Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Diplomasi Sawit : Kemenlu Siapkan Amunisi Yakinkan Eropa

Pemerintah Indonesia menyiapkan amunisi berlapis untuk meyakinkan Komisi Eropa agar mengabaikan resolusi Parlemen Eropa yang memojokkan industri kelapa sawit Tanah Air.
Ilustrasi/JIBI
Ilustrasi/JIBI

Bisnis.com, PALEMBANG – Pemerintah Indonesia menyiapkan amunisi berlapis untuk meyakinkan Komisi Eropa agar mengabaikan resolusi Parlemen Eropa yang memojokkan industri kelapa sawit Tanah Air.

Bulan lalu, delegasi Indonesia telah mengunjungi markas besar Komisi Eropa di Brussels, Belgia, yang menandai awal negosiasi sawit. Pada September 2017 pemerintah bersama Malaysia via Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) akan melakukan lobi lanjutan.

Kedua muhibah itu diharapkan dapat membuka mata Komisi Eropa untuk tidak menindaklanjuti resolusi Parlemen Eropa yang tercantum dalam Report on Palm Oil and Deforestation of Rainforests. Jika tidak mempan, langkah pamungkas Indonesia adalah membawa perkara ini ke World Trade Organization (WTO).

Direktur Perdagangan, Komoditas, dan Kekayaan Intelektual Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Tri Purnajaya mengungkapkan Komisi Eropa telah mendapatkan jawaban resolusi sawit secara komprehensif dari pihak Indonesia. Namun, badan legislatif Uni Eropa itu masih belum bersikap apakah menerima bantahan Indonesia atau tidak.

“Mungkin masih diolah dulu datanya di sana. Mengubah persepsi kan tidak mudah,” katanya usai acara Jaring Masukan Daerah: Penguatan Diplomasi Sawit Indonesia dalam Forum Multilateral di Palembang, Selasa (18/7/2017).

Pada kunjungan CPOPC September, Tri mengatakan pelobi Indonesia akan menonjolkan upaya konkret perbaikan industri kelapa sawit. Salah satunya bukti penguatan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang tata kelolanya menyerupai sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK).

Selain lobi ke Komisi Eropa, Indonesia juga akan mendekati anggota Uni Eropa satu-persatu. Pasalnya, pemerintah menengarai sikap masing-masing negara zona euro itu mengenai kelapa sawit tidak sama.

“Bagaimanapun kan ada soal persaingan dagang minyak nabati di sini. Ada negara yang memproduksi minyak rapeseed lebih banyak, ada yang ketergantungannya sama sawit juga tinggi.”

Tri optimis pendekatan lunak dapat meyakinkan Komisi Eropa untuk tidak menindaklanjuti resolusi sawit dari parlemen mereka. Jika sampai berwujud regulasi maka produk kelapa sawit akan dilarang memasuki pasar Benua Biru secara perlahan sampai disetop pada 2020.

Pemerintah, kata Tri, mengingatkan Uni Eropa bahwa pelarangan masuknya kelapa sawit adalah bentuk hambatan dagang yang dapat menjadi obyek perkara di WTO. Apalagi, bila larangan itu dilakukan tanpa memenuhi kaidah-kaidah transparansi.

“Mudah-mudahan tidak sampai WTO. Semangatnya bukan saling mengancam karena kedua belah pihak punya kepentingan jual beli. Sampai sekarang pun perdagangan kita sama Uni Eropa surplus,” katanya.

Sikap pemerintah tersebut mendapat dukungan dari kalangan pelaku usaha. Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatra Selatan Harry Hartanto berharap resolusi sawit tidak sampai berujung perkara di WTO.

“Tapi kalau soal itu kami serahkan kepada Kementerian Perdagangan. Sekarang tugas Kemenlu untuk menangkis,” katanya di tempat yang sama.

Harry masih meyakini resolusi Parlemen Eropa murni didasarkan persaingan dagang minyak nabati. Ketika usaha kelapa sawit dituntut berpraktik secara berkelanjutan, sebaliknya dengan komoditas penghasil minyak nabati lain yang tanpa sertifikat.

Sementara itu, Duta Besar Fungsional Kemenlu Sunu M. Soemarmo mengatakan instansinya siap menangkis segala kampanye negatif terhadap kelapa sawit di luar negeri. Sikap ini didasarkan pada fakta bahwa komoditas itu berperan besar bagi perekonomian negara.

Sunu menyebutkan pada 2016 Indonesia memproduksi 32 juta ton minyak kelapa sawit mentah (CPO) dengan alokasi ekspor 28 juta ton senilai US$18 miliar. Pada 2020, produksi CPO nasional diharapkan mencapai 40 juta ton sehingga membutuhkan pasar yang luas.

“Tak terelakkan bagi pemerintah untuk wajib menjaga industri kelapa sawit,” kata mantan Dubes Indonesia untuk Kenya ini.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Writer
Editor : Rustam Agus
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper