Bisnis.com, PADANG - Pemerintah Provinsi Sumatra Barat menyebutkan persoalan sampah laut menjadi salah satu konsen mengingat garis pantai mencapai sepanjang 2.299,08 km dengan luas laut teritorialnya mencapai lebih dari 3 juta hektare.
Dari keterangan Sekretaris Daerah Provinsi Sumbar Hansastri melihat luasnya garis pantai itu penting untuk menjaga lingkungan kawasan laut sehingga memberikan dampak yang baik, tidak hanya bagi biota laut tapi juga bagi perekonomian daerah.
"Cukup banyak kawasan pantai, pulau-pulau yang menjadi wisata. Melihat adanya 30% sampah alami kebocoran hingga masuk laut, makanya perlu untuk melakukan upaya menyelamatkan laut dari sampah," katanya, Jumat (12/7/2024).
Dia menyampaikan melihat data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dari total sampah di daerah itu sebesar 1.800 ton per hari dan khusus di Kota Padang 400-600 ton per hari dan dari jumlah sampah itu 30% terjadi kebocoran hingga masuk ke laut.
Sementara dari garis pantai sepanjang 2.299,08 km, dengan luas laut teritorialnya mencapai lebih dari 3 juta ha, dan bahkan memiliki kawasan konservasi perairan seluas 372.432,97 ha yang tersebar di 8 lokasi.
Selain itu, Sumbar juga memiliki 218 pulau kecil, didukung dengan potensi keanekaragaman hayati berupa ekosistem mangrove seluas 8.305,03 ha, ekosistem terumbu karang seluas 44.401,24 ha, dan berbagai keanekaragaman hayati laut lainnya seperti penyu, mamalia laut, dugong, sidat, kima, teripang, dan sebagainya.
"Jadi inilah yang menjadi konsen bersama, jangan sampai laut di Sumbar tercemar adanya sampah itu, karena ada kawasan konversasi yang perlu dijaga," sebutnya.
Hansastri menegaskan Pemprov Sumbar terus bergandengan tangan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan pihak lainnya untuk melakukan berbagai upaya menyelamatkan laut kawasan laut Sumbar dari sampah.
Terkait kerjasama KKP, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil KKP Muhammad Yusuf pada kegiatan Bulan Cinta Laut (BCL) di Padang pada Kamis (11/7) kemarin mengatakan tidak hanya Sumbar memiliki sumber daya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang sangat potensial, dan bisa memberikan dampak ekonomi.
"Indonesia ini memiliki kekayaan biodiversity yang mencakup keanekaragaman genetik, spesies, dan ekosistem. Kondisi tersebut dapat memberikan beragam manfaat sosial dan ekonomi yang mendukung kesejahteraan masyarakat," katanya.
Menurutnya seiring dengan perkembangan zaman, laut kian terus mengalami tekanan antropogenik yang dapat mengancam sumber daya alam di dalamnya.
Bahkan salah satu ancaman bagi keberlanjutan sumber daya pesisir dan laut adalah sampah laut. Dalam hal ini, pencemaran sampah laut dapat mengancam kesehatan laut yang berdampak pada kehidupan manusia.
Yusuf menegaskan Indonesia telah berkomitmen untuk mewujudkan laut yang sehat dan menargetkan untuk mengurangi sampah laut sebesar 70% sebelum 2025.
Hal tersebut sejalan dengan mandat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.
Dikatakannya untuk mewujudkan target tersebut, telah dibentuk Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKNPSL). Berdasarkan laporan dari Sekretariat TKNPSL, hasil analisis data kebocoran sampah plastik ke lautan mengalami penurunan sebesar 41,68% dari tahun 2018 sampai dengan 2023.
Kemudian hal tersebut ditindaklanjut melalui kebijakan ekonomi biru sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi laut yang berkelanjutan, dimana ada 5 program prioritas ekonomi biru.
Pertama, memperluas kawasan konservasi laut. Kedua, penangkapan ikan secara terukur berbasis kuota. Ketiga mengembangkan perikanan budidaya laut, pesisir, dan darat yang berkelanjutan. Keempat, pengelolaan dan pengawasan Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Serta kelima, penanganan sampah plastik di laut dengan pembersihan sampah laut melalui gerakan partisipasi nelayan atau bulan cinta laut.
"Kami konsen untuk menyelamatkan laut dari sampah ini. Kepada nelayan juga kami harapkan ikut berperan dalam menjaga laut dari sampah. Jika pun ada sampah, mohon ikut dibersihkan," harapnya.