Bisnis.com, PEKANBARU — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Provinsi Riau mengirimkan surat kepada Pemerintah Provinsi Riau, yakni ke Penjabat Gubernur Riau agar bisa menindaklanjuti maraknya kehadiran pabrik kelapa sawit (PKS) mini di wilayah tersebut.
Ketua Gapki Riau Lichwan Hartono menyebutkan surat itu sudah dikirimkan dan ditujukan kepada Pj. Gubernur Riau. Di dalam surat itu pihaknya meminta agar pemprov menyikapi maraknya PKS mini yang lokasinya berdekatan dengan PKS dan perkebunan perusahaan.
"Kami melihat sudah mewabah saat ini adanya pabrik kelapa sawit (PKS) yang skala mini, polanya khusus membeli brondolan sawit aja padahal PKS mini tidak punya kebun sama sekali," ungkapnya Kamis (11/7/2024).
Dia menyebutkan kini rendemen atau kadar minyak buah sawit saat diolah di pabrik menjadi turun, akibat brondolan sawit banyak dijual ke PKS mini.
Karena itu pihaknya berharap ada perhatian dari pemprov dan pihak terkait, untuk menindaklanjuti praktik PKS mini di lapangan yang dinilai akan merugikan industri kelapa sawit secara luas.
Dari laporan sejumlah anggota Gapki juga diketahui, bahwa PKS mini banyak menerima brondolan sawit yang dicuri dari perkebunan perusahaan. Namun karena nilai buah yang dicuri tidak terlalu besar atau sekitar di bawah Rp3 juta dari setiap pelaku, biasanya akan dibebaskan dari jeratan hukum.
Baca Juga
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Syahrial Abdi menyebutkan izin pendirian PKS mini ada di Kementerian Perindustrian dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu melalui sistem OSS atau online single submission.
"Untuk PKS mini perizinannya itu ranahnya di Kementerian Perindustrian, jadi kami sama sekali tidak mengetahui perkembangan ini. Kami berkomitmen untuk menindaklanjuti masalah ini," ujarnya.
Abdi mengakui ada kebijakan dan regulasi yang berbeda antara perindustrian dengan perkebunan, namun tidak komprehensif, sehingga perlu pembahasan lebih lanjut dan harmonisasi di lapangan lewat audiensi dengan pihak-pihak terkait.
Memang dia menilai PKS mini punya tujuan untuk memajukan sektor UMKM, namun tetap harus ada tata kelola yang baik dalam operasionalnya di lapangan. Misalnya seperti membangun sebuah SPBU yang menjual BBM, harus ada aturan serta batas jarak lokasi antara satu dengan lainnya.
Kemudian sistem perizinan satu pintu lewat OSS menurutnya ada kelemahan yaitu minim partisipasi di bagian hilirnya, yang dinilai tetap memerlukan pelibatan aparatur lokal seperti pemerintah desa dan camat.
"Kalau tidak dilibatkan nantinya hanya kepentingan bisnis murni yang meraih izin, karena itu kami nilai koordinasi lintas organisasi perangkat daerah (OPD) jadi hal paling penting dalam menyikapi hal ini. Intinya pemerintah tidak melarang PKS mini, tapi tata kelolanya yang harus dibenahi agar ada keadilan," pungkasnya.