Bisnis.com, BATAM - Sebanyak 5.853 koli pakaian bekas senilai Rp17,4 miliar dimusnahkan Direktorat Jenderal Bea Cukai dengan cara dibakar di PT Desa Air Cargo, Kabil, Nongsa Batam, Senin (3/4/2023).
Dirjen Bea Cukai, Askolani mengatakan barang-barang tersebut merupakan hasil penindakan kepabeanan dan cukai sejak 2018 hingga 2022. "Total berat barang dari 5.853 koli ini seberat 122,06 ton," kata Askolani.
Pembakaran dilakukan dengan menggunakan alat incinerator, yang kemudian dihancurkan dengan mesin penghancur. Pemusnahan ratusan ton pakaian bekas ini dilakukan secara bertahap selama dua minggu.
"Pemusnahan merupakan salah satu cara pengelolaan barang yang menjadi milik negara (BMMN) dengan tujuan untuk menghilangkan wujud awal dan sifat hakiki suatu barang. Ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 178/PMK.04/2019," ujarnya.
Ia melanjutkan bahwa pemusnahan merupakan arahan dari Presiden Jokowi terkait penanganan peredaran pakaian bekas ilegal impor yang mengganggu industri tekstil dalam negeri.
"Kami berharap dengan pemusnahan ini dapat mencegah efek negatif yang ditimbulkan oleh barang bekas impor," ungkapnya.
Baca Juga
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 178/PMK/04/2019 menyebutkan bahwa pemusnahan dapat dilaksanakan apabila BMMN tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan tidak dapat dihibahkan, tidak mempunyai nilai ekonomis, dilarang diekspor atau diimpor, dan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dimusnahkan.
Pakaian bekas, sepatu bekas dan tas bekas merupakan barang larangan impor yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Permendag Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Batam memang menjadi rute favorit penyelundup barang-barang bekas. Hal tersebut diakui Askolani, yang menyatakan BC berupaya tetap konsisten dalam mengawasi,
"Tapi harus diakui bahwa wilayah Indonesia sangat luas, membuat masuknya barang ilegal sangat mudah masuk melalui pelabuhan tikus. Ada juga yang masuk melalui pelabuhan besar dan perbatasan karena terbatasnya jumlah penegak hukum. Kadang-kadang mereka masuk tengah malam saat kita tidak mengawasi. Jadi itulah kenyataan di lapangan yang selalu dihadapi," pungkasnya. (K65)