Bisnis.com, BATAM - Kalangan pebisnis di Kepulauan Riau (Kepri) menilai tindakan represif aparat kepada warga Pulau Rempang yang menolak relokasi, Kamis (8/9/2023) terlalu berlebihan. Mereka meminta cara pendekatan yang lebih humanis dan mengedepankan musyawarah.
"Saran dari saya lebih baik Badan Pengusahaan (BP) Batam mengevaluasi cara-cara penyelesaian polemik tersebut. Kasih panggung dan ruang ke warga tempatan, agar mereka dapat hidup layak dan perekonomiannya terjamin," kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepri, Achmad Makruf Maulana di Batam, Jumat (8/9/2023).
Dia menegaskan Kadin Kepri mendukung investasi, tapi kepentingan rakyat juga harus diakomodir.
"Saya prihatin cara-cara penyelesaian dengan kekerasan. Karena sejatinya, lahan (Batam) memang dikuasai negara, tapi dipergunakan untuk kemaslahatan warga setempat," paparnya.
Sementara itu, akademisi dari Universitas Internasional Batam (UIB), Suyono Saputro mengatakan pengembangan Pulau Rempang juga harus bisa mengintegrasikan kawasan industri dengan pemukiman warga tempatan.
"Jumlah warga di Rempang sekitar 10 ribu, dibuat saja cluster area kampung tua dengan alokasi lahan 5-10 hektar, yang kemudian disulap jadi kampung wisata. Jadi tidak perlu relokasi. Ketika nanti di tengah area eco-city ada area wisata kampung tua, itu keren," ungkapnya.
Baca Juga
Solusi yang ditawarkan BP Batam saat ini dianggap tidak tepat sasaran. Pasalnya tanggal 28 September mendatang pulau tersebut harus dikosongkan, sementara rumah yang dijanjikan di Pulau Galang malah belum terbangun sama sekali.
"Coba bangun dulu huniannya baru relokasi, sambil dilakukan sosialisasi bertahap. Dan di area relokasi dibangun lokasi penampungan sementara, misal bangun tenda besar," ucapnya.
Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait mengatakan saat ini pihaknya masih berupaya untuk melakukan pengukuran kawasan hutan di Rempang.
Pihaknya terpaksa meminta bantuan kepada Tim Terpadu Kota Batam karena adanya pemblokiran jalan dan sweping yang dilakukan oleh warga di Jembatan 4 dan Dapur 6.
"Sebelum melaksanakan kegiatan pengukuran ini, kita sudah melakukan berbagai tahapan sosialisasi oleh tim kecil yang masuk ke masyarakat maupun dari Tim Terpadu. Namun warga tetap melakukan pemblokiran jalan, sehingga terpaksa melibatkan tim terpadu untuk menjalankan proyek strategis nasional ini," ujarnya.
Untuk itu, dia mengimbau kepada masyarakat agar tidak melanggar aturan yang tentunya dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Pelepasan tembakan gas air mata ini tidak akan terjadi, jika masyarakat mengizinkan tim untuk melakukan pengukuran.
"Kami berharap masyarakat tidak terprovokasi dengan isu yang berkembang. Kegiatan ini kami pastikan sudah melalui tahapan sosialisasi sebelumnya kepada warga," imbuhnya.