Bisnis.com, MEDAN - Pandemi Covid-19 dua tahun terakhir menyebabkan perubahan persentase penduduk miskin antara wilayah perkotaan dan perdesaan di Sumatra Utara.
Kepala Biro Perekonomian Pemprov Sumatra Utara Naslindo Sirait, pandemi Covid-19 menyebabkan tak sedikit pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kebanyakan dari mereka berkerja pada lapangan usaha yang beroperasi di wilayah perkotaan.
Di sisi lain, berbagai kebijakan seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga mengakibatkan perekonomian sempat mengalami kontraksi.
"Ya, karena dampak pandemi Covid-19. Banyak di kota yang kena PHK. Banyak pula yang bekerja di sektor jasa seperti berjualan, selama PPKM berakibat omzet turun drastis dan biaya bahan baku juga meningkat sehingga pendapatan menurun," kata Naslindo kepada Bisnis, Senin (7/2/2022).
Sebaliknya, kondisi relatif berbeda dialami penduduk di perdesaan. Selama pandemi, secara umum sektor pertanian dan perkebunan lebih mampu bertahan dan bahkan membantu menopang perekonomian.
"Jadi dampak Covid-19 tidak sebesar yang dialami masyarakat di kota," kata Naslindo.
Baca Juga
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kondisi ini mulai terpantau sejak September 2020. Meski sama-sama meningkat, jumlah penduduk miskin di kota jadi lebih banyak dibanding di desa.
Kecenderungan itu terus berlanjut hingga periode September 2021 lalu. Penduduk miskin di kota tercatat sebanyak 8,68 persen. Sedangkan di desa lebih sedikit, yakni 8,26 persen.
Berdasarkan data BPS, penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19 pada Agustus 2021 berjumlah 814.000 jiwa atau 7,49 persen dari total penduduk usia kerja di Sumatra Utara.
Sebanyak 84.000 jiwa menganggur karena terdampak Covid-19. Kemudian 28.000 jiwa lainnya terpaksa tidak menjadi angkatan kerja, lalu 59.000 jiwa sementara tidak bekerja dan 643.000 jiwa mengalami pengurangan jam kerja.
Pada Agustus 2021, jumlah penduduk yang menganggur bertambah 26.000 jiwa atau 5,79 persen menjadi 475.000 jiwa dibanding Februari 2021.
Pengamat ekonomi Sumatra Utara Gunawan Benjamin mengatakan aktivitas perekonomian di perkotaan menjadi yang paling terpukul akibat pandemi Covid-19.
Lebih lanjut, Gunawan mengingatkan pemerintah agar terus berupaya menekan tingkat kemiskinan. Tingginya tingkat kemiskinan di kota rentan memicu persoalan sosial baru daripada di desa.
Pada September 2021, garis kemiskinan di Sumatra Utara tercatat sebesar Rp537.310,00 per kapita per bulan. Jumlah itu terdiri atas komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp404.860,00 atau mendominasi 75,35 persen dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp132.451,00 atau 24,65 persen.
Garis kemiskinan adalah besaran jumlah rupiah yang ditetapkan sebagai suatu batas pengeluaran minimal untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang.
Masih berdasar catatan BPS, terdapat beberapa faktor yang diduga mempengaruhi tingkat kemiskinan di Sumatra Utara pada periode Maret-September 2021. Faktor pertama adalah pandemi Covid-19 yang berkelanjutan. Faktor kedua adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonmi Sumatra Utara triwulan III/2020 terhadap triwulan IV/2021 mengalami pertumbuhan sebesar 3,67 persen (yoy).
Faktor ketiga adalah inflasi. Selama periode Maret-September 2021, angka inflasi umum tercatat sebesar 0,82 persen. Sedangkan faktor yang terakhir adalah catatan pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan III/2021 yang tumbuh sebesar 3,26 persen (yoy).