Bisnis.com, PADANG - Setelah sekian lama jalan buntu yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Sumatra Barat untuk mengangkat perekonomian komoditi gambir, akhirnya ada secercah harapan untuk mengubah kondisi perkebunan gambir menjadi lebih berkualitas.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumbar Syafrizal mengatakan belum lama ini dirinya bersama Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat menggelar rapat Diskusi Kelompok Terfokus/Focus Group Discussion (FGD) di Bukittinggi, dari FGD itu ada jalan cerah yang ditemui.
"Bagi saya dan tentunya bagi perekonomian petani gambir di Sumbar, kini ada harapan untuk mengangkat sedikit demi sedikit perekonomian, melalui rencana Pemprov Sumbar membuat korporasi pertanian," katanya ketika dihubungi Bisnis di Padang, Jumat (25/6/2021).
Pria yang akrab disapa Jejeng ini menjelaskan, bila nanti rencana Pemprov Sumbar membuat korporasi pertanian itu, maka tidak hanya komoditas gambir yang bisa terangkat perekonomiannya, tapi juga 3 jenis komoditas lainnya yang kini turut mengalami guncangan akibat pandemi Covid-19 seperti komoditas kakao, kopi, kelapa, dan padi.
Terkhusus bagi komoditas gambir, rencana pendirian sebuah korporasi pertanian tersebut, nantinya Pemprov Sumbar bersama Pemkab Limapuluh Kota akan memiliki lahan budidaya tanaman gambir seluas 250 hektare.
"Lahan itu akan kita jadikan percontohan, mulai dari pembibitan, masa tanam, panen, hingga pengelolaan. Bila berhasil, maka akan dilakukan pembinaan lanjutan kepada petani gambir di Sumbar, tujuannya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas," jelasnya.
Diakui Jejeng bahwa produktivitas gambir dan kualitasnya masih belum begitu bagus. Hal itu diduga berawal dari cara produksi gambirnya, dimana alat yang selama ini digunakan petani, ternyata tidak mendukung kualitas.
Menurutnya dari pembicaraan FGD itu, ada solusi yang bisa dilakukan terkait alat, di mana untuk alat pres bisa membuat katekin (bahan alami yang bersifat antioksidan) gambir jadi lebih bagus, sehingga dapat menghasilkan gambir yang berkualitas.
"Untuk alat pressnya itu, saya sudah minta, berapa harganya, Pemprov Sumbar akan membelinya untuk dijalankan di korporasi pertanian itu," tegasnya.
Dengan harapan, bila alat press itu terbukti manjur, maka Pemprov Sumbar akan mengalokasikan anggaran membeli lebih banyak alat tersebut, untuk diberikan kepada kelompok petani gambir di Sumbar.
Jejeng melihat dengan adanya inovasi dari sisi produktivitas gambir ini, artinya Sumbar telah melangkah untuk memperbaiki dari hulu hingga hilir gambir, yang selama ini ternyata belum tertangani dengan baik.
"Penyebab harga gambir itu anjlok, ternyata kualitasnya. Banyak produksi gambir di Sumbar, terutama luar dari Limapuluh Kota, kualitas gambirnya kurang bagus, sehingga harga pun jadi anjlok," sebutnya.
Contohnya saat ini harga gambir di Limapuluh Kota yang merupakan sentra perkebunan gambir di Sumbar di angka Rp30.000 per kilogramnya. Sementara untuk daerah luar dari Limapuluh Kota ini, bisa turun hingga 50 persennya.
Di Sumbar, luas tanam komoditas gambir totalnya 29.400 hektare. Daerah terluas berada di Kabupaten Limapuluh Kota dengan luas tanam 18.000 hektare, selanjutnya di Kabupaten Pesisir Selatan 10.000 hektare, disusul oleh Kabupaten Agam 1.000 hektare dan Kabupaten Pasaman Barat 400 hektare.
"Dari luas lahan itu, produksi gambirnya di kisaran puluhan ribu ton per tahun, dengan perkiraan 1.000 ton per bulannya gambir Sumbar diekspor ke India," ujarnya.
Selama ini daerah yang cukup banyak dikeluhkan oleh eksportir yakni India selaku eksportir tunggal adalah kualitas gambir yang berasal dari Kabupaten Pesisir Selatan. Dimana di daerah itu, pernah ditemukan adanya campuran gambir dengan tanah liat.
Sebenarnya hal semacam itu jelas bunuh diri bagi petani, karena telah merusak citra kualitas gambir di Pesisir Selatan. "Saya yakin hal itu hanya sebagian kecil petani yang berbuat tidak jujur dalam bertani, tapi dampaknya sangat luas, buktinya harga selalu jatuh bahkan hanya Rp15.000 per kilogramnya untuk wilayah Pesisir Selatan tersebut," ungkap Jejeng.
Untuk itu, Pemprov Sumbar menilai untuk memperbaiki semua itu, perlu adanya korporasi pertanian yang nantinya orientasinya adalah bisnis. Pemprov akan melakukan semacam kawasan percontohan, nantinya bila berhasil langsung diimplementasikan ke lapangan.
"Istilahnya itu nanti ada pendamping lapangan ke perkebunan gambir, mereka itu akan gaji oleh Pemprov Sumbar," katanya.
Adapaun rencana lokasi pendirian korporasi pertanian itu di Kabupaten Limapuluh Kota dengan luas lahan klaster yang disediakan itu 250 hektare.
Jejeng menargetkan, korporasi pertanian itu dapat memunculkan bibit tenaga yang ahli dalam perkebunan gambir di Sumbar. Karena memang, menjadi petani gambir, bukanlah hal yang baru di Sumbar, bahkan sudah 30 tahun yang lalu.
Selama ini, Indonesia adalah negara yang cukup besar mengekspor komoditas gambir ke India. Bila dibandingkan negara lainnya, 80 persen gambir yang di ekspor itu berasal dari Indonesia, dan 80 persen gambir dari Indonesia itu datang dari Sumbar," jelasnya.
Dengan demikian, komoditas gambir di Sumbar memiliki andil yang besar dalam mengisi pasar ekspor untuk komoditas gambir tersebut.
"Kita dari Pemprov Sumbar tentunya ingin komoditas gambir ini terus membaik. Tapi hal ini tentunya bukan dari tugas dari Pemprov saja, tapi kepada Pemkab juga diminta untuk turut bekerja sama, agar perekonomian petani gambir bisa terangkat," tegasnya. (k56).