Bisnis.com, MEDAN - Laju ekspor komodtas karet asal Sumatra Utara melambat pada awal tahun.
Pada Januari 2022, ekspor karet hanya tercatat 32.608 ton. Sedangkan pada Desember 2021 mencapai 39.636 ton, sehingga penurunannya mencapai 17,7 persen.
Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Utara Edy Irwansyah mengatakan penurunan volume ekspor dipengaruhi permintaan yang berkurang.
Selain itu, persoalan delay shipment atau penundaan pengapalan masih terjadi pada awal tahun ini.
Menurut Edy, penurunan ini bersifat temporer alias sementara. Dia memperkirakan ekspor akan kembali bergeliat dan bakal tumbuh hingga akhir tahun.
"Penurunan sifatnya temporer. Sampai akhir tahun diperkirakan ada sedikit pertumbuhan," kata Edy kepada Bisnis, Senin (14/2/2022).
Demi menyiasati persoalan ini, kata Edy, para perusahaan karet asal Sumatra Utara akan mengurangi jumlah produksi untuk sementara.
"Masih ada potensi peningkatan. Upaya sementara mengurangi produksi," katanya.
Pengamat ekonomi asal Universitas Islam Negeri Sumatra Utara Gunawan Benjamin, penurunan ekspor pada awal tahun tidak terlalu mengkhawatirkan. Sebab, Gunawan memprediksi tren negatif ini bersifat sesaat.
"Pemulihan ekonomi dunia tengah terjadi saat ini. Konsumsi berpeluang untuk naik nantinya. Adanya ancaman perang dalam pandangan saya justru bisa menjadi berkah bagi pemulihan ekspor karet Sumatra Utara," kata Gunawan kepada Bisnis.
Menurut Gunawan, ekspor karet pada awal tahun memang kerap menurun sejak 2019 dan 2020. Harganya bahkan sempat jauh terpuruk ¥150 per kilogram. Namun harga komoditas tersebut kini kembali merangkak naik.
"Melambatnya ekspor di awal tahun tidak menggaransi bahwa ekspor akan turun lagi di sepanjang tahun ini," kata Gunawan.
Lebih lanjut, Gunawan memprediksi permintaan atas komoditas karet akan kembali meningkat pada 2022. Hal ini dipicu oleh pemulihan ekonomi global.
"Sejumlah masalah teknis terkait dengan ekspor memang menjadi penghambat ekspor Sumatra Utara saat ini. Namun saya menilai ekspor di bulan selanjutnya akan membaik. Khususnya jika telah melewati musim kering," kata Gunawan.
Sebelumnya, ekspor komoditas dari Sumatra Utara tercatat menurun pada Januari 2022 dibanding Desember 2021. Penurunannya tercatat mencapai 17,7 persen menjadi 32.608 ton.
Padahal, ekspor karet pada Desember 2021 berjumlah 39.636 ton. Meningkat 7,5 persen dibanding bulan sebelumnya.
Menurut Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Utara Edy Irwansyah, kinerja ekspor ini melemah akibat volumenya menurun signifikan.
"Memasuki awal tahun, kinerja ekspor melemah karena volume penurunan yang tajam, sedangkan harga mulai membaik," kata Edy, Jumat (11/2/2022).
Edy mengatakan, penurunan volume ekspor disebabkan permintaan dari end user berkurang. Selain itu, persoalan delay shipment atau penundaan pengapalan masih terjadi pada Januari 2022.
"Bila dibandingkan dengan volume ekspor pada Januari tahun lalu, terlihat penurunan 1,2 persen," kata Edy.
Pada Januari 2022, terdapat total 34 negara tujuan ekspor karet dari Sumatra Utara. Lima negara yang paling banyak mengimpor komoditas tersebut adalah Jepang dengan persentase 27,03 persen.
Disusul USA sebesar 12,78 persen, kemudian Brazil sebesar 10,73 persen, lalu China sebesar 7,68 persen dan Turki sebanyak 6,12 persen.
Edy menjelaskan bahwa harga karet jenis TSR20 di bursa berjangka Singapura memperlihatkan adanya peningkatan pada Februari 2022. Per Jumat (11/2/2022), harganya dipatok US$1,806 per kilogram.
"Adanya peningkatan harga ini diharapkan dapat meningkatkan penjualan di pasar spot," katanya.
Menurut Edy, sebagian kawasan kebun karet di Sumatra Utara sudah memasuki musim kering pada Februari 2022. Kondisi ini akan turut mempengaruhi produksi.
"Keadaan ini juga akan mempengaruhi kinerja ekspor, diperkirakan masih stagnan," katanya.
Mundur ke belakang, ekspor karet dari Sumatra Utara untuk pengapalan Desember 2021 tercatat naik 7,5 persen menjadi 39.636 ton dibandingkan November 2021. Kenaikan yang signifikan ini menjadi yang tertinggi sepanjang 2021.
Kenaikan di akhir tahun lalu merupakan cerminan dari realisasi kontrak-kontrak yang masih tertunda pada bulan-bulan sebelumnya.
Terpisah, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor Sumatra Utara meningkat pada Desember 2021. Peningkatannya mencapai 14,96 persen bila dibanding November 2021.
Pada Desember 2021, nilai ekspor Sumatra Utara berjumlah US$1,14 miliar. Sedangkan pada November 2021 berjumlah US$988,88 juta.
Menurut Koordinator Fungsi Statistik Distribusi BPS Sumatra Utara Dinar Butar-butar, golongan barang yang mengalami peningkatan nilai ekspor terbesar pada Desember 2021 dibanding bulan sebelumnya adalah lemak dan minyak hewani atau nabati sebesar US$109,43 juta atau meningkat 29,80 persen. Diikuti golongan ampas atau sisa industri makanan sebesar US$31,08 juta atau 74,85 persen.
Berdasarkan sektor, pertanian mengalami kenaikan nilai ekspor US$4,86 juta atau 9,40 persen pada Desember 2021 dibanding bulan sebelumnya. Sektor industri juga tercatat naik sebesar US$143,05 juta atau 15,26 persen. Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian justru turun sebesar US$5,00 juta atau -100,00 persen.
Khusus untuk golongan barang karet dan barang dari karet, nilai ekspor dari Sumatra Utara tercatat US$129,79 juta pada Desember 2021. Meningkat 0,56 persen dibanding November 2021. Sepanjang 2021, nilai ekspor komodtas tersebut tercatat US$1,58 miliar. Meningkat 38,40 persen dibanding 2020.