Bisnis.com, MEDAN-Mahalnya harga gabah dari petani dinilai menjadi salah satu penyebab kenaikan harga beras di pasar dan menyebabkan naiknya angka inflasi daerah.
Beberapa faktor yang menjadi pemicu antara lain biaya operasional petani dan tingginya harga serta ketersediaan pupuk subsidi yang sulit didapat.
Direktur Utama PT Dhirga Surya Sumatera Utara Isfan menyebut dari sisi operasional, petani yang kini menggunakan mesin tentu bergantung pada bahan bakar minyak jenis solar, padahal lokasi pengisiannya cukup jauh di perdesaan. Lain lagi persoalan tidak diizinkannya pembelian menggunakan jerigen atau drum.
"Kemudian permasalahan pupuk, yang kita lihat petani itu justru mengurangi pemakaian pupuknya. Karena mereka sudah sulit mendapatkan pupuk yang bersubsidi. Nah makanya kita coba beralih kepada pupuk organik," ujar Isfan kepada Bisnis, Rabu (15/2/2023).
Sistem penerapannya disebut Isfan tidak bisa dilakukan secara simultan, melainkan dengan terus-menerus dan dalam skala yang besar. Terlebih dengan masa tanam petani yang hanya 3 kali dalam setahun, sosialisasi penggunaan pupuk organik harus dilakukan secara masif.
Ia mengatakan bahwa dengan kondisi harga gabah dan beras saat ini, selain dengan menekan biaya produksi, tidak ada yang dapat dilakukan.
"Kita naikkan harga beras, inflasi kota naik. Tapi kalau kita turunkan harga gabah, inflasi di daerah/desa (naik), efeknya di petani. Kalau kita sih menyarankan bagaimana tim penyuluh dan tim ketahanan pangan itu bisa memaksimalkan diri untuk bisa bergerak ke bawah," lanjut Isfan.
Karena jika nantinya tidak ada masyarakat yang mau bertani lagi, dampak terburuknya adalah ketergantungan negara terhadap impor.
Sementara Indonesia sebagai negara agraris kaya akan hasil pangan yang disebutnya sebagai salah satu penyelamat kondisi perekonomian negara di tengah krisis akibat pandemi Covid-19.
"Tapi kalau ke depan kita tidak menjaga salah satu itu, pertanian kita ya, kalau terjadi sesuatu seperti yang lalu (pandemi), kita ya tidak akan mampu melawannya lagi," sambungnya.
Hari ini (15/2) harga beli gabah sebesar Rp1.650 per kilogram (kg) dengan harga jual besar yang diecer oleh Dhirga Surya sebesar Rp12.500 per kg untuk beras kualitas super.
Saat ini, lanjut Isfan, target yang dikerjarkan adalah bagaimana mengurangi biaya produksi. Meski yang disegetakan adalah pengurangan biaya produksi dengan menggunakan pupuk organik, namun bukan berarti juga memfokuskan ke pembuatan sertifikasi untuk standarisasi organik.
"Yang penting menekan harga, sehingga dengan menggunakan pupuk organik produksi petani tidak turun, biaya yang turun. Nanti akan kita rumuskan pola organiknya. Karena organik yang murni organik, itu kan banyak sektornya dan jadi mahal," sambung Isfan lagi.
Dhirga Surya dan Pemerintah Provinsi Sumut saat ini tengah melakukan sampling penerapan pupuk organik ke beberapa kelompok tani yang ada di Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Toba, Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Asahan.
"Di musim tanam berikutnya pola itu yang mulai diterapkan penggunaan pupuk organiknya. Di bulan Juni. Sekitar 100-150 hektare yang kita bina. Untuk sekarang kalau kita lihat hasil sampling dari yang menggunakan pupuk organik itu, angka (produksinya) itu biasa melebihi," pungkas Isfan.