Bisnis.com, PARIAMAN - Mujur sepanjang hari malang sekejap mata, kondisi ini yang dialami keluarga Asnul, seorang nelayan di Pantai Gandoriah, Kota Pariaman, Sumatra Barat, yang meninggal dunia di usia 64 tahun.
Asnul menghembuskan nafas terakhirnya pada November 2023 lalu, setelah menjalani pengobatan cuci darah. Almarhum meninggalkan tiga orang anak dan seorang istri yang usianya tidak jauh berbeda dengan Asnul.
"Ayah saya seorang nelayan, sudah lama dia menjadi nelayan, dan kami dibesarkan dari hasil jerih payahnya menangkap ikan di lautan lepas. Kini, setelah ayah telah tiada, sekarang ibu saya menjadi seorang pedagang," kata Niko, anak dari almarhum Asnul, usai menerima santunan kematian dari BPJS Ketenagakerjaan di Pariaman, Kamis (14/11/2024).
Niko merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dia dan kakaknya telah menikah, dan adiknya masih sekolah di salah satu SMA di Pariaman. Artinya kini ibu dari Niko tinggal berdua di rumah bersama adik si bungsunya.
Hilangnya tulang punggung keluarga, tidak serta merta membuat keluarga almarhum Ansul hilang arah untuk melanjutkan hidup. Hal ini dikarenakan adanya uang santunan kematian dari BPJS Ketenagakerjaan senilai Rp42 juta.
"Ayah saya peserta BPJS Ketenagakerjaan, baru bergabung ketika itu terhitung Agustus 2023. Terdaftarnya ayah saya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, setelah mendapat kesempatan mengikuti program pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan secara gratis dari Pemprov Sumbar melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) bersama 100 orang nelayan lainnya di Pariaman," jelas Niko.
Baca Juga
Namun malang, baru beberapa bulan setelah bergabung, tepatnya di bulan November 2023, almarhum Asnul jatuh sakit, dan dia harus menjalani pengobatan cuci darah. Kondisi tersebut tak kunjung membuat Asnul sembuh, dan akhirnya di November 2023 itu, kabar duka menyelimuti keluarga Asnul.
"Ketika kondisi duka itu, kami beradik kakak (bersaudara) berpikir untuk melanjutkan kehidupan ibu dan adik si bungsu. Baru ingat kami bahwa ayah merupakan peserta BPJS Ketenagakerjaan, dan dua hari setelah meninggalnya ayah, saya mengurus klaim jaminan kematian ke BPJS Ketenagakerjaan, yang dimulai dari mendatangi kantor Dinas Pencatatan Sipil untuk meminta surat keterangan kematian," ujarnya.
Niko menyampaikan selama proses pengurusan klaim jaminan kematian ke BPJS Ketenagakerjaan sangatlah mudah. Beberapa hari setelah pengajuan klaim jaminan kematian, pihak dari BPJS Ketenagakerjaan pun datang ke rumah untuk melakukan verifikasi dan survei untuk memastikan dari pengajuan klaim tersebut.
Setelah verifikasi selesai dilakukan, pada bulan Desember 2023 santunan jaminan kematian dari BPJS Ketenagakerjaan masuk ke rekening ibu dari Niko yang menjadi ahli waris yang sah.
"Uangnya masuk ke rekening ibu saya sebesar Rp42 juta," sebutnya.
Dia mengatakan melihat adanya modal untuk memulai kehidupan yang baru tanpa ada tulang punggung. Mereka melakukan musyawarah dengan ibu bersama kakak dan adik, serta sanak saudara lainnya. Kemudian disepakati bahwa uang santunan itu diserahkan sepenuhnya ke ibu.
"Ternyata ibu saya menggunakan sebagian uang santunan itu untuk membuka usaha di rumah, berdagang. Dari usaha berdagang itu lah, ibu bisa menjalani hidupnya bersama adik si bungsu. Serta sebagiannya lagi uang itu ditabung sebagai cadangan kebutuhan adik saya yang akan memasuki jenjang pendidikan ke perguruan tinggi," ucap Niko.
Diakuinya bahwa dari kondisi yang dialami keluarganya itu, memiliki peran yang besar dari program BPJS Ketenagakerjaan yang telah memberikan jaminan kematian.
"Kalau ayah saya tidak ikut jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, tidak terbayangkan oleh saya kondisi perekonomian ibu saya kedepannya. Apalagi ibu saya itu usianya hendak memasuki masa tua juga," katanya.
Kini, meski manfaat dari program jaminan kematian yang dirasakan keluarga Asnul, turut membuat keluarga almarhum menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan secara mandiri yakni mulai dari ibu dan anak si bungsu. Bahkan para tetangga yang memiliki berbagai jenis profesi pekerjaan, juga ikut mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
"Dampak dari manfaat yang kami rasakan dari BPJS Ketenagakerjaan ini, membuat para tetangga di rumah ibu juga sadar tentang manfaat jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Makanya mereka pun ikut mendaftar," ujar dia.
Sementara itu, Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Padang Muhammad Syahrul juga mengatakan program yang dijalankan Pemprov Sumbar merupakan bukti bahwa Gubernur Sumbar memperhatikan nasib nelayannya, soal jaminan pekerja yang rentan, seperti pekerjaan yang dilakoni nelayan.
