Bisnis.com, BATAM – Pembangunan Jembatan Batam – Bintan dipercaya akan menjadi salah satu pengungkit ekonomi Kepri. Dengan investasi Rp4 triliun, Kepri akan mendapat manfaat sosial dan ekonomi puluhan kali lipat.
“Tak Cuma memperlancar arus orang dan barang dari Batam ke Bintan, tapi Jembatan ini juga akan membuat pemerataan ekonomi dari Batam menuju Bintan,” ujar ujar penasehat ekonomi Gubernur Kepri Johannes Kennedy Aritonang, Minggu (9/9/2018).
Jembatan Batam – Bintan merupakan salah satu dari 7 megaproyek yang diajukan Kepri untuk dibangun bersama pemerintah pusat. Jembatan sepanjang 7 KM itu dibagi menjadi 3 bagian. Tanjung Kasam (Batam) - Tanjung Sauh sepanjang 2 KM, Tanjung Sauh – Pulau Ngenang sepanjang 400 meter, Pulau Ngenang – Bintan sepanjang 5 KM.
Menurut Jhon, investasi pemerintah di Jembatan Batam Bintan akan membawa dampak sosial ekonomi yang besar bagi Kepri. Nilai dari dampak tersebut tak sebanding dengan besaran investasi yang dikeluarkan untuk membangun Jembatan.
Salah satunya adalah terciptanya pasar bersama yang cukup besar. Bintan memiliki sekitar 500.000 penduduk, sementara Batam memiliki sekitar 1,5 juta penduduk. Industri, perdagangan, tourisme dan aktifitas ekonomi lainnya akan tumbuh pesat dengan hadirnya jembatan tersebut.
Dia meperkirakan, dengan adanya jembatan Batam Bintan, maka populasi di kedua kawasan akan tumbuh hingga 3 juta orang. Populasi yang cukup besar tersebut tentu akan merupakan potensi pasar yang besar, juga ketersediaan tenaga kerja yang juga besar.
“Karena tercipta pasar yang besar, maka aktifitas ekonomi akan lebih baik. Jembatan Batam Bintan bsia menjadi pengungkit ekonomi Kepri,” jelasnya.
Kehadiran jembatan sepanjang 7 KM ini juga akan mendukung pengembangan sektor pariwista. WIsatawan akan punya waktu menjelajah sejumlah destinasi di Batam, Bintan dan Tanjungpinang dengan biaya murah dan waktu yang lebih cepat.
Selain itu, Jembatan Batam – Bintan memungkinkan adanya kerjasama pengembangan bersama kawasan-kawasan FTZ yang ada di Bintan dan Tanjung Pinang. Selama ini pengembangan wilayah FTZ di kedua kawasan tersebut tak semaju Batam.
“Karena konektifitasnya sudah ada, mobilitas ekonomi juga akan lebih baik. Kita bisa bekerjasama mengembangkan kawasan-kawasan yang ada di Bintan dan Tanjung Pinang. Sehingga pemerataan ekonomi akan terjadi,” jelasnya.
Batam juga mendapat keuntungan dari distribusi air bersih dari Bintan. Menurut dia, ketersediaan air bersih di Batam yang terbatas membutuhkan pasokan tambahand ari luar. Terutama jika Populasi Batam sudah lebih dari 1,5 juta jiwa.
Targetnya pembangunan Jembatan Batam Bintan akan mulai dikerjakan tahun 2019 mendatang. Pembangunannya diproyeksi selesai dalam 2 tahun.
Pemerintah tengah menggodok metode kerjasama pembangunan jembatan Batam – Bintan di provinsi Kepulauan Riau. Ada sejumlah model kerjasama yang mengemuka, salah satunya kolaborasi pembiayaan bersama antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan swasta.
“Akan dipilih mana yang paling menguntungkan,” jelasnya.
Design Jembatan ini telah dibuat sejak 2005 silam. Namun dengan mempertimbangkan pembaharuan teknologi dan kondisi terkini, evaluasi desain tahun 2005 kini dipercayakan kepada LAPI ITB. Dari hasil evaluasi tersebut diketahiu, biaya pembangunan jembatan menyusut dari Rp 7 triliun menjadi di bawah Rp 4 triliun.
Menurut Jhon, sudah ada 4 perusahaan asal Tiongkok yang tertarik membangun jembatan tersebut. Namun hingga hari ini pemerintah masih harus mencari pola kerjasama yang menguntungkan, terutama untuk melindungi kepentingan nasional.
Sejauh ini pemerintah masih menghitung berapa besar pendanaan yang harus dikeluarkan negara, dan berapa yang dikeluarkan swasta. Dengan demikian masa konsesi yang diberikan kepada swasta tak terlalu lama, dan tarif tol yang diterapkan untuk penggunaan jembatan Batam – Bintan juga tak membebani pengguna.
“Sepertinya akan meniru pola pembiayaan jembatan Suramadu. Skema kerjasamanya sepeti KPBU, tapi dengan kontribusi pembiayaan oleh pemerintah Pusat dan pemerintah provinsi Jawa Timur dan swasta. Jadi ada 3 mata pembiayaan,” ujarnya.
ADOPSI KONSEP PENGEMBANGAN HONGKON-SHENZEN
Konsep integrasi kawasan FTZ Batam dan Bintan kedepan akan mengadopsi konsep yang diterapkan oleh Hongkong dan Shenzhen. Batam akan menjadi logistik base, sementara Bintan akan jadi pusat produksi.
“Produksi Cheap Labour Industri akan dipusatkan di Bintan,” ujar Deputi Bidang Perencanaan BP Batam Yusmar Anggadinata.
Konsep Batam sebagai pusat perdagangan dan logistik base memang sedang jadi konsentrasi BP Batam. Sementara Bintan nantinya akan jadi pusat industri pengolahan. Hasil produksi industri di Bintan akan dibawa ke pusat-pusat logistik di Batam, sebelum di ekspor ke sejumlah negara tujuan ekspor.
Pembangunan Jembatan Batam Bintan akan menunjang integrasi dan arus barang dan orang antara kedua kawasan. Diperkirakan investasi yang dibutuhkan untuk membangun jembatan ini mencapai Rp 4 triliun.
Rencananya pembangunan jembatan ini akan dilakukan beberapa tahap. Namun Angga belum bisa memastikan desain jembatan tersebut. Pembangunan Jembatan harus dilengkapi jalur khusus pergerakan barang, dan jalur khusus untuk pergerakan orang.
“Juga harus dilengkapi dengan saluran utilitas untuk saluran gas, air, listrik, telepon dan sebagainya. Pembangunan jembatan memang untuk mengungkit ekonomi,” jelasnya.
Jalur khusus unutk sarana transportasi publik seperti MRT dan LRT dibutuhkan untuk pergerakan tenaga kerja. Dengan jalur transpotasi murah dan memadai, pekerja di Batam bisa tinggal di Bintan. Karena biaya hidup di Bintan relatif lebih murah dibandingkan Batam, mereka bisa menabung untuk kesejahteraan.
“Ini mirip dengan konsep pekerja Singapura yang tinggal di Johor. Mereka bisa menabung untuk kesejahteraan, karnea biaya hidup di Singapura lebih murah,” jelasnya.
Pengerjaan konstruksi Jembatan Batam-Bintan bisa rampung dalam dua tahun. Namun pengerjaan DED butuh waktu lama. Cari kaki-kakinya dimana, menghitung berapa panjang bentangannya dan aspek teknis lainnya.
“Kami berharap Gubernur mendorong pembangunan Jemabtan ini lebih cepat. BP Batam siap mendukung,” jelasnya. (K31)
“Tak Cuma memperlancar arus orang dan barang dari Batam ke Bintan, tapi Jembatan ini juga akan membuat pemerataan ekonomi dari Batam menuju Bintan,” ujar ujar penasehat ekonomi Gubernur Kepri Johannes Kennedy Aritonang, Minggu (9/9/2018).
Jembatan Batam – Bintan merupakan salah satu dari 7 megaproyek yang diajukan Kepri untuk dibangun bersama pemerintah pusat. Jembatan sepanjang 7 KM itu dibagi menjadi 3 bagian. Tanjung Kasam (Batam) - Tanjung Sauh sepanjang 2 KM, Tanjung Sauh – Pulau Ngenang sepanjang 400 meter, Pulau Ngenang – Bintan sepanjang 5 KM.
Menurut Jhon, investasi pemerintah di Jembatan Batam Bintan akan membawa dampak sosial ekonomi yang besar bagi Kepri. Nilai dari dampak tersebut tak sebanding dengan besaran investasi yang dikeluarkan untuk membangun Jembatan.
Salah satunya adalah terciptanya pasar bersama yang cukup besar. Bintan memiliki sekitar 500.000 penduduk, sementara Batam memiliki sekitar 1,5 juta penduduk. Industri, perdagangan, tourisme dan aktifitas ekonomi lainnya akan tumbuh pesat dengan hadirnya jembatan tersebut.
Dia meperkirakan, dengan adanya jembatan Batam Bintan, maka populasi di kedua kawasan akan tumbuh hingga 3 juta orang. Populasi yang cukup besar tersebut tentu akan merupakan potensi pasar yang besar, juga ketersediaan tenaga kerja yang juga besar.
“Karena tercipta pasar yang besar, maka aktifitas ekonomi akan lebih baik. Jembatan Batam Bintan bsia menjadi pengungkit ekonomi Kepri,” jelasnya.
Kehadiran jembatan sepanjang 7 KM ini juga akan mendukung pengembangan sektor pariwista. WIsatawan akan punya waktu menjelajah sejumlah destinasi di Batam, Bintan dan Tanjungpinang dengan biaya murah dan waktu yang lebih cepat.
Selain itu, Jembatan Batam – Bintan memungkinkan adanya kerjasama pengembangan bersama kawasan-kawasan FTZ yang ada di Bintan dan Tanjung Pinang. Selama ini pengembangan wilayah FTZ di kedua kawasan tersebut tak semaju Batam.
