Bisnis.com, PEKANBARU -- Dinas Perkebunan Provinsi Riau menyatakan pihaknya bakal menjatuhkan sanksi kepada pabrik kelapa sawit (PKS) apabila membeli sawit petani di bawah harga acuan yang telah ditetapkan setiap pekan.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Disbun Riau Defris Hatmaja menjelaskan Gubernur Riau telah menginstruksikan Dinas Perkebunan Provinsi Riau untuk bekerjasama dengan Dinas Perkebunan Kab/Kota dalam pengawasan harga ke semua PKS se-Riau yang membeli harga TBS petani jauh dari batas harga wajar.
"Anjloknya harga sawit saat ini telah mendorong Kementerian Pertanian (Kementan) dan Gubernur Riau untuk menerbitkan surat edaran bagi PKS dan memperingatkan pihak-pihak terkait anjloknya harga TBS sawit petani," ujarnya, Selasa (10/5/2022).
Menurutnya jika setelah dilakukan pengawasan tersebut, tetapi PKS masih membeli harga TBS petani di bawah harga yang ditetapkan, pabrik tersebut akan diberikan sanksi mulai dari peringatan sampai dengan usulan pencabutan izin usaha, sesuai yang diatur oleh regulasi dan aturan yang berlaku.
Sementara itu Badan Pusat Statistik Provinsi Riau mencatat struktur PDRB menurut lapangan usaha dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan termasuk di dalamnya perkebunan kelapa sawit mencapai 25,85 persen atau terbesar kedua setelah industri pengolahan yang sebesar 27,54 persen.
Kepala BPS Riau Misfaruddin mengatakan berdasarkan harga berlaku, PDRB Riau dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan I/2022 mencapai Rp62,44 triliun atau naik dari periode sama tahun lalu yang senilai Rp54,27 triliun.
"Sementara jika dilihat dari nilai ekspornya, produk lemak dan minyak hewan nabati memberikan kontribusi terbesar untuk kinerja ekspor non migas di periode Januari-Maret 2022 sebesar 60,21 persen," ujarnya.
Untuk nilai ekspor komoditas minyak nabati tersebut di periode triwulan I/2022 mencapai US$2,96 miliar atau naik dari posisi sama tahun lalu yang senilai US$2,46 miliar.
Sebelumnya Petani sawit di Provinsi Riau meminta kepada pemerintah agar kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ke luar negeri bisa segera dicabut, agar harga beli sawit petani bisa kembali membaik.
Sekretaris Apkasindo Riau Djono Albar Burhan mengatakan saat ini harga rata-rata sawit yang diterima petani dari pabrik masih sama dengan kondisi sebelum Lebaran atau akhir April 2022 lalu, yaitu di harga Rp2.100 sampai Rp2.300 per kg.
"Harga jual sawit petani di Riau masih belum pulih ke kondisi sebelum larangan ekspor, masih jauh dari harga sebelumnya yang bisa Rp3.800 per kg. Karena itu kami minta larangan ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng ini dicabut oleh pemerintah," ujarnya.
Dia mengakui hanya itu satu-satunya solusi agar harga jual sawit yang diterima petani bisa kembali membaik, seiring dengan masih tingginya harga CPO di pasar dunia.
Menurutnya saat ini petani sawit harus menanggung kerugian akibat harga jual sawit yang rendah, dan bahkan dinilai hanya bisa menahan kondisi tersebut dalam sepekan kedepan.
Karena apabila harga jual bertahan di angka rendah seperti saat ini, petani sawit disebut tidak mampu membeli pupuk untuk menjaga produktivitas hasil sawit kedepannya, karena memang harga pupuk juga masih tinggi.
"Untuk harga pupuk tidak ikut turun di saat harga sawit sedang turun, dan pupuk masih dijual dengan harga lama, misalnya NPK tahun lalu masih Rp450.000, sekarang sudah Rp700.000, kemudian pupuk urea yang tahun lalu Rp300.000, sekarang sudah Rp600.000," ujarnya.
Dia menyebutkan apabila kondisi harga rendah tidak bisa diselesaikan pemerintah, akan berdampak pada turunnya produktivitas sawit petani rakyat di tahun depan, yang tentu berimbas terhadap aktivitas pengolahan kelapa sawit di Provinsi Riau dan nasional.
Setelah keluarnya pelarangan ekspor sawit oleh Presiden Jokowi pada akhir pekan lalu, dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat khususnya petani kelapa sawit.
Sebelumnya Gubernur Riau Syamsuar mengatakan saat ini terjadi penumpukan truk pembawa sawit hasil petani akibat pelarangan ekspor sawit.
Menurutnya kondisi penumpukan truk sawit ini tentu menyulitkan bagi para petani karena sudah mendekati Lebaran yang tinggal sepekan lagi, dimana semua orang membutuhkan uang belanja.
Karena itu pihaknya berharap agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan di tengah masyarakat akibat kondisi tersebut.
"Kami juga harap ada kebijakan nasional yang tidak mengganggu petani sawit, dan menjadi solusi agar semua produksi sawit bisa diterima kembali oleh pabrik yang ada di Riau, karena memang apabila buah sawit ada banyak menyebabkan pabrik tidak bisa menerima dan menampung akibat tidak sesuai dengan kapasitas daya tampungnya."