"Kami melihat, program dari BPJS Ketenagakerjaan ini mampu mengentaskan kemiskinan baru," sebutnya.
Syahrul menjelaskan bila ada seorang nelayan meninggal dunia, maka kondisi ekonomi keluarga yang ditinggalkan seorang tulang punggung keluarga berpeluang tidak stabil atau berpotensi menimbulkan kemiskinan baru.
"Jadi hal ini (kolaborasi Pemprov dengan BPJS) salah satu upaya untuk mengentaskan kemiskinan, dengan adanya BPJS Ketenagakerjaan bisa mengantisipasi terjadi kemiskinan baru, seiring adanya manfaat dari kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan," tegasnya.
Selain itu, manfaat lainnya tidak hanya dari sisi santunan. Tapi bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan yang mendapatkan jaminan kematian itu, turut memberikan jaminan pendidikan bagi dua orang anak dari almarhum berupa beasiswa untuk kuliah.
"Ada Rp170 juta beasiswa yang kami berikan untuk dua orang dari peserta BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal dunia, dan ini bentuk manfaat yang juga turut membantu perekonomian keluarga," tutupnya.
Untuk itu, dia melihat sudah seharusnya para nelayan memiliki jaminan kerja, karena profesi nelayan merupakan pekerja rentan.
Dikatakannya seandainya seorang nelayan bila menghadapi kondisi buruk dan mengakibatkan korban jiwa, ahli waris dari si nelayan akan tetap bisa melanjutkan hidup melalui manfaat yang diberikan dari BPJS Ketenagakerjaan.
"Saya berharap hal ini bisa dipahami oleh nelayan maupun pekerja rentan lainnya bahwa penting memiliki jaminan keselamatan kerja. Diri pribadi terlindungi, dan keluarga pun akan turut merasakan dampak manfaatnya," kata Syahrul.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, Reti Wafda menambahkan sesuai ketentuan Perda Nomor 4 tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, maka Gubernur Sumbar menjalin kesepakatan bersama dengan BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Sumbar-Riau.
Dari kesepakatan itu, Pemprov Sumbar menindaklanjuti dalam bentuk perjanjian kerjasama (PKS) dengan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Padang. Perlindungan yang diberikan kepada nelayan berupa jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKm) yang iurannya dibayarkan oleh Pemprov Sumba.
Besaran iuran yang dibayarkan itu Rp16.800 per bulan. Pada tahun 2023, sebanyak 4.109 nelayan yang tersebar pada 7 kabupaten dan kota menjadi penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Ketenagakerjaan. Para penerima bantuan iuran (PBI) ini diusulkan oleh masing-masing kabupaten/kota.
Nelayan yang diberikan jaminan sosial itu adalah mereka yang terdaftar sebagai pemegang Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan (Kusuka), termasuk kategori nelayan kecil, nelayan tradisional dan nelayan buruh yang memiliki kapal atau perahu dengan mesin di bawah 5 GT.
"Jadi iuran yang dibayarkan Pemprov Sumbar kepada BPJS Ketenagakerjaan hanya untuk 12 bulan atau 1 tahun. Kemudian pada tahun kedua dan seterusnya, diharapkan nelayan membayar iuran secara mandiri dengan menyisihkan uang sebesar Rp 16.800 setiap bulan," jelasnya.
Pada tahun 2024, Pemprov Sumbar mengalokasikan anggaran jaminan sosial ketenagakerjaan untuk 3.000 nelayan. Penerima jaminan sosial ini sedikit berkurang dibanding tahun sebelumnya. Persoalannya terkendala pada anggaran yang terbatas.
“Karena keterbatasan anggaran, tidak semua nelayan yang diusulkan Pemko dan Pemkab yang bisa diakomodir sebagai penerima jaminan sosial ketenagakerjaan ini,” katanya.
Reti berharap, Pemko dan Pemkab juga dapat mengalokasikan anggaran dari APBD masing-masing untuk memberikan asuransi atau jaminan sosial ketenagakerjaan bagi nelayan di daerahnya.
Dengan telah berjalan selama dua tahun ini, kolaborasi Pemprov Sumbar dengan BPJS Ketenagakerjaan dalam memberikan jaminan tenaga kerja dan perlindungan sosial kepada 7.000 nelayan yang tersebar di 9 kabupaten dan kota, telah memberikan manfaat kepada peserta.
Sepuluh daerah itu, Kabupaten Agam, Mentawai, Padang Pariaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan, Lima Puluh Kota, Tanah Datar, Kota Padang, dan Kota Pariaman.
"Jadi tidak hanya nelayan di laut saja. Nelayan di danau dan budidaya juga ikut mendapatkan program pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan secara gratis dari Pemprov Sumbar," tutupnya.
Dia berharap program yang serupa bisa terus berjalan dari waktu ke waktu, karena masih banyak lagi nelayan di Sumbar yang belum mendapatkan manfaat dari program pendaftaran peserta BPJS Ketenagakerjaan secara gratis hasil kolaborasi Pemprov Sumbar dengan BPJS Ketenagakerjaan.
"Total nelayan di Sumbar sekitar 50.000 orang, dan yang baru memiliki jaminan tenaga kerja 7.000 orang. Jadi masih ada sekitar 43.000 orang nelayan lagi yang perlu dijangkau dari program tersebut," ungkap Reti.