Bisnis.com, PEKANBARU — Salah satu kasus kelangkaan minyak goreng curah yang menyulitkan masyarakat dilaporkan dari Rokan Hilir, Riau.
Kabid Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Rohil, Delta Norantika menjelaskan sebelum adanya aturan minyak goreng curah mulai Maret 2022 lalu, daerah itu tidak pernah mengalami kelangkaan migor curah.
"Kami di Rohil posisinya strategis di perbatasan Sumut dan Dumai. Selalu mendapatkan stok minyak goreng dengan mudah. Tapi sejak aturan HET subsidi migor curah diberlakukan kami sangat kesulitan mendapatkan stok dan distributor besar di tempat kami namanya Usaha Baru, itu mengeluhkan sulitnya pembelian minyak subsidi ini," ujarnya Selasa (12/4/2022).
Misalnya setiap pemesanan di batasi maksimal 30 ton namun pada pengajuannya harus melaporkan NIB dan NPWP dari pengecer dengan maksimal 10 kg tiap pengecernya.
Akibatnya distributor itu mengatakan kepada Pemda Rohil bahwa aturan ini sangat menyulitkan pihaknya dan malah menjadi terancam karena ada risiko ditangkap aparat apabila ada kesalahan.
Sehingga distributor di daerah itu kini lebih memilih untuk menjual minyak kemasan saja dan sudah tidak lagi menjual minyak goreng curah kepada masyarakat.
Baca Juga
"Artinya kondisi ini merugikan masyarakat kecil termasuk pedagang UMKM. Warga yang biasanya membeli 5.000 karena butuhnya sedikit mengeluh kenapa harus membeli seliter dan pedagang juga sekarang kesulitan untuk mendapatkan karena minyak curah menjadi langka," ujarnya.
Sementara itu Asisten II Setdaprov Riau M. Job Kurniawan menjelaskan memang terjadi keterlambatan distribusi minyak goreng curah subsidi ini, seperti di Dumai yang mengakibatkan stoknya tidak ada dan langka, sedangkan yang tersedia hanya minyak kemasan sederhana dan minyak premium.
"Hasil evaluasi bersama Dirjen Logistik Kemenperin diketahui adanya sistem nasional yaitu Simirah atau sistem informasi minyak goreng curah di Kemenperin, yang harus mewajibkan distributor mendaftar untuk melakukan pemesanan sebelum dilakukannya distribusi hingga ke tingkat pengecer," ujarnya.
Sistem ini membuat distributor kesulitan melakukan input informasi karena wajib melampirkan masalah pajak dan administrasi terkait, sehingga menjadi penyebab lambatnya distribusi ke pasaran.
Kondisi ini memicu rendahnya realisasi distribusi minyak curah subsidi dari kuota 2.000 ton untuk Riau setiap pekannya dan paling tinggi bulan ini diperkirakan hanya mencapai 600 ton, dari total kuota mencapai 8.000 ton lebih.
"Jadi masalah ini coba digarisbawahi dulu untuk diperhatikan kabupaten kota agar distributor bisa mengajukan distribusi ke masing-masing wilayahnya, dan masukan kami juga bagi Kemenperin terkait Simirah Online ini agar dijelaskan perusahaan mana saja yang sudah pesan kuota dan untuk daerah mana dikirimkannya."