Bisnis.com, MEDAN — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatra Utara (Sumut) mengusulkan kepada pemerintah untuk menguatkan bursa CPO KPBN menjadi acuan bursa CPO Indonesia ketimbang membentuk model bursa baru.
Hal ini dinyatakan Gapki Sumut menyusul batalnya peluncuran bursa CPO pada Juni lalu yang digagas Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Timbas Ginting, Ketua Gapki Sumut mengatakan bursa CPO yang dikelola selama ini oleh PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) sudah baik, terbukti harga tersebut jadi acuan bagi Bloomberg dan Reuters dalam memantau harga komoditas sawit.
“Malu juga sih, tiba-tiba bursa CPO yang digagas Kementerian Perdagangan batal diluncurkan. Kenapa nggak bursa CPO KPBN saja yang diperkuat menjadi bursa komoditas. KPBN sudah menyelenggarakan bursa CPO bagi pelaku industri sawit di Indonesia sejak 1968. Jadi reputasinya sudah sangat baik, tinggal diperkuat saja,” ujar Timbas kepada Bisnis, Selasa (19/9/2023).
Mundurnya peluncuran bursa CPO oleh pemerintah pada Juni lalu berarti, sampai saat ini acuan harga ekspor minyak sawit mentah atau CPO masih berkiblat ke Bursa Kuala Lumpur dan Rotterdam.
Timbas juga mempertanyakan alasan pemerintah yang ingin membuat bursa CPO sendiri sebagai acuan pembentukan harga. Padahal, menurutnya, Indonesia telah memiliki bursa komoditas sawit yang dikelola PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara.
Baca Juga
Menurut Timbas, pengembangan bursa CPO Indonesia ini penting, mengingat sebagai produsen terbesar kelapa sawit di dunia, dimana 59 persen dari total produksi sawit dunia ada di Indonesia, patokan harga ekspor CPO Indonesia masih mengacu pada Bursa Malaysia (MDEX) dan Bursa Rotterdam, Belanda.
BPS mencatat, Indonesia memproduksi 45,5 juta ton CPO per tahun 2022. Malaysia sendiri hanya memproduksi 19,3 juta ton sawit per tahun, atau sekitar 25 persen dari produksi dunia. Data BPS pada tahun 2022 juga menyebut, Indonesia mengekspor CPO dan produk turunannya sebanyak 25,01 juta ton.
Dengan memiliki bursa komoditas, kata Ketua Gapki Sumut itu, Indonesia bisa membentuk dan memiliki acuan harganya sendiri atas dasar permintaan dan penawaran yang terjadi. Keuntungan lainnya, keberadaan Bursa CPO dapat pula mempengaruhi harga beli Tandan Buah Segar (TBS) dari petani.
Sebagai informasi, awalnya pemerintah melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan RI menargetkan akan meluncurkan Bursa CPO Indonesia pada Juni 2023.
Hingga saat ini, target untuk menjadikan Indonesia sebagai barometer sawit dunia tersebut masih belum bisa direalisasikan lantaran pengembangannya membutuhkan kajian mendalam. Termasuk mempertimbangkan dampak keberadaan Bursa CPO tersebut terhadap kebijakan domestic market obligation (DMO) dan eksportir.
Adapun terkait usulan menjadikan KPBN sebagai bursa resmi ekspor CPO Indonesia, KPBN sendiri disebut telah memiliki persyaratan, antara lain telah berhasil mempertemukan penjual dan pembelinya dalam sebuah platform perdagangan yang lebih adil.
Selain itu, KPBN juga telah berkolaborasi dengan Reuters dan Bloomberg untuk menampilkan harga yang terbentuk dari Bursa Komoditi KPBN dalam platform kedua media internasional tersebut, bersandingan dengan bursa yang lain, sehingga memungkinkan untuk diakses secara global. (K68)