbankan berupaya mengoptimalkan pengelolaan likuiditas dengan penempatan dana melalui investasi surat berharga. 

Kendati begitu, risiko pasar dan risiko bisnis lainnya bisa saja terjadi di luar perhitungan sebagai konsekuensi dari investasi. 

Menyikapi potensi risiko gagal bayar Sunprima terhadap kinerja Bank Sumut, Syahdan menuturkan bahwa Manajemen telah memperhitungkan mitigasi setiap risiko bisnis.

"Secara kinerja memang tak terlalu berpengaruh, tapi sebagai bentuk mitigasi risiko, Bank Sumut akan lebih berhati-hati dalam mengelola likuiditas dan mengurangi penempatan dana ke perusahaan sejenis."

Sunprima sendiri sudah berjanji akan membayar tuntas seluruh tagihannya terhadap krediturnya yang masuk dalam daftar proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Janji itu disampaikan Direktur Sunprima Donni Satria dalam proposal perdamaian yang disampaikannya pada rapat kreditur PKPU Sunprima di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 4 Juli 2018 lalu.  

Terkait proses PKPU Sunprima, Bank Sumut telah menyiapkan antisipasi. "Pencadangan sudah ada berdasar konsep one obligor sesuai aturan. Untuk proses penyelesaian tidak dilakukan secara sendiri, tetapi oleh lawyer yang ditunjuk pemegang MTN. Bank Sumut masih optimistis atas usaha restrukturisasi ini."

Dalam kesempatan sebelumnya, Direktut Utama Bank Sumut Edie Rizliyanto menuturkan kasus gagal bayar MTN Sunprima tersebut menjadi salah satu faktor yang membuat laba perseroan tergerus. 

“Laba kami sudah tergerus untuk pencadangan. Selain itu, memang [pertumbuhan] bisnisnya juga tidak tercapai,” kata Edie.

Dalam laporan keuangan per Juli 2018 (unaudited), Bank Sumut melaporkan laba bersih sebesar Rp221,69 miliar, turun dibandingkan dengan posisi Juni 2018 sebesar Rp242,67 miliar.

Secara tahunan, laba bersih perseroan juga anjlok 41,2% secara year on year dibandingkan dengan Juli 2017 yang bernilai Rp377,39 miliar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ropesta Sitorus
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper