Bisnis.com, LANGKAT - Wakil Bupati Langkat Syah Afandin mengaku prihatin terhadap perkara suap yang menjerat Terbit Rencana Perangin-angin.
Seperti diketahui, Terbit alias Cana ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (19/1/2022).
Afandin alias Ondim mengatakan, kasus suap yang menjerat Bupati Langkat tersebut bukan hal yang diinginkannya.
Akan tetapi, Ondim berharap proses hukum berjalan lancar.
"Pertama atas nama pribadi maupun Pemerintah Kabupaten Langkat merasa sangat prihatin atas peristiwa ini. Karena peristiwa ini bukanlah peristiwa yang kita inginkan. Kita berharap, berdoa kepada Allah SWT, semua proses ini bisa berjalan dengan lancar," kata Ondim, Kamis (20/1/2022).
Ondim mengatakan, Pemkab Langkat mendukung KPK melakukan tugasnya.
"Kami juga atas nama Pemerintah Kabupaten Langkat mendukung dan menyerahkan proses hukum ini kepada pihak yang berwajib, dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi," katanya.
Lebih lanjut, Ondim yakin KPK akan bekerja secara profesional.
"Dan kami yakin, Insha Allah, pihak KPK akan melakukan tugas dan tanggung jawabnya secara benar dan bisa memberikan yang terbaik untuk kita semua," ujar Ondim.
Terpisah, Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi menunjuk Syah Afandin menjadi Pelaksana Harian Bupati Langkat setelah Terbit Rencana Perangin-angin ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Saat ini, Edy belum ingin berkomentar banyak mengenai kasus yang menjerat Terbit alias Cana.
"Nanti kita tunggu hasil dari KPK. Nanti saya ngomong pun, tahu-tahu salah pula," kata Edy di rumah dinasnya, Medan, Kamis (20/1/2022).
Edy mengatakan akan menunjuk Wakil Bupati Langkat Syah Afandin alias Ondim sebagai Pelaksana Harian Bupati Langkat.
"Nanti akan saya buatkan surat pelaksana harian Wakil Bupati Langkat," katanya.
Seperti diketahui, KPK menciduk Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin alias Cana terkait kasus suap proyek infrastruktur Kabupaten Langkat tahun anggaran 2020-2022.
Pada kasus ini, petugas mendapati barang bukti uang tunai senilai Rp786 juta. Uang itu berasal dari seorang pengusaha bernama Muara Perangin-angin. Dia sebelumnya sudah dibuntuti oleh petugas sejak mengambil uang di bank pada Selasa (18/1/2022) malam.
Muara hendak menyerahkan segepok uang kepada sejumlah orang yang sudah menunggu di suatu warung kopi di Kabupaten Langkat.
Mereka adalah Marcos Surya Abadi, Shuhanda Citra dan Isfi Syahfitra. Mereka diduga perwakilan Cana dan abang kandungnya, Iskandar Perangin-angin.
Cana diduga hendak mengambil fee dari proyek yang dikerjakan oleh Muara.
"Tim langsung melakukan penangkapan dan mengamankan MR, MSA, SC, dan IS berikut uang ke Polres Binjai," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat memberi keterangan pers, Kamis (20/1/2022) dini hari.
Terbit atau Cana diduga sempat hendak melarikan diri usai sejumlah orang suruhannya tertangkap tangan oleh petugas KPK sedang menerima suap dari seorang kontraktor.
Cana beserta abang kandungnya, Iskandar Perangin-angin, tidak ditemukan di kediaman pribadinya saat disambangi petugas.
Iskandar sendiri selama ini menjabat kepala desa. Dia diduga menjadi orang kepercayaan Cana untuk mengatur pemenang tender proyek-proyek yang ada di Kabupaten Langkat.
Tak tanggung-tanggung, abang beradik ini mematok fee sebesar 15-16 persen untuk satu paket proyek.
Menurut Gufron, Cana memerintahkan Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR Pemkab Langkat Sujarno dan Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Dinas PUPR Pemkab Langkat Suhardi agar selalu berkoordinasi dengan Iskandar untuk menentukan pemenang tender-tender proyek.
Setelah tak didapati di kediamannya saat diciduk, Cana akhirnya menyerahkan diri Polres Binjai keesokan hari.
Sejauh ini, KPK telah menetapkan enam tersangka. Satu orang selaku pemberi suap, yakni Muara Perangin-angin. Sedangkan lima orang lainnya, yaitu Cana, Iskandar, Marcos, Shuhanda dan Isfi, merupakan penerima suap.
Sejumlah tersangka telah diboyong ke Jakarta guna diperiksa dan ditahan di rumah tahan berbeda.
"Diduga pula ada banyak penerimaan-penerimaan lain oleh tersangka TRP melalui tersangka ISK dari berbagai rekanan dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," kata Ghufron.
Muara, selaku tersangka pemberi suap, dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Cana beserta abang kandung dan tiga orang lainnya dijerat Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.