Sejak lama, pengangkutan batu bara di Sumatra menjadi tulang punggung bisnis PT Kereta Api Indonesia. Di tengah pandemi Covid-19 yang memukul pendapatan angkutan penumpang, BUMN itu memilih agresif menggarap angkutan barang.
Pemandangan bongkar muat batu bara di Stasiun Simpang, Kecamatan Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan, seperti tak pernah berhenti.
Puluhan kontainer berjajar rapi di atas rel kereta, perlahan gantry crane yang berdiri tegak dan menjulang tinggi, menghampiri satu per satu kontainer berisi batu bara tersebut. Kotak kargo yang bisa memuat puluhan ton emas hitam itu pun lantas pindah ke truk yang telah siap sedia di pinggir rel.
Komoditas tambang itu baru saja tiba dari Stasiun Sukacinta yang berjarak sekitar 167,12 kilometer atau berada di sekitar area tambang batu bara, Kabupaten Lahat.
Bisnis berkesempatan menengok langsung proses bongkar batu bara di salah satu stasiun milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divisi Regional III Palembang tersebut beberapa waktu lalu.
Setelah kontainer tepat berada di badan truk, kendaraan pun melaju untuk melanjutkan perjalanan ke dermaga melalui jalan khusus batu bara sepanjang 7 kilometer, kemudian berlayar melewati alur sungai hingga tiba di tujuan domestik hingga mancanegara.
PT KAI Divre III Palembang memiliki dua stasiun bongkar batu bara untuk melayani mitra swasta. Selain Stasiun Simpang (SIG), terdapat Stasiun Kertapati yang beroperasi 24 jam nonsetop dalam proses logistik komoditas tersebut.
Selain itu ada stasiun bongkar yang khusus untuk melayani batu bara milik perusahaan tambang pelat merah, PT Bukit Asam (PTBA) Tbk. Untuk proses muat tersebar di beberapa stasiun, yaitu Stasiun Sukacinta ada juga Stasiun Banjarsari, Muaralawai dan Stasiun Merapi.
Kepala PT KAI Divre III Palembang Totok Suryono mengatakan bahwa KAI mampu mengangkut sebanyak 42 juta ton batu bara asal Sumatra Selatan (Sumsel).
“Khusus wilayah kerja Divre III, ada sebanyak 22 juta ton yang kami angkut berasal dari PTBA dan swasta,” katanya kepada Bisnis baru-baru ini.
Totok mengatakan saat ini ada 12 perusahaan swasta yang menjadi mitra KAI dalam angkutan batu bara.
“2011 merupakan langkah awal mulai diangkutnya batubara swasta dari Stasiun Sukacinta dari mitra angkutan PT Bara Alam Utama (BAU),” katanya.
Dia melanjutkan angkutan batu bara yang dilayani oleh PT KAI Divre III Palembang terdiri atas angkutan PTBA dan swasta.
Angkutan batu bara PTBA ada dua tujuan, yaitu Tarahan Lampung rangkaian 60 gerbong dengan kapasitas 50 ton tiap gerbong sedangkan tujuan Kertapati Palembang rangkaian 33 gerbong dengan kapasitas 45 ton tiap gerbong.
Untuk rangkaian angkutan batu bara swasta terdiri atas 60 gerbong dengan kapasitas 46 ton tiap gerbong.
Menurutnya, angkutan batu bara menjadi tumpuan bisnis perusahaan. Apalagi pada masa pandemi sangat sulit mengandalkan angkutan penumpang di mana terjadi penurunan drastis hingga 90 persen.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya pun tak henti untuk melakukan pengembangan infrastruktur di bidang angkutan barang. Tujuannya tak lain agar ada peningkatan kapasitas muat maupun bongkar untuk kereta batu bara.
“Banyak rencana pengembangan angkutan batu bara ini, mulai dari pembangunan double track, peningkatan stasiun hingga penambahan jalur baru. Semuanya agar bisa menambah kapasitas bongkar muat batu bara,” jelasnya.
Menurut Totok, perusahaan juga tetap berinovasi dengan melakukan modernisasi dalam fasilitas bongkar muat sehingga lebih efisien.
Salah satu upaya itu melalui PT KAI Logistik (Kalog), anak usaha PT KAI, yang telah melakukan modernisasi dan mekanisasi stockpile. Kalog membangun rail method gantry crane. Fasilitas itu lantas diintegrasikan dengan belt convenyor system dan shiploader untuk mengoptimalkan aktivitas bongkar dari kereta api dan aktivitas muat batu bara ke tongkang.
“Kami tetap agresif dalam peningkatan kapasitas. Sehingga nanti jika ada permintaan mengangkut 100 juta ton hingga 150 juta ton batu bara pun kami siap,” katanya.
Moda Populer
Selama pandemi Covid-19, aktivitas masyarakat yang terbatas membuat laju angkutan penumpang merosot drastis.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ada sebanyak 35,09 juta orang yang menumpang kereta pada Juni 2019. Angka itu lantas turun tajam menjadi hanya 9,29 juta penumpang pada periode yang sama tahun 2020. Dan kini, per Juni 2021 jumlah penumpang kereta tercatat sebanyak 14,56 juta.
Direktur Utama PT KAI (Persero) Didiek Hartantyo mengatakan minimnya pergerakan masyarakat itu telah berpengaruh terhadap pendapatan perusahaan di sektor angkutan penumpang.
Saat normal, pendapatan angkutan penumpang rata-rata Rp23 miliar—Rp24 miliar per hari. “Sekarang dapat Rp5 miliar saja sudah bagus,” katanya.
Di tengah kesulitan itu, KAI mencatat angkutan barang tetap berada dalam kondisi stabil. Bahkan, kata dia, kenaikan angkutan barang pada tahun ini bisa menjadi kompensasi dari penurunan angkutan penumpang.
“Kereta api tidak tinggal diam. Kami terus berupaya agar angkutan barang bisa menjadi penyelamat pada masa pandemi ini,” katanya.
Upaya menjaga roda bisnis agar tetap berputar terus dilakukan perseroan. Salah satunya lewat strategi perbaikan operasional untuk angkutan batu bara.
“Karena memang mayoritas barang yang kami angkut itu adalah batu bara. Jadi kami berupaya agar kinerja angkutan batu bara bisa terjaga,” katanya.
Hingga Semester I/2021, perusahaan telah mengangkut 23,3 juta ton barang dari berbagai komoditas, di mana hampir 80 persen dari volume barang yang diangkut tersebut merupakan batu bara. Sisanya bervariasi, seperti semen, peti kemas dan BBM.
Didiek mengemukakan volume angkutan barang tersebut naik jika dibandingkan periode yang sama tahun sebanyak 21,96 juta.
Dirinya pun optimistis perusahaan dapat mencapai target pertumbuhan angkutan barang sebesar 26 persen dengan andalan utama dari batu bara.
Dia mengemukakan peningkatan angkutan batubara juga masuk dalam rencana jangka panjang perusahaan lantaran prospektif, Sumsel pun menjadi daerah prioritas dalam investasi perseroan.
“Memang titik berat angkutan barang ini adanya di batu bara sehingga investasi yang kami lakukan adalah penyempurnaan track di Sumsel,” katanya.
Dia mencontohkan ada pembangunan double track Prabumulih menuju Tarahan, Lampung. Proyek tersebut untuk meningkatkan kapasitas lintas.
Sedari awal, rel kereta yang dibangun di Bumi Sriwijaya memang ditujukan untuk membawa hasil bumi dan perkebunan.
Lintasan kereta api di Sumsel, maupun provinsi lain di Sumatra, kebanyakan melewati hutan, perkebunan karet, sawit dan rawa-rawa.
Berbeda halnya dengan rel kereta api di Pulau Jawa yang cenderung berorientasi untuk angkutan penumpang lantaran banyak melewati perkampungan.
Jalur rel di Sumatra yang dibuka pertama kali pada 1930-an dari Tanjung Enim menuju Kertapati untuk angkutan batu bara Lematang Maatshaapj.
KA sebagai angkutan batu bara menjadi populer saat dipilih PT BA sebagai angkutan utama komoditas batu bara yang mengelola tambang di Tanjung Enim.
Babaranjang, akronim dari angkutan batu bara rangkaian panjang, menjadi ciri khas dari kereta api di Sumsel yang beroperasi mulai 1 Oktober 1986.
Babaranjang pun menjadi angkutan utama PTBA relasi Tanjung Enim—Tarahan untuk memasok batu bara ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya.
Efisiensi logistik dengan menggunakan moda transportasi ternyata masih relevan hingga kini.
KAI Divre III Palembang pun berencana membangun jalur baru relasi Stasiun Simpang – Prajen sepanjang 23 kilometer. Track tersebut disiapkan untuk melayani angkutan batu bara miik PTBA.
“Mudah-mudahan groundbreaking tahun depan, pembangunannya sekitar 2 tahun--3 tahun,” kata Kepala KAI Divre III Palembang Totok Suryono.
Efisiensi logistik dengan menggunakan moda transportasi ternyata masih relevan hingga kini.
Sejalan dengan itu, Pemerintah Provinsi Sumsel menilai bahwa kereta api merupakan moda utama dalam rantai logistik batu bara.
Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan pihaknya mendorong perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Sumsel untuk memanfaatkan angkutan kereta api.
“Salah satu bentuk dorongan tersebut dengan pencabutan Pergub tentang pengangkutan batu bara di jalan umum sehingga perusahaan batu bara wajib menggunakan jalan khusus dan jalur kereta api,” katanya.
Adapun regulasi yang dimaksud, yakni Pergub Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengangkutan Batubara di Jalan Umum sejak 8 November 2018. Deru lantas menggantinya dengan Pergub Sumsel Nomor 74 Tahun 2018.
Deru memaparkan keputusannya untuk melarang angkutan batu bara melintas di jalan umum seakan menjadi kiamat bagi pengusaha.
“Namun saya tetap yakin dengan keputusan itu karena kita ini punya kereta api dan jalan khusus,” katanya.
Deru menilai banyak keuntungan yang didapat jika menggunakan moda angkutan kereta. Selain lebih efisien, juga dapat mendukung tertib lalu lintas untuk transportasi batu bara.
Bahkan, Pemprov Sumsel pun telah berencana untuk mengintegrasikan seluruh moda angkutan batu bara, baik angkutan sungai, darat dan kereta api di Terminal Karya Jaya, Palembang.
Pemprov sendiri kini melibatkan BUMD, PT Sriwijaya Mandiri Sumsel (SMS), untuk lini bisnis transportir batu bara. Perusahaan daerah itu pun menjadi mitra PT KAI Divre III Palembang lantaran turut menggunakan jasa kereta api dalam rantai pasoknya.
Sementara itu, Direktur Utama PT SMS Sarimuda mengatakan, pihaknya akan terus meningkatkan upaya dan strategi khusus untuk mendongkrak PAD Sumsel.
“Termasuk dalam hal mengelola dan meningkatkan potensi produksi batu bara serta ekspor batu bara baik ke dalam negeri maupun luar negeri,” katanya.