Bisnis.com, PADANG - Pemerintah Provinsi Sumatra Barat bersama Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) telah menetapkan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit sebesar Rp3.757 per kilogram.
Baca Juga
Ketua DPW Apkasindo Sumbar Jufri Nur mengatakan harga Rp3.757 per kg itu berlaku terhitung 1-7 Maret 2025, dan harga tersebut diklaim merupakan harga tertinggi di Indonesia. Namun, tingginya harga TBS sawit tidak diiringi oleh produksi yang optimal.
"Kami melihat pada pekan pertama Maret 2025 ini, Sumbar menjadi daerah yang memiliki harga TBS sawit tertinggi di Indonesia," katanya, Rabu (5/5/2025).
Meski harga TBS sawit di Sumbar tertinggi di Indonesia, Jufri menyatakan belum bisa dinikmati secara maksimal bagi petani sawit plasma di Sumbar, karena produksi sawit dalam kondisi tidak optimal.
Ada banyak faktor penyebab turunnya produksi sawit pada triwulan pertama 2025 ini. Mulai dari soal tanaman sawit yang sudah tua, hingga adanya pengaruh kemarau panjang tahun 2024, yang ternyata memberikan efek pada periode panen saat ini.
"Kami berharap cuaca di Sumbar tetap stabil, sehingga panen di bulan depan bisa lebih baik lagi," ujarnya.
Kemudian ketika dikonfirmasi terpisah, Sekretaris Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumbar Ferdinal Asmin mengatakan harga TBS sawit di Sumbar memang sering tertinggi di bandingkan daerah lainnya di Indonesia, hal tersebut tentu didukung oleh banyak faktor, salah satunya untuk kualitas sawitnya.
Namun Ferdinal lebih menyorot kepada penyebab turunnya produksi kelapa sawit itu, lebih kepada kondisi tanaman yang sudah tua, dan sudah seharusnya melakukan peremajaan atau replanting.
"Penyebab turunnya produksi ini dari yang kami lihat, dominan kepada kondisi tanaman yang sudah tua, solusinya replanting, tapi petani sulit untuk melakukan replanting itu," ujarnya.
Ferdinal menegaskan jikapun bicara soal hama menjadi penyebab turunnya produksi sawit, bisa dikatakan hama bukanlah kasus yang serius yang alami petani sawit di Sumbar. Tapi, persoalan replanting yang kini belum terlaksana secara baik, dengan beragam kendalanya.
"Kami dari pemerintah telah mensosialisasikan kepada petani soal pentingnya melakukan replanting untuk tanaman sawit yang tua atau melewati usia 25 tahun. Tapi kondisi di lapangan, replanting tak berjalan sesuai harapan," sebutnya.
Padahal, apabila petani melakukan replanting terhadap tanaman sawitnya itu, produksi akan meningkat. Sehingga ketika harga lagi bagusnya, petani pun bisa menikmati hasil panen yang memuaskan.
"Sekarang kondisinya kata Apkasindo produksi lagi turun. Sementara harga tinggi, hal ini tentu sangat disayangkan," tegas dia.
Ferdinal menyebutkan berkaca kepada kondisi tahun 2024 lalu, program replanting yang sejatinya ada alokasi biaya replanting yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), juga belum bisa membuat petani atau pekebun melakukan replanting tersebut.
"Tahun 2025 ini Sumbar dapat alokasi sekitar 5.400 hektare untuk daerah yang memiliki perkebunan kelapa sawit, baik yang perkebunan plasma maupun yang perkebunan rakyat. Kami berharap, petani untuk melakukan replanting ini kedepannya," harap Ferdinal.
Selain itu, dia menjelaskan perkebunan kelapa sawit di Sumbar tersebar di sejumlah daerah di Sumbar, yaitu di Kabupaten Dharmasraya, Pasaman, Pasaman Barat, Sijunjung, Pesisir Selatan, Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota, Padang Pariaman, Tanah Datar, Solok Selatan, dan Kabupaten Solok.
Kemudian luas lahan perkebunan sawit di Sumbar untuk kebun rakyat atau swadaya 253.898 hektare dan untuk kebun perusahaan atau mitra 160.000 hektare.