Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsumen di Sumbar Paling Dominan Bermasalah dengan Leasing

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sumatra Barat menyebutkan dari 10 Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di berbagai daerah, terlihat konsumen di Sumbar paling dominan bermasalah dengan leasing.
Ilustrasi/Istimewa
Ilustrasi/Istimewa

Bisnis.com, PADANG - Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sumatra Barat menyebutkan dari 10 Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di berbagai daerah, terlihat konsumen di Sumbar paling dominan bermasalah dengan leasing.

Berdasarkan keterangan dari Kepala Bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Disperindag Sumbar Zaimar ada sebanyak 112 kasus sepanjang 2020 yang masuk ke BPSK di 10 kabupaten dan kota di Sumbar.

Dia menyebutkan dari 112 laporan itu 90 persennya berkaitan dengan aduan soal leasing. Sedangkan sisanya merupakan kasus yang dikeluhkan oleh pelanggan PLN, asuransi, dan perbankan, serta kredit rumah.

"Kalau tahun 2019 laporan ke BPSK itu 128 kasus. Artinya tahun 2020 ini tingkat kesadaran masyarakat selaku konsumen semakin baik, buktinya laporan yang masuk di 2020 turun menjadi 112 kasus," katanya, Selasa (9/3/2021).

Persoalan yang sering dihadapi oleh konsumen terkait dengan leasing itu yakni penyitaan kendaraan saat berkendara. Dimana ketika si pemilik kendaraan tengah bersama keluarga mengendarai kendaraannya, tiba-tiba ada sekelompok orang menyetop kendaraan itu, dan meminta untuk menyelesaikan tunggakan kredit kendaraannya.

"Nah kondisi itu yang banyak masuk ke BPSK. Kami Disperindag tentu turut mediasi kedua belah pihak. Akhirnya dari setiap laporan itu terselesaikan alis tuntas," sebutnya.

Menurutnya bicara berurusan dengan leasing, maka berurusan pula dengan debt collector. Di sini bagi BPSK dan Disperindag juga, akan menyelesaikan sesuai aturan.

Artinya selagi pihak leasing melakukan prosedur nya secara benar dan tidak menimbulkan dampak kerugian bagi si pemilik kendaraan, maka di BPSK bisa memberikan jalan penyelesaian.

"Rata-rata memang konsumen yang tidak melakukan kewajibannya yakni membayar kredit. Nah di setiap kasus yang ada, dan dilanjutkan dengan pertemuan dua belah pihak, persoalan diselesaikan dengan cara konsumen menyelesaikan tunggakannya bila ingin kendaraannya dikembalikan oleh leasing," ungkap Zaimar.

Namun bila pihak leasing melalui debt collector melakukan tindakan yang salah atau melanggar hukum dalam melaksanakan tugasnya untuk menarik kendaraan yang menunggak kreditnya, maka di BPSK akan melimpahkannya ke pihak kepolisian untuk bisa ditindaklