Bisnis.com, MEDAN - Asosiasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Sumatra Utara curhat ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai kesulitan yang mereka alami untuk memeroleh minyak goreng seharga Rp14.000 belakangan ini.
Bahkan, sejumlah UMKM terpaksa menghentikan usahanya. Hal itu dikarenakan pelaku usaha tak mampu merogoh kocek lebih dalam atau tidak punya modal besar.
Sebab, harga minyak goreng yang kini beredar di pasaran cenderung berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) versi pemerintah. Sedangkan tak sedikit para pelaku UMKM yang membutuhkan produk itu dalam jumlah besar.
Menurut Ketua Asosiasi UMKM Sumatra Utara Ujiana Sianturi, belakangan ini mereka dibatasi membeli minyak goreng di retail-retail modern. Pelanggan hanya boleh membeli maksimal dua liter.
"Padahal untuk menggoreng keripik pisang misalnya, kami butuh 30 liter minyak goreng. Jika membeli dengan harga di atas HET, kami tidak tahu lagi mau menjualnya dengan harga berapa. Karena kondisi daya beli masyarakat saat ini juga semakin berkurang," kata Ujiana, Senin (21/2/2022).
Ujiana mengatakan, kedatangan mereka ke Kantor Wilayah I KPPU bertujuan untuk menyampaikan aspirasi sekaligus mencari solusi atas persoalan yang dialami.
Melalui diskusi ini, Ujiana berharap KPPU dapat membantu para pelaku UMKM di Sumatra Utara. Dia juga berharap terjadi koordinasi yang lebih intensif antar kedua pihak.
"Saya berharap, bahwa kami Asosiasi UMKM Sumatra Utara bersama dengan Kantor Wilayah I KPPU akan berkontribusi untuk memajukan UMKM," katanya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah I KPPU Ridho Pamungkas memaklumi kendala yang sedang dihadapi para pelaku UMKM di tengah persoalan minyak goreng belakangan ini.
Ridho mengatakan, KPPU sudah menjalin komunikasi dengan berbagai pihak. Sejauh ini, komisi menduga terdapat kendala implementasi kebijakan Kementerian Perdagangan soal HET minyak goreng.
Di sisi lain, baru-baru ini publik juga dibuat heboh dengan temuan Satuan Tugas Pangan Sumatra Utara tentang 1,1 kilogram minyak goreng menumpuk di gudang produsen. Tumpukan produk berbagai merek itu ditemukan saat kelangkaan minyak goreng kemasan subsidi terjadi di tengah masyarakat.
Menurut Ridho, terdapat indikasi atau dugaan kesengajaan oleh pihak tertentu untuk menahan pasokan. Sejauh ini, KPPU belum dapat menyimpulkan bahwa temuan itu termasuk bagian operasi para kartel ataupun motif lainnya.
Namun faktanya, lanjut Ridho, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) yang ditempuh pemerintah sejak tiga pekan lalu terbukti belum efektif mengatasi persoalan minyak goreng.
Ridho berharap kebijakan DMO maupun DPO dapat terealisasi maksimal. Sehingga produsen dapat segera memproduksi dan mendistribusikan minyak goreng sesuai HET.
Namun, jika kebijakan itu juga membuahkan hasil dalam waktu dekat, Ridho menyarankan pemerintah agar lebih intensif menggelar program pasar murah khusus minyak goreng. Program pasar murah juga diharap mampu tepat sasaran dan menyasar masyarakat kalangan menengah bawah dan pelaku UMKM.
Selain pengawasan di tingkat wilayah, saat ini KPPU juga sedang melakukan penyelidikan dugaan campur tangan kartel terhadap pelonjakan harga minyak goreng.
"Sampai saat ini, KPPU sudah memanggil 11 produsen minyak goreng. Selanjutnya sudah dijadwalkan untuk memanggil pelaku usaha di sektor retail," kata Ridho.