Bisnis.com, MEDAN—Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, Sumatera Utara meminta kepada penegak hukum agar bertindak tegas menertibkan alat tangkap pukat hela atau "trawl" yang masih dioperasikan di perairan Belawan, sehingga meresahkan nelayan tradisional.
Wakil Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut, Nazli, di Medan, Senin (23/4/2018), mengatakan, TNI-AL, Polisi Perairan, serta Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) harus serius melakukan razia terhadap alat tangkap yang dilarang pemerintah itu.
Pukat Hela tersebut, menurut dia, juga dilarang digunakan menangkap ikan di perairan Indonesia serta berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 02 Tahun 2015, harus dipatuhi, jangan dilanggar.
"Soal dioperasikannya kapal pukat harimau di perairan Belawan, Sumatera Utara (Sumut) itu, juga telah dikirimkan surat oleh nelayan tradisional kepada Menteri Kelautan dan Perikanan," ujar Nazli.
Ia menyebutkan, keluhan yang disampaikan nelayan kecil mengenai masih digunakannya alat tangkap yang tidak ramah lingkungan itu, harus ditanggapi secara serius oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Sumut, dan DKP Provinsi Sumut.
Permasalahan kapal pukat harimau itu, sudah berlangsung cukup lama dan harus secepatnya dituntaskan oleh pihak-pihak yang berwenang untuk menghindari hal-hal yang tidak diingini.
"Kita tidak ingin terjadi gejolak nelayan tradisional dengan nelayan tradisional seperti yang terjadi sebelumnya, dan hal seperti itu harus dapat diantisipasi oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla)," ucapnya.
Nazli berharap pemberantasan alat tangkap yang merugikan negara itu, harus dituntaskan dan tidak ada lagi nelayan pemodal besar atau "modern" yang menggunakan pukat hela dan pukat tarik, pukat gerandong, dan lainnya.
Sejak bulan Januari 2018, pemerintah telah melarang kapal pukat harimau menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia.
Bagi nelayan yang masih menggunakan alat tangkap tersebut, dapat diberikan sanksi atau diproses secara hukum.
"Nelayan di Sumut diharapkan segera menghentikan alat tangkap pukat harimau, dan menggantikannya dengan jaring milenium yang disarankan pemerintah karena ramah lingkungan," kata Wakil Ketua HNSI Sumut itu.
Sebelumnya, nelayan tradisional di Belawan, Sumatera Utara minta kepada penegak hukum TNI AL, dan Pol Air dapat menertipkan alat tangkap pukat trawl yang masih beroperasi di perairan Belawan yang melanggar hukum.
Tokoh Nelayan Belawan, M Isa Al Basir, Jumat (20/4) mengatakan alat tangkap pukat harimau itu, harus dibersihkan dan jangan ada lagai beroperasi di perairan tersebut.
"Kisruh antara nelayan tradisional dengan nelayan pukat harimau bisa saja terjadi gejolak, jika penegak hukum tidak menertibkan alat tangkap yang merusak lingkungan tersebut," kata M Isa.
Ia mengatakan, di wilayah Sumatera Utara, saat ini ada puluhan ribu alat tangkap ikan yang menyalahi peraturan dan masih beroperasi.
"Pemerintah harus turun ke lapangan untuk mengetahui keberadaan alat tangkap tersebut," katanya.