“Karena konektifitasnya sudah ada, mobilitas ekonomi juga akan lebih baik. Kita bisa bekerjasama mengembangkan kawasan-kawasan yang ada di Bintan dan Tanjung Pinang. Sehingga pemerataan ekonomi akan terjadi,” jelasnya.
Batam juga mendapat keuntungan dari distribusi air bersih dari Bintan. Menurut dia, ketersediaan air bersih di Batam yang terbatas membutuhkan pasokan tambahand ari luar. Terutama jika Populasi Batam sudah lebih dari 1,5 juta jiwa.
Targetnya pembangunan Jembatan Batam Bintan akan mulai dikerjakan tahun 2019 mendatang. Pembangunannya diproyeksi selesai dalam 2 tahun.
Pemerintah tengah menggodok metode kerjasama pembangunan jembatan Batam – Bintan di provinsi Kepulauan Riau. Ada sejumlah model kerjasama yang mengemuka, salah satunya kolaborasi pembiayaan bersama antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan swasta.
“Akan dipilih mana yang paling menguntungkan,” jelasnya.
Design Jembatan ini telah dibuat sejak 2005 silam. Namun dengan mempertimbangkan pembaharuan teknologi dan kondisi terkini, evaluasi desain tahun 2005 kini dipercayakan kepada LAPI ITB. Dari hasil evaluasi tersebut diketahiu, biaya pembangunan jembatan menyusut dari Rp 7 triliun menjadi di bawah Rp 4 triliun.
Menurut Jhon, sudah ada 4 perusahaan asal Tiongkok yang tertarik membangun jembatan tersebut. Namun hingga hari ini pemerintah masih harus mencari pola kerjasama yang menguntungkan, terutama untuk melindungi kepentingan nasional.
Sejauh ini pemerintah masih menghitung berapa besar pendanaan yang harus dikeluarkan negara, dan berapa yang dikeluarkan swasta. Dengan demikian masa konsesi yang diberikan kepada swasta tak terlalu lama, dan tarif tol yang diterapkan untuk penggunaan jembatan Batam – Bintan juga tak membebani pengguna.
“Sepertinya akan meniru pola pembiayaan jembatan Suramadu. Skema kerjasamanya sepeti KPBU, tapi dengan kontribusi pembiayaan oleh pemerintah Pusat dan pemerintah provinsi Jawa Timur dan swasta. Jadi ada 3 mata pembiayaan,” ujarnya.
ADOPSI KONSEP PENGEMBANGAN HONGKON-SHENZEN
Konsep integrasi kawasan FTZ Batam dan Bintan kedepan akan mengadopsi konsep yang diterapkan oleh Hongkong dan Shenzhen. Batam akan menjadi logistik base, sementara Bintan akan jadi pusat produksi.
“Produksi Cheap Labour Industri akan dipusatkan di Bintan,” ujar Deputi Bidang Perencanaan BP Batam Yusmar Anggadinata.
Konsep Batam sebagai pusat perdagangan dan logistik base memang sedang jadi konsentrasi BP Batam. Sementara Bintan nantinya akan jadi pusat industri pengolahan. Hasil produksi industri di Bintan akan dibawa ke pusat-pusat logistik di Batam, sebelum di ekspor ke sejumlah negara tujuan ekspor.
Pembangunan Jembatan Batam Bintan akan menunjang integrasi dan arus barang dan orang antara kedua kawasan. Diperkirakan investasi yang dibutuhkan untuk membangun jembatan ini mencapai Rp 4 triliun.
Rencananya pembangunan jembatan ini akan dilakukan beberapa tahap. Namun Angga belum bisa memastikan desain jembatan tersebut. Pembangunan Jembatan harus dilengkapi jalur khusus pergerakan barang, dan jalur khusus untuk pergerakan orang.
“Juga harus dilengkapi dengan saluran utilitas untuk saluran gas, air, listrik, telepon dan sebagainya. Pembangunan jembatan memang untuk mengungkit ekonomi,” jelasnya.
Jalur khusus unutk sarana transportasi publik seperti MRT dan LRT dibutuhkan untuk pergerakan tenaga kerja. Dengan jalur transpotasi murah dan memadai, pekerja di Batam bisa tinggal di Bintan. Karena biaya hidup di Bintan relatif lebih murah dibandingkan Batam, mereka bisa menabung untuk kesejahteraan.
“Ini mirip dengan konsep pekerja Singapura yang tinggal di Johor. Mereka bisa menabung untuk kesejahteraan, karnea biaya hidup di Singapura lebih murah,” jelasnya.
Pengerjaan konstruksi Jembatan Batam-Bintan bisa rampung dalam dua tahun. Namun pengerjaan DED butuh waktu lama. Cari kaki-kakinya dimana, menghitung berapa panjang bentangannya dan aspek teknis lainnya.
“Kami berharap Gubernur mendorong pembangunan Jemabtan ini lebih cepat. BP Batam siap mendukung,” jelasnya. (K31)