Bisnis.com, LANGKAT - Dahulu, di pesisir pantai Desa Pasar Rawa, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, memiliki hamparan hutan mangrove yang begitu indah.
Masih jernih di ingatan Kasto Wahyudi seorang warga setempat, tentang kondisi Desa Pasar Rawa dahulu kala. Nuansa hijau dan hembusan angin sepoi-sepoi membuat pikiran benar-benar terasa tenang saat berada di desa tersebut.
Dengan adanya keberadaan mangrove itu, kata Wahyudi, masyarakat di Pasar Rawa khususnya tidak pernah kekurangan untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan rumah tangga. Mangrove yang turut menjadi rumah bagi berbagai jenis biota, seperti ikan, udang, kepiting, dan kerang, menjadikan kawasan hutan mangrove sebagai sumber mata pencaharian bagi para nelayan setempat.
Tapi, seiring waktu berjalan, masyarakat setempat mulai melakukan penebangan tanaman mangrove secara luas untuk memproduksi arang kayu bakau, karena memiliki nilai jual yang bagus. Dari tahun ke tahun kondisi pembalakan liar hutan mangrove semakin memburuk, hingga akhirnya seluruh tanaman mangrove hilang di pesisir pantai Desa Pasar Rawa.
“Saya adalah mantan dari bagian pembalakan hutan mangrove itu, karena saya juga sebagai toke atau penampung arang bakau ini. Masyarakat yang jual ke saya, dan saya beli untuk dijual lagi ke pasar,” kata Wahyudi saat ditemui Bisnis, Desember 2024 lalu.
Dia menceritakan ketika di suatu kondisi, tiba-tiba termenung, mata tertuju ke hamparan yang terlihat kusut. Kawasan pesisir pantai yang dia ingat dulu hijau, ternyata telah berubah menjadi pemandangan yang memilukan.
Baca Juga
Hati Wahyudi tiba-tiba terenyuh, rasa penyesalan, kemarahan, bercampur aduk di pikirannya. Keprihatinannya itu dilampiaskan dengan cara bergerak untuk hijaukan kembali pesisir pantai Pasar Rawa. Dia pun mulai mengumpulkan sejumlah masyarakat di Desa Pasar Rawa untuk menanam kembali mangrove yang telah di babat itu.
“Saya ajak sejumlah masyarakat, lalu kami pun berdiskusi soal kondisi tanaman mangrove yang telah rusak ditebang itu. Karena yang saya rasakan, kegiatan yang demikian tidak patut dibiarkan. Hingga akhirnya kami membuat kelompok untuk bergerak menghijaukan kembali hamparan tersebut dengan tanaman mangrove,” kata Wahyudi, yang juga Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Penghijauan Maju Bersama, di Pasar Rawa, Langkat.
Dengan bermodalkan kesepakatan dan kesamaan misi untuk mengembalikan keindahan pesisir pantai Pasar Rawa, Wahyudi bersama sejumlah masyarakat yang tergabung dalam KTH Penghijauan Maju Bersama yang resmi berdiri pada tahun 2004.
Misi Menghijaukan Kembali Pasar Rawa
Langkah kecil Wahyudi bersama KTH di Pasar Rawa melakukan gerakan penanaman mangrove. Bulan demi bulan dijalani, untuk menanam. Meski tidak semudah yang dibayangkan, karena tidak semua bibit mangrove yang ditanam bisa tumbuh dengan baik, hal tersebut tidak membuat masyarakat putus asa.
“Mangrove ini kalau ditanam dari kondisi bibit yang masih terbilang kecil itu, tidak semuanya tumbuh dengan baik. Ada yang mati, ada yang dimakan kepiting juga. Kondisi ketika itu, benar-benar membuat kami semakin merasa bersalah atas tindakan yang lalu,” ujarnya.
Dengan komitmen yang kuat dari kelompok ini, waktu demi waktu, perlahan tapi pasti, usaha dari kelompok masyarakat tersebut mulai nampak hasilnya. Kawasan di Desa Pasar Rawa mulai terlihat hijau kembali, meskipun belum seluruh kawasan hutan, dan secercah harapan pun muncul seketika.
“Penanaman mangrove ini awal-awalnya kami lakukan secara swadaya, ya berangkat dari kesadaran kami bersama,” sebutnya.
Konsistensi dari Wahyudi bersama masyarakat lainnya itu pun ternyata mendapat perhatian dari pemerintah pusat yakni melalui program Perhutanan Sosial melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK-dulu).
Program Perhutanan Sosial itu memberikan izin bagi KTH Penghijauan Maju Bersama untuk mengelola kawasan seluas 178 hektare untuk ditanami mangrove. Hal tersebut membuat KTH Penghijauan Maju Bersama semakin bersemangat untuk melakukan penghijauan kembali di Desa Pasar Rawa tersebut.
Dia menceritakan penanaman mangrove itu terus dilakukan secara bertahap hingga tahun 2016 luas, dan lahan yang telah ditanami mangrove mencapai 46 hektare. Kemudian berlanjut hingga ke tahun-tahun berikutnya, dan hingga akhirnya kini luas lahan 178 hektare tersebut telah terisi semuanya dengan tanaman mangrove.
“Sekarang kondisi di Pasar Rawa rimbun sekali, hijau dengan keberadaan tanaman mangrove yang sudah tumbuh besar. Hasil luasnya kawasan mangrove ini memang telah memberikan banyak manfaat,” ungkap dia.
Semenjak adanya penghijauan kembali di Pasar Rawa itu, banyak nelayan telah mendapatkan hasil tangkapan, seperti udang, kepiting, dan berbagai jenis ikan lainnya. Meski dikelola oleh KTH Penghijauan Maju Bersama, Wahyudi menegaskan kawasan konservasi mangrove tersebut terbuka secara gratis bagi nelayan yang ingin menangkap biota yang ada di mangrove tersebut.
“Terkadang saya berpikir juga, kalau tahu seperti ini manfaat tanaman mangrove, mungkin tidak ada aktivitas produksi arang kayu di Desa Pasar Rawa,” sebutnya.
Pertamina Hadir Menyambung Asa Masyarakat
Wahyudi bersama masyarakat lainnya yang dulu merupakan pekerja pembuat arang bakau, menaruh impian yang besar untuk mengembangkan peran dan manfaat dari mangrove tersebut yakni berupa ekowisata. Ternyata mimpi yang baik itu, dihadirkan secara nyata oleh Pertamina EP Pangkalan Susu melalui program CSR/TJSL nya.
Kepedulian Pertamina EP Pangkalan Susu untuk kawasan mangrove di Desa Pasar Rawa itu dimulai tahun 2022. Pertamina membantu KTH Penghijauan Maju Bersama melalui aksi merestorasi penanaman mangrove hingga membantu mendirikan rumah UMKM keripik ikan yang hasil juga merupakan hasil tangkapan nelayan di kawasan mangrove.
“Kami di sini sangat terbantu dengan hadirnya kepedulian Pertamina. Kami merasa usaha selama ini ada perkembangan, ada produk UMKM nya juga, dan bahkan gerakan penanaman mangrove dari Pertamina pun dilakukan di wilayah KTH Penghijauan Maju Bersama ini” jelasnya.
Selain itu, dengan telah adanya konsep ekowisata di KTH Penghijauan Maju Bersama di Pasar Rawa tersebut, telah banyak wisatawan yang datang, mulai dari wisatawan lokal, nusantara, hingga wisatawan mancanegara. “Sudah ada orang luar negeri ke KTH Penghijauan Maju Bersama ini. Mereka kagum melihat hamparan mangrove yang begitu luas,” ucapnya.
Dia berencana agar kedepannya hamparan mangrove yang begitu luas tersebut dapat menjadi percontohan bagi daerah lainnya yang memiliki rencana untuk turut melakukan konservasi tanaman mangrove. Kemudian juga berharap supaya KTH Penghijauan Maju Bersama menjadi sebuah tempat edukasi bagi para pelajar, seperti anak usia dini hingga mahasiswa, terkait tanaman mangrove.
“Kalau edukasi seputar mangrove ini terus digencarkan, saya percaya ke depannya tanaman mangrove bakal terjaga dengan baik. Sehingga masalah masa lalu kami di desa ini tidak terulang di daerah lainnya. Makanya penting memberikan edukasi kepada anak-anak sekarang,” jelasnya.
Untuk mewujudkan semua itu, Wahyudi berharap bisa turut dibantu oleh Pertamina. Karena dari awal mula kawasan mangrove ini benar-benar terkonsep dengan baik, telah dibantu juga oleh Pertamina.
Sementara itu, menanggapi soal penanaman mangrove yang turut dibantu Pertamina, Field Manager Pertamina EP Pangkalan Susu, Edwin Susanto mengatakan program edu ekowisata mangrove Pasar Rawa merupakan program pemberdayaan masyarakat pesisir yang mengintegrasikan edukasi, konservasi dan pariwisata yang bertujuan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat dan menjaga kelestarian mangrove.
Dimana program tersebut didasari adanya pemetaan sosial bersama stakeholder terkait, yang menunjukkan adanya permasalahan belum terkelolanya perikanan pasca hasil tangkapan secara optimal, salah satunya ikan baronang/ketang yang dibuang.
Dikatakannya kurang pengetahuan, keterampilan pengolahan dan pemasaran seringkali menjadi tantangan bagi nelayan, petani di wilayah pesisir yang menjadi pintu masuk kemiskinan. Selain itu, di Desa Pasar Rawa yang memiliki area mangrove cukup luas, dihadapkan pada situasi pembalakan kayu untuk arang.
“Di sini kami melihat perlu Pertamina hadir. Karena dalam kegiatan CSR kami, sebelum ada bantuan diturunkan. Mapping dulu, soal apa persoalan dan apa kebutuhan masyarakat. Khusus di Pasar Rawa itu, kami melihat layak untuk didukung kegiatan masyarakatnya,” kata dia.
Edwin menjelaskan pelaksanaan program yang di mulai pada tahun 2022, dengan berkolaborasi dengan KTH Penghijauan Maju Bersama. Pertamina EP Pangkalan Susu Field memberikan dukungan penguatan kelembagaan kelompok dan penanaman bibit mangrove, serta pengembangan track susur mangrove.
Ada sebanyak 23 orang anggota kelompok telah mendapatkan pelatihan dan pendampingan. Keberhasilan inisiatif program ini, mendorongnya adanya wisata jelajah mangrove, spot pemancingan hingga lahirnya kelompok perempuan Maju Bersama Kuliner yang memproduksi baronang crispy/keripik dan sajian kuliner segar masakan ikan, kepiting, udang, serta merintis pengintegrasian pengelolaan sampah di area wisata.
“Dari sisi pemasaran, Pertamina bersama KPH 1 Stabat membantu pemasaran melalui pameran atau expo dan platform digital e-commerce menjangkau perluasan pemasaran,” jelasnya.
Upaya dan perjuangan bersama dari sejumlah upaya dan kolaborasi Pertamina dengan KTH Penghijauan Maju Bersama ini, telah ada sejumlah prestasi dan pengakuan yang diraih hingga ke tingkat nasional. Seperti pada Agustus 2024, KTH Penghijauan Maju Bersama yang merupakan binaan Pertamina EP Pangkalan Susu Field memperoleh Penghargaan Peringkat 3 Terbaik Wana Lestari Tingkat Nasional yang diberikan langsung oleh Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI di Jakarta.
“Ada beberapa penghargaan lainnya yang telah diraih oleh KTH Penghijauan Maju Bersama ini,” tegasnya.
Edwin juga menyampaikan bahwa dengan adanya kepedulian Pertamina itu, dampak jangka panjang pun bakal dirasakan masyarakat. Saat ini dampak program telah terlihat, adanya peningkatan pendapatan melalui adanya inovasi produk keripik ikan, kuliner segar olahan laut, jelajah mangrove, pemancingan.
Selain itu, kelompok juga telah belajar dan terdorong untuk meningkatkan keterampilan, inovasi produk makanan, jasa wisata selaras dengan konservasi mangrove. “Hal ini merupakan efek dari program yang berkelanjutan dan relevan dengan kebutuhan masyarakat,” tutup Edwin.