Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Truk ODOL di Riau, Razia Kendaraan Bukan Solusi

Direktur Eksekutif Kadin Riau Kholis Romli menjelaskan upaya razian ini bahkan bisa menimbulkan masalah baru jika pemerintah pusat atau lintas kementerian terkait serta pemda, tidak mewujudkan kebijakan terpadu terkait kendaraan ODOL.
Truk sarat muatan atau over dimension over load (ODOL) melintas di jalan Tol Jagorawi, Jakarta, Selasa (14/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Truk sarat muatan atau over dimension over load (ODOL) melintas di jalan Tol Jagorawi, Jakarta, Selasa (14/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, PEKANBARU-- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riau menilai razia kendaraan over dimension over load (ODOL) atau truk kelebihan ukuran dan muatan, tidak akan menyelesaikan masalah.

Direktur Eksekutif Kadin Riau Kholis Romli menjelaskan upaya razian ini bahkan bisa menimbulkan masalah baru jika pemerintah pusat atau lintas kementerian terkait serta pemda, tidak mewujudkan kebijakan terpadu terkait kendaraan ODOL.

"Kadin menyarankan agar pelaksanaan regulasi ODOL ini jangan dipaksakan, karena hanya akan menciptakan situasi kontraproduktif di tengah usaha pemerintah meningkatkan pertumbuhan sektor ekonomi. Karena itu kebijakan zero ODOL perlu memenuhi beberapa kondisi," ujarnya Minggu (20/3/2022).

Dia menjelaskan kondisi dimaksud yaitu kebijakan zero ODOL yang akan dijalankan nantinya melibatkan kerja sama dengan segenap stakeholder baik pemerintah pusat, pemda, asosiasi bisnis dan lainnya.

Kemudian regulasi ODOL yang prosesnya sudah sesuai aturan, harus dijalankan secara konsisten termasuk apabila ada stimulus reward and punishment bagi para pelakunya.

Dia mengakui Kadin sangat konsen dan mendukung tujuan regulasi terkait ODOL ini, karena sebenarnya Kadin sudah lama terlibat menjembatani FGD antara Ditjen Hubdar, Dishub, dengan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) untuk mencari solusi bagi berjalannya permenhub tentang ODOL ini.

Bahkan secara nasional, acara FGD sejenis sudah sering dilakukan oleh Kemenhub juga, yang dihadiri perwakilan dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) seluruh Indonesia, Organisasi Angkutan Darat (Organda), Asosiasi Angkutan Barang, dan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), dimana Asosiasi Pengusaha di sektor ini juga anggota Kadin.

Kholis memaparkan stakeholder pengusaha yang terlibat dalam bisnis angkutan terkait aturan ODOL ini adalah, pertama user atau pemilik barang yang biasanya perusahaan produsen, dimana dalam konteks Riau semisal produsen CPO, perusahaan pulp dan kertas, atau produsen material bangunan, dan sebagainya.

Kedua adalah transporter atau pengusaha penyedia unit angkutan barang, seperti truk. Lalu ketiga, adalah karoseri yang berperan memodifikasi dimensi angkutan truk.

"Memang, sebenarnya pihak transporter tidak berkeberatan bahkan senang jika regulasi ODOL ini berjalan karena akan memperpanjang usia produktif unit truknya. Namun keberadaan transporter ini bergantung kepada tarif yg disanggupi oleh user yaitu pemilik atau produsen barang," ujarnya.

Sementara dia menilai jika ditanya ke user atau pemilik barang, pasti akan keberatan jika tidak ada stimulus dari pemerintah. Karena kebijakan zero ODOL akan menaikkan cost of production atau biaya distribusi barang sehingga akan melemahkan daya saing produk terutama selama masa pandemi ini.

Pihaknya juga menyarankan kepada Kemenhub, untuk mesti berkoordinasi dan kerjasama tidak hanya dengan Polri namun juga dengan kementerian terkait dalam rangka menyiapkan regulasi atau kebijakan terpadu yang adil dan konsisten dijalankan, sehingga akan dipatuhi oleh stakeholder terkait.

Sebelumnya rencana pemerintah untuk menerapkan zero ODOL atau over dimension over load bagi kendaraan angkutan barang, dinilai memberatkan pengusaha angkutan karena belum adanya aturan pendukung dalam penerapan tarif jasa angkutan.

Ketuu Organda Riau Muhammad Nasir menjelaskan memang aturan zero ODOL bagi angkutan barang atau truk itu bagus untuk ketahanan jalan yang ada di Indonesia.

Ketentuan zero ODOL ini mengacu kepada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 169 menyebutkan bahwa pengemudi dan/atau perusahaan angkutan umum barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan, dan kelas jalan. Kemudian PP Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.

"Memang aturannya bagus agar jalan tidak mudah rusak cuma kami agak keberatan melaksanakan karena sampai saat ini tarif angkutan barang masih belum jelas berapa dasar penetapannya, jadi hanya kesepakatan suka sama suka saja," ujarnya.

Dia mencontohkan ada pemilik barang yang ingin mengirim ke luar kota menghubungi anggota Organda, lalu menanyakan dengan barang sebanyak ini dan uang kirim senilai ini, lalu diputuskan mau bawa atau tidak. Hasilnya mau tidak mau tentu anggota akan mengambilnya di tengah situasi ekonomi yang masih sulit akibat dampak pandemi.

Lalu dari kondisi itu dimana tarif yang diberlakukan tidak standar, akhirnya pengusaha truk tetap mengantarkan barang pesanan meskipun biaya yang dibayarkan tidak memadai. Dengan konsekuensi barang yang dibawa harus muat dalam sekali jalan agar bisa mengimbangi tarif yang tidak sesuai tapi sudah terlanjur disepakati.

"Misalnya biasanya satu truk bisa membawa 10 ton dengan tarif senilai ini, tapi karena kondisi sulit dan permintaan dari konsumen membawa barang 20 ton akhirnya tetap angkutan berjalan dengan tarif yang sudah disetujui, dan bebannya dua kali lipat dari sebelumnya ini yang menimbulkan truk ODOL di perjalanan," ujarnya.

Dia meminta agar pemerintah mengatur besaran tarif angkutan barang ini, sehingga anggota Organda bisa memberikan tarif resmi terhadap para pemilik barang yang menggunakan jasa angkutan truk.

Kemudian pihaknya juga keberatan apabila dari sejumlah razia aparat gabungan di lapangan, dan truk ODOL kemudian dipotong. Dia menilai keputusan itu merugikan pengusaha angkutan truk karena harus menanggung kerusakan truk.

"Kami harapkan ada solusi bersama dan tidak harus memotong truk. Kami menilai kebijakan potong truk ini belum tepat," ujarnya.

Sebelumnya dari catatan Bisnis, sepanjang 2021 lalu Dinas Perhubungan Provinsi Riau melakukan telah menilang 1.683 kendaraan berjenis truk dari razia kendaraan di kabupaten dan kota. Dari ribuan kendaraan tersebut, masih didominasi kendaraan yang Over Dimensi Over Load (ODOL).

Kepala Dinas Perhubungan Riau, Andi Yanto mengatakan kegiatan razia kendaraan tersebut dilaksanakan di delapan kabupaten/kota di Riau yang disinyalir banyak dilintasi kendaraan besar dan juga ODOL.

"Hasilnya ada 1.683 kendaraan yang terjaring razia. Kebanyakan diantara kendaraan tersebut adalah yang tergolong pada kendaraan ODOL sebanyak 766 unit," ujarnya.

Dia menjelaskan beberapa daerah yang dilaksanakan razia gabungan yakni di Kabupaten Indragiri Hulu dengan total kendaraan yang ditilang sebanyak 191 unit. Kemudian Kabupaten Kampar 145 unit, Kota Dumai 318 unit.

Selanjutnya juga dilaksanakan kegiatan penertiban di Kabupaten Kuantan Singingi dan berhasil menindak 189 unit kendaraan, Rokan Hilir 415 kendaraan, Rokan Hulu 224 kendaraan, Siak 178 kendaraan dan Indragiri Hilir 24 unit kendaraan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arif Gunawan
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper