Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hingga Oktober 2021, Produksi Bawang dan Kedelai di Sumut Belum Mencapai Target

Berdasarkan data yang diperoleh, produksi umbi kering bawang merah berjumlah 27.000 ton hingga Oktober 2021. Sedangkan jumlah kebutuhan tercatat sekitar 38.000 ton. Sehingga terdapat kekurangan sekitar 11.000 ton.
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, MEDAN - Hingga Oktober 2021, produksi tiga komoditas strategis belum memenuhi target kebutuhan di Sumatra Utara. Ketiganya adalah bawang merah, bawang putih dan kedelai.

Menurut Pelaksana Tugas Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Pemprov Sumatra Utara Baharuddin Siregar, data teranyar akan diperbaharui pada Maret 2022 mendatang.

"Ya. Itu data masih di Bulan September atau Oktober 2021. Nanti di Bulan Maret 2022 baru update," kata Baharuddin kepada Bisnis, Kamis (2/12/2021).

Berdasarkan data yang diperoleh, produksi umbi kering bawang merah berjumlah 27.000 ton hingga Oktober 2021. Sedangkan jumlah kebutuhan tercatat sekitar 38.000 ton. Sehingga terdapat kekurangan sekitar 11.000 ton.

Untuk bawang putih, kebutuhan yang tercatat berjumlah sekitar 24.000 ton. Sedangkan produksi hingga Oktober 2021 berjumlah 794 ton. Sehingga terdapat kekurangan sekitar 23.000 ton lagi.

Begitu pun dengan kedelai. Jumlah kebutuhan sekitar 146.000 ton. Sehingga produksi hanya 545 ton. Oleh karena itu, kekurangannya mencapai lebih dari 99 persen.

Walau produksi tiga komoditas pangan di atas belum memenuhi target kebutuhan, terdapat komoditas lain yang justru melebihi target.

Untuk beras, kebutuhan Sumatra Utara tercatat sebanyak 1,5 juta ton. Hingga Oktober 2021, produksi terdapat surplus produksi sebanyak 316.000 ton.

Begitu juga dengan jagung. Kebutuhan yang tercatat sekitar 1,3 juta ton. Pada periode yang sama, tercatat surplus produksi sebanyak 6.000 ton.

Sedangkan untuk cabai merah, kebutuhan yang tercatat sebanyak 103.000 ton. Hingga Oktober 2021, terdapat surplus sebesar 11.000 ton.

Pada Rapat Koordinasi Provinsi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumatra Utara 2021 di Medan, Selasa (30/11/2021), Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatra Utara Soekowardojo menjelaskan bahwa tingkat inflasi di Sumatra Utara relatif terjaga pada sasaran nasional dengan potensi bias bawah hingga akhir 2021.

Secara historis, perkembangan inflasi provinsi ini cenderung di bawah sasaran inflasi nasional kurun dua tahun belakangan atau saat pandemi Covid-19 melanda.

Komponen core inflation lebih rendah dibanding kondisi normal. Di samping itu, komponen volatile food relatif terjaga.

Dari sisi perkembangan harga, Sumatra Utara mengalami deflasi -0,06 persen (mtm) atau 0,77 persen (ytd) dan 1,86 persen (yoy). Realisasi tersebut di bawah inflasi nasional sebesar 0,12 persen (mtm) dan juga di bawah inflasi Sumatra sebesar 0,17 persen (mtm).

"Adapun sumber deflasi di Sumatra Utara terutama berasal dari kelompok makanan, minuman dan tembakau," kata Soeko.

Secara tahunan, inflasi Sumatra Utara terkini rata-rata tercatat lebih rendah 2,09 persen (yoy) kurun tiga tahun terakhir. Menurut Soeko, andil inflasi bahan makanan terpantau relatif stabil dan masih dalam rentang sasaran nasional. Adapun penurunan tekanan inflasi didorong oleh penurunan komoditas cabai merah, emas perhiasan dan bawang merah.

Secara umum, kelompok bahan makanan yang masih terus menjadi faktor pendorong utama fluktuasi inflasi maupun deflasi di Sumatra Utara adalah cabai merah, cabai rawit, daging ayam ras, minyak goreng dan bawang merah.

Khusus minyak goreng, belakangan ini mengalami kenaikan harga signifikan seiring harga minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO) global yang semakin mahal.

"Di sisi lain, tingginya harga minyak goreng menjadi faktor penahan penurunan laju inflasi lebih dalam. Tren kenaikan CPO global yang masih berlanjut menjadi pemicu utama kenaikan harga minyak goreng," kata Soeko.

Berdasar data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga komoditas pangan strategis di Sumatra Utara juga terpantau relatif stabil. Adapun fluktuasi harga masih dalam batas kewajaran, kecuali untuk minyak goreng yang hingga hari ini masih menunjukkan tren kenaikan secara konsisten.

"Melihat perkembangan tersebut, agar TPID segera melakukan sinergi dan koordinasi untuk meredam tingginya harga minyak goreng. Salah satunya berkolaborasi dengan produsen utama minyak goreng sebagaimana arah kebijakan dan rekomendasi nasional," kata Soeko.

Menurut Soeko, pemerintah perlu mendorong program-program yang mampu mendongkrak daya beli masyarakat. Berdasar data Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, realisasi belanja Sumatra Utara tercatat 70,87 persen hingga Jumat (19/11/2021) lalu.

"Kondisi ini perlu peran aktif pemerintah untuk melakukan program-program yang bisa mendorong daya beli masyarakat di tengah berbagai keterbatasan mobilitas dan aktivitas ekonomi. Khususnya melalui percepatan realisasi belanja," kata Soeko.

Sejalan dengan kondisi global, perekonomian Sumatra Utara turut mengalami pelambatan pada Triwulan III 2021. Yakni tumbuh 3,67 persen (yoy). Kebijakan pemerintah menangani pandemi Covid-19, seperti penerapan PPKM, tak dipungkiri menjadi penyebab utama pelambatan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper