Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

2 Kendala Ini Persulit Petani Sawit Riau Jalankan Replanting

Para petani sawit di Provinsi Riau menyatakan masih ada kendala yang mesti dihadapi dalam proses pengajuan program replanting kepada pemerintah.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, PEKANBARU -- Para petani sawit di Provinsi Riau menyatakan masih ada kendala yang mesti dihadapi dalam proses pengajuan program replanting atau Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) kepada pemerintah.

Ketua Percepatan PSR Apkasindo Riau Eko Jaya Siallagan menyebutkan kendala utama yang masih belum terselesaikan adalah kebun sawit petani yang masuk dalam kawasan hutan.

"Ini kendala pertama dan utama yaitu kebun sawit petani yang masuk kawasan hutan, meskipun sempat dijanjikan adanya pemutihan lewat hadirnya UU Cipta Kerja tapi sampai sekarang belum juga ada yang selesai masalah ini, yang ada hanya proses pendataan saja," ujarnya, Selasa (15/8/2023).

Kemudian masalah kedua, mulai tahun ini ada aturan tambahan dari pemerintah pusat khususnya dari Kementerian ATR/BPN, yaitu petani yang ingin mengajukan PSR harus mengajukan surat bebas tumpang tindih lahan kebun sawitnya dengan HGU perusahaan.

Dulunya sebelum ada regulasi baru, petani hanya mengajukan peta kebun serta dokumen pendukung berupa profil petani sawit tersebut. Namun kini harus dilengkapi dengan pengajuan peta berkoordinat, yang hanya dapat dikeluarkan oleh konsultan pemetaan berlisensi.

Untuk mendapatkan dokumen peta berkoordinat itu, petani harus mengeluarkan uang untuk membayar konsultan berlisensi, yang biayanya mencapai Rp200.000-Rp250.000 per hektare, atau bervariasi. Dimana 1 petani per KTP dapat mengajukan maksimal program PSR mencapai 4 hektare. Dengan hitungan tersebut, tiap petani mesti merogoh kocek Rp800.000 - Rp1juta untuk membayar konsultan pemetaan berlisensi.

Dia mengakui aturan baru ini tentu saja memberatkan petani swadaya, dimana untuk proses peremajaan sawit akan mengeluarkan biaya besar ditambah lagi proses pengajuan di depan yang sudah mesti membayar beragam biaya tersebut.

"Kami sempat sampaikan keberatan terkait aturan ini dalam FGD program replanting, tapi alasan Kementerian ATR/BPN adalah pemerintah mengutamakan prinsip kehati-hatian dan supaya betul-betul tidak menjadi masalah kedepannya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arif Gunawan
Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper