Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soroti Kasus Bupati Langkat, Human Rights Watch: Bukti Demokrasi Indonesia Oligarki

Peneliti Human Rights Watch Indonesia Andreas Harsono turut menyoroti sederet perkara yang kini menjerat Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin atau Cana.
Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/1/2022). KPK resmi menahan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin bersama lima orang lainnya serta mengamankan barang bukti berupa uang sebesar Rp786 juta terkait pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020 sampai 2022 di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara./Antara
Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/1/2022). KPK resmi menahan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin bersama lima orang lainnya serta mengamankan barang bukti berupa uang sebesar Rp786 juta terkait pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020 sampai 2022 di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara./Antara

Bisnis.com, MEDAN - Peneliti Human Rights Watch Indonesia Andreas Harsono turut menyoroti sederet perkara yang kini menjerat Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin atau Cana.

Selain dugaan kasus suap, Cana diketahui juga tengah terlilit dugaan kejahatan terhadap satwa dilindungi hingga polemik kerangkeng manusia yang ditemukan di area kediaman pribadinya.

Untuk perkara terakhir di atas, Cana bahkan dituding melakukan perbudakan modern dengan menggunakan modus panti rehabilitasi narkoba yang belakangan diketahui tak memiliki izin

Menurut Andreas, kejahatan skala besar di negara-negara otoriter awam terjadi dengan menggunakan kekuatan modal yang besar dan melibatkan kalangan pejabat maupun aparat penegak hukum.

"Ini biasa terjadi di negara-negara otoriter atau, kalau ada pemilihan umum, negara demokrasi yang oligarkis," kata Andreas kepada Bisnis, Selasa (22/2/2022).

Andreas mengatakan, kasus besar yang terjadi di Kabupaten Langkat saat ini mencerminkan watak oligarki tersebut. Hal ini, menurut Andreas, sekali lagi membuktikan bahwa demokrasi Indonesia adalah oligarkis.

"Para pelakunya saling sungkan, suka tutup mata bila ada pelanggaran hak asasi manusia atau perusakan lingkungan hidup," kata Andreas.

Belakangan ini, Kabupaten Langkat menjadi sorotan. Sang bupati, yang telah dinonaktifkan, terjerat kasus dugaan suap infrastruktur.

Operasi tangkap tangan yang menjaring sejumlah orang kepercayaan Cana membawa petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kediamannya.

Dari sinilah sejumlah hal terbongkar. Mulai dari keberadaan 48 orang lelaki dalam dua unit kerangkeng besi hingga tujuh satwa dilindungi.

Setelah KPK memboyong dan menetapkan Cana sebagai tersangka, LSM Migrant Care melaporkan dugaan perbudakan modern ke Komnas HAM. Aduan itu dilandasi atas temuan KPK terhadap puluhan manusia dalam kerangkeng di rumah pribadi Cana tersebut.

Aduan itu telah ditindaklanjuti Komnas HAM beserta Kepolisian Daerah Sumatra Utara. Sedangkan untuk kasus pemeliharaan satwa dilindungi masih diusut oleh Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Juru bicara keluarga Cana, Mangapul Silalahi, menuding kasus yang menjerat politikus Golkar itu merupakan "operasi" dari kalangan tertentu. Menurutnya, ada kalangan yang tidak senang dengan kebijakan-kebijakan Cana selama ini. Termasuk pihak yang diduga mengincar jabatan tertentu dengan cara menjatuhkan Cana.

"Seperti saya bilang, ini operasi. Tidak sesederhana itu," kata Mangapul kepada Bisnis.

Sejauh ini, KPK telah menyita berbagai dokumen dan uang tunai senilai Rp2,1 miliar yang diduga berkait paut dengan kasus suap yang melilit Cana.

Di sisi lain, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatra juga masih menyidik dugaan kejahatan terhadap satwa dilindungi. Sedangkan pihak kepolisian telah memeriksa Cana dan membongkar dua makam eks penghuni kerangkeng yang diduga tewas akibat tindak penganiayaan.

Sebelumnya, Mangapul mengakui tindak kekerasan biasa dialami oleh para penghuni yang baru dijebloskan dalam kerangkeng di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif tersebut terjadi.

Mangapul mengistilahkan tindak kekerasan itu bagai ''upacara sambutan" yang dilakukan oleh penghuni lama terhadap mereka yang baru masuk.

Menurutnya, perlakuan itu lumrah terjadi di tempat-tempat pembinaan seperti Lembaga Permasyarakatan (Lapas) maupun Rumah Tahanan (Rutan).

"Kemudian ketika dimasukkan ke tempat pembinaan ada semacam, apa ya namanya, 'upacara sambutan' lah. Dan itukan bukan rahasia umum. Kita tahu persis di beberapa Rutan," kata Mangapul kepada Bisnis, Senin (21/2/2022).

Mangapul mengatakan, tempat "pembinaan" yang didirikan oleh Terbit Rencana sejak 2012. Awalnya, tempat itu dikhususkan bagi anggota organisasi masyarakat yang dipimpin Cana, sapaan populer sang bupati nonaktif.

Seiring bergulir waktu, kata Mangapul, sejumlah masyarakat meminta kepada Cana agar turut menampung keluarga mereka yang kecanduan narkoba. Di sisi lain, Mangapul tak menampik bahwa sejumlah penghuni dijebloskan ke tempat itu bukan hanya akibat kecanduan narkoba. Namun juga terhadap sejumlah orang "nakal", seperti hobi berjudi dan meresahkan masyarakat.

Akan tetapi, Mangapul mengeklaim bahwa kondisi kesehatan sejumlah penghuni yang tewas sebelumnya sudah buruk akibat berbagai hal. Seperti usai diamuk massa ataupun menderita penyakit.

"Kita tidak menafikan itu. Tapi korban-korban yang dinyatakan meninggal itu, sebelum masuk ke situ (kerangkeng), sudah ada yang berpenyakit terlebih dulu. Kalau istilah mereka sudah 'remuk'. Jadi dibawa sudah remuk. Ada karena yang di-massa-kan orang," katanya.

Mangapul menilai kasus kekerasan berujung kematian di kerangkeng terlalu berlebihan bila dikaitkan dengan Cana. Sebab, kata Mangapul, selama ini operasional pengelolaan tidak dikontrol secara langsung oleh Cana.

Kata dia, beberapa eks penghuni maupun penghuni yang sudah "sehat" akan bergantian menjaga kerangkeng itu. Dengan kata lain, Mangapul menyimpulkan bahwa kekerasan memang terjadi dan dilakukan oleh sesama penghuni.

"Kami sudah tanya kepada mereka. Ada beberapa hal, kekerasan-kekerasan yang dialami oleh yang dibina itu dilakukan pada malam hari. Dan sesama mereka yang melakukan itu," kata Mangapul.

Sebelum keberadaan kerangkeng itu menjadi heboh, penghuni kerangkeng di rumah Cana berjumlah 48 orang. Namun saat sejumlah petugas kepolisian datang pada Senin (24/1/2022) siang, terdapat lima orang penghuni melarikan diri berkat bantuan warga. Mereka diduga takut bakal diboyong petugas dari tempat itu.

Saat itu, situasi sekitar kediaman Cana sempat memanas. Sejumlah warga simpatisan Cana datang dan sempat mengadang kehadiran petugas.

Menurut Mangapul, selama ini terdapat satu orang yang dipercaya sebagai pengawas di tempat yang disebutkan pembinaan tersebut. Selain itu, ada pula sekitar lima orang penghuni yang bertugas sebagai Ceker. Mereka adalah penghuni lama yang dianggap sudah terbina. Ceker berperan layaknya Tahanan Pendamping atau Tamping di dalam Rutan negara.

"Jadi kalau dibilang ada kekerasan, saya bisa pastikan ada kekerasan. Soal siapa pelakunya, ini yang perlu dicari. Jadi jangan dulu menuding sana, pemukulan, kemudian dikaitkan ke Bapak Bupati nonaktif," katanya.

Di pihak lain, Kepolisian Daerah (Polda) Sumatra Utara telah melakukan pemeriksaan langsung terhadap Cana di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Senin (14/2/2022).

Petugas juga memutuskan untuk menggali dua kuburan eks penghuni tewas saat berada di kerangkeng tersebut. Proses ekshumasi dilakukan di lokasi makam berbeda di Kabupaten Langkat Sumatra, Utara, pada Sabtu (12/2/2022) lalu.

Kedua penghuni yang tewas itu berinisial S dan A. Masing-masing dimakamkan di Kecamatan Sei Bingei dan Kecamatan Sawit Seberang.

Saat proses pembongkaran makam berlangsung, bibi dari S menceritakan bahwa keponakannya tersebut memang pecandu narkoba. Yatim piatu itu tewas sekitar tujuh bulan lalu saat mendekam di kerangkeng. Kini, dia dimakamkan tak jauh dari kuburan kedua orang tuanya. Semasa hidup, S juga sempat menikah namun berakhir dengan perceraian.

Menurut sang bibi, jenazah keponakannya diantar oleh pengelola kerangkeng jelang tengah malam. Kondisinya sudah dibungkus kain kafan dan berada di peti mati. Pihak pengelola menyebut kematian S disebabkan oleh Covid-19.

Kecurigaan keluarga akhirnya muncul saat melihat bekas luka dan memar pada bagian wajah lelaki berusia 35 tahun itu.

"Saya suruh dibuka, terlihat memar," kata sang bibi.

Wanita paruh baya ini mengatakan, S sengaja dititipkan ke tempat kerangkeng dengan harapan dibina agar sembuh dan kembali hidup normal. Namun tak disangka, S meninggal dunia selang dua hari setelah berada di tempat itu.

"Mau malam ketiga sudah dibawa mayatnya pulang," ujarnya.

Sejauh ini, kepolisian mendapati setidaknya tiga orang meninggal dunia selama berada dalam kerangkeng tersebut. Selain itu, terdapat enam orang lainnya mengalami penganiayaan hingga cacat. Jumlah korban diduga masih akan terus bertambah.

Hal ini disampaikan Kapolda Sumatra Utara Irjen Pol R.Z. Panca Putra Simanjuntak saat berada di Kantor Ombudsman Perwakilan Sumatra Utara, Medan, Rabu (9/2/2022).

"Tapi kemarin sudah disampaikan, yang jelas kami terus mendalami. Ada tidak selain tiga yang kami sudah dapat, itu masih ada tidak korban meninggal lainnya. Dan kemarin juga sudah dilaporkan sama saya, selain itu juga ada korban penganiayaan. Kurang lebih enam," kata Panca.

Panca mengatakan, proses pengusutan kasus ini harus dilakukan secara hati-hati. Dia mendorong para korban atau saksi yang mengetahui agar berani mengungkapkannya ke petugas.

"Dan ini akan terus kita buka peluang kepada masyarakat untuk berani melapor dan berani memberikan kesaksian," katanya.

Panca mengungkap kemungkinan ada orang lain yang terlibat dalam dugaan tindak pidana perkara kerangkeng manusia di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin alias Cana.

"Sekali lagi, saya tidak menutup kemungkinan ada orang lain yang terlibat. Saya harus sampaikan. Tidak hanya orang yang mengakibatkan terjadinya orang meninggal dunia atau dianiaya. Tetapi siapa pun, siapapun yang berkaitan," katanya.

Dalam kasus kerangkeng ini, aparat telah memeriksa lebih dari 65 orang. Berdasar penelusuran petugas, terdapat sejumlah alat yang diduga dipakai untuk menyiksa penghuni kerangkeng. Satu di antaranya adalah selang air. Alat ini diduga dipakai untuk mencambuk mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper