Bisnis.com, MEDAN - Staf Khusus Kantor Staf Presiden Noer Fauzi Ramman meyakini keluarnya addendum surat izin PT Toba Pulp Lestari telah mempengaruhi warga Pandumaan Sipituhuta di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatra Utara.
Hal itu diutarakannya usai menjadi salah satu pembicara dalam seminar Implikasi dan Pembelajaran Penetapan Hutan Adat di Indonesia yang digelar di Asrama Haji, Medan, Kamis (16/2/2017).
"Saya ke sini mau melihat setelah pemberian addendum surat izin PT Toba Pulp Lestari kepada masyarakat Pandumaan Sipituhuta, saya mau melihat ada apa di sana."
"Dan saya sudah melihat ada suatu kegairahan masyarakat karena mendapatkan pengakuan," ujarnya.
Namun menurutnya, saat ini warga Pandumaan Sipituhuta masih berjuang mendapatkan surat keputusan Bupati atau peraturan daerah mengenai pengakuan terhadap masyarakat adat.
Saurlin Siagian, aktivis HaRI menilai, dikeluarkannya delapan wilayah masyarakat sebagai Hutan Adat dan satu wilayah adat untuk di-enclave sebagai Hutan Adat dari konsesi lahan PT Toba Pulp Lestari (TPL) pada 30 Desember 2016 merupakan terobosan administrasi baru yang dilakukan oleh Pemerintahan Joko Widodo.
"Tentu saja hal ini memberikan energi baru bagi masyarakat adat maupun pegiat yang mendukung gerakan sosial masyarakat adat setelah berjuang puluhan tahun."
Ketua PW Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tanoh Batak Roganda Simanjuntak mengungkapkan, lahan yang di-enclave menjadi Hutan Adat dari konsesi PT TPL adalah seluas 500 hektare.
Namun meskipun surat keputusan enclave sudah diterbitkan pemerintah, warga masih terancam karena selain masih ditanami ecalyptus, ada pihak-pihak lain yang berupaya melakukan perusakan terhadap wilayah adatnya.
"Saat ini kami masih mendorong Pemda Humbahas (Humbang Hasundutan) untuk mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Humbahas."