Bisnis.com, MEDAN - Pada 2021, luas panen padi di Sumatra Utara tercatat sekitar 385,40 ribu hektare. Luas ini terhitung lebih kecil jika dibanding 2020 lalu.
Saat itu, luas panen mencapai 388,59 ribu hektare sehingga penurunannya seluas 3.186 hektare atau 0,82 persen.
Penurunan luas panen berimbas pada sisi produksi padi. Pada 2021, produksi padi Sumatra Utara tercatat sebanyak 2 juta ton gabah kering giling (GKG). Jumlah ini menurun 36,36 ribu ton GKG atau 1,78 persen dibanding 2020 yang mampu memproduksi 2,04 juta ton GKG.
Jika dikonversikan, produksi padi sebanyak 2 juta ton GKG tersebut setara dengan 1,15 juta ton beras yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan penduduk Sumatra Utara. Produksi ini menurun 20,86 ribu ton atau 1,78 persen dibanding 2020 yang mencapai 1,17 juta ton beras.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatra Utara Nurul Hasanudin, penurunan luas panen padi Sumatra Utara masih di bawah rata-rata penurunan nasional.
"Jadi total luas panen padi kita tercatat seluas 385,40 ribu hektare. Kalau tadi untuk nasional tercatat 10,41 juta hektare, turun 2,30 persen. Sementara untuk di Sumatra Utara ini turun sebesar 0,82 persen. Artinya ada penurunan, tapi tidak sebesar yang terjadi secara nasional," ujar Nurul, Rabu (2/3/2022).
Dalam menghitung luas panen padi, BPS menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA). KSA memanfaatkan teknologi citra satelit yang berasal dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Data itu diolah Badan Informasi dan Geospasial (BIG) untuk melakukan delineasi peta lahan baku sawah yang divalidasi dan ditetapkan oleh Kementerian ATR/BPN.
Berdasarkan hasil survei KSA, puncak panen padi di Sumatra Utara pada 2021 lalu tidak mengalami pergeseran dibanding 2020.
Pada 2021, puncak panen terjadi pada Bulan Februari, luasnya mencapai 63,05 ribu hektare dan menghasilkan 0,32 juta ton GKG. Begitu juga dengan 2020. Puncak panen terjadi pada Bulan Februari, namun luasnya hanya 56,51 ribu hektare.
Jika produksi tertinggi 2021 terjadi pada Bulan Februari, maka produksi terendah terjadi pada Bulan Desember. Yaitu hanya berjumlah 0,09 juta ton GKG.
Menurut Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Pemprov Sumatra Utara Naslindo Sirait, penurunan luas panen padi pada 2021 lalu mesti dibahas lebih dalam. Khususnya mengenai faktor yang menyebabkannya.
"Apakah penurunan ini karena ada kegagalan panen? Atau rusaknya infrastruktur pendukung pertanian padi seperti rusaknya irigasi ataupun bendungan sehingga berakibat luas panen berkurang?" kata Naslindo.
Naslindo mengatakan, penurunan luas panen juga bisa disebabkan oleh berbagai faktor lainnya. Seperti alih fungsi lahan pertanian untuk permukiman, industri, atau pembangunan infrastruktur.
Menurut Naslindo, pemetaan penting dilakukan untuk membentuk kawasan pangan berkelanjutan maupun cadangannya di Sumatra Utara.
Hasil pemetaan nantinya harus diakomodir dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), kemudian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).
"Tetapi yang lebih penting adalah bagaimana menyusun pemetaan terhadap kawasan lahan pangan yang disesuaikan dengan kebutuhan saat ini dan masa yang akan datang dengan memproyeksikan pertumbuhan penduduk," katanya.
Menurut pengamat ekonomi asal Universitas Islam Negeri Sumatra Utara Gunawan Benjamin, kebutuhan gabah Sumatra Utara selama ini tidak hanya dipasok dari dalam provinsi. Sebagian didatangkan dari daerah Aceh, Jawa dan Sulawesi.
Gunawan mengatakan, penurunan produksi padi merupakan kabar buruk. Berdasar perhitungan, konsumsi beras per kapita di Sumatra Utara rata-rata sebanyak 1,76 kilogram per pekan. Oleh karena itu, dibutuhkan sekitar 94 kilogram beras per satu orang selama setahun.
Sedangkan saat ini terdapat 15,18 juta jiwa penduduk di Sumatra Utara. Jika dikalikan, maka total kebutuhan beras bagi warga Sumatra Utara tiap tahun berkisar 1,4 juta ton.
"Jika produksi beras di Sumatra Utara itu sebesar 1,15 juta ton, tentunya ada defisit di situ. Dan data konsumsi beras per kapita di Sumatra Utara pada 2022 juga sangat jauh berbeda dengan data 2008, di mana konsumsi beras masyarakat mencapai 140 kilogram per kapita per tahun," kata Gunawan.
Atas catatan di atas, Gunawan memprediksi adanya potensi deviasi atau kesalahan. Meski demikian, terdapat pula kemungkinan bahwa konsumsi beras masyarakat Sumatra Utara mengalami tren penurunan kurun 12 tahun terakhir.
"Dan menyusutnya areal tanaman ini perlu ditelusuri lebih jauh. Apakah karena ada peralihan lahan ke tanaman lain, masalah bencana, lahan menjadi perumahan atau peruntukan lainnya," kata Gunawan.
Sementara itu, catatan berbeda disampaikan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Pemprov Sumatra Utara.
Jika data BPS menunjukkan luas panen padi Sumatra Utara 385,40 ribu hektare pada 2021 lalu, maka data dinas tersebut relatif jauh lebih luas. Yakni mencapai 757,59 ribu hektare.
Perbedaan data ini, menurut Pelaksana Tugas Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Pemprov Sumatra Utara Baharuddin Siagian, disebabkan metode perhitungan yang dipakai antara dinas tersebut dengan BPS.
Seperti diketahui, BPS menggunakan metode KSA untuk menghitung luas panen padi. Sedangkan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Pemprov Sumatra Utara menggunakan metode penghitungan Statistik Pertanian (SP) Padi.
"Kondisi saat ini ditemukan beberapa subsegmen yang bukan lahan sawah dan menjadi sampel KSA di daerah sentra komoditas tanaman padi, sehingga berdampak terhadap luas panen," kata Baharuddin.