Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Strategi Jitu STAA di Tengah Kenaikan Tarif Pungutan Ekspor CPO

PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA) saat ini memprioritaskan penjualan minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di kancah domestik.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, MEDAN - PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA) saat ini memprioritaskan penjualan minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di kancah domestik.

Secara tidak langsung, strategi perusahaan juga membawa berkah tersendiri di tengah kebijakan baru tarif pungutan ekspor CPO dan produk turunannya.

Seperti diketahui, pemerintah resmi menaikkan pungutan ekspor terhadap jenis komoditas tersebut sejak beberapa hari lalu.

Menurut Corporate Secretary STAA Juliani Chandra, sepanjang 2022 ini perseroan belum melakukan ekspor CPO. Fokuskan pada penjualan domestik disebabkan peluang meraup benefit lebih tinggi.

"Untuk tahun ini, kita belum melakukan ekspor untuk produk CPO karena harga tender CPO domestik memberi margin yang lebih besar dibandingkan harga export net," kata Juliani kepada Bisnis, Selasa (22/3/2022).

Menurut Juliani, kenaikan tarif pungutan ekspor bakal berdampak terhadap harga CPO global. Namun dampak itu, sejauh ini, tidak siginifikan bagi STAA.

"Sangat minimal dikarenakan harga tender CPO masih lebih tinggi dibandingkan periode 2021," katanya.

Strategi STAA terhadap pemanfaatan dana segar yang diraup dari Initial Public Offering (IPO) secara tidak langsung juga jurus jitu mengantisipasi kebijakan spontan tarif pungutan ekspor CPO baru-baru ini.

STAA akan memaksimalkan dana IPO tersebut untuk pengembangan industri hilir. Selain itu, perusahaan juga menekankan peningkatan yield tanaman dan efisiensi beban operasional, harapannya margin akan tetap terjaga.

Lebih lanjut, Juliani mengatakan bahwa perseroan mendukung penuh kebijakan pemerintah memprioritaskan kebutuhan CPO dalam negeri.

"Rencana penggunaan dana IPO untuk perkembangan industri hilir sudah mengantisipasi kebijakan pemerintah yang lebih menekankan hilirisasi produk kelapa sawit, dimana kebijakan pungutan ekspor atas produk industri hulu lebih tinggi dibandingkan produk industri hilir," kata Juliani.

Selama ini, STAA mengekspor produk turunan Palm Kernel (PK) berupa Palm Kernel Expeller (PKE) atau Palm Kernel Meal (PKM). Produk itu diekspor ke China, Korea dan Arab Saudi.

Di samping itu, STAA juga menggunakan sebagian dana IPO untuk membangun refinery sehingga nantinya akan turut memproduksi produk turunan CPO. Pembangunan refinery atau pabrik pemurnian tersebut ditargetkan tuntas pada Oktober 2023.

Pada 2021 lalu, STAA memproduksi CPO sebanyak 383.934 ton. Dari total produksi tersebut, hanya 18 persen atau sekitar 70.500 ton CPO diekspor ke luar negeri. Selebihnya dijual domestik.

Pada tahun ini, STAA menargetkan peningkatan produksi hingga 12 persen. Untuk CPO, perseroan berharap mampu memproduksi hingga 430.000 ton.

Sejak Kamis (17/3/2022) lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menaikkan batas atas dan batas bawah pungutan ekspor CPO dan produk turunannya.

Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/PMK.05/2022 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"Bahwa Menteri Koordinator Bidang Perekonomian telah menyampaikan hasil kesepakatan dan keputusan rapat Komite Pengarah pada 15 Maret 2022 yang antara lain berupa usulan kepada Menteri Keuangan untuk melakukan perubahan tarif layanan BPDPKS," petikan peraturan tersebut.

Sesuai kebijakan baru pemerintah, batas atas harga CPO yang sebelumnya US$1.000 per ton kini menjadi US$1.500 per ton. Dengan aturan baru itu, tarif maksimal pungutan ekspor CPO dan produk turunannya meningkat jadi US$375 per ton. Sedangkan sebelumnya US$355 per ton. Tarif pungutan ekspor akan naik US$20 per ton setiap kenaikan harga CPO sebesar US$50 per ton.

Sementara itu, tarif batas bawah ditetapkan seharga US$55 per ton saat harga CPO di bawah atau sama dengan US$750 per ton. Tarif itu akan terus bertambah US$20 setiap kenaikan harga CPO US$50 hingga menyentuh batas atas pungutan, yakni US$1.500 per ton.

Kebijakan baru pungutan ekspor CPO dan produk turunannya ini tak lepas dari upaya pemerintah untuk menekan harga serta menstabilkan ketersediaan produk minyak goreng dalam negeri.

Kebijakan tarif pungutan ekspor teranyar ini juga sekaligus menghentikan aturan Domestic Market Obligation (DMO) dan Market Price Obligation (DPO) bahan baku minyak goreng.

"Dengan harga hari ini yang tadinya pungutan ekspor dan bea keluar jumlahnya US$375 per ton, sekarang ini ditambah lagi US$300 per ton menjadi US$675 per ton," ujar Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat meninjau ketersediaan bahan pokok di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis (17/3/2022).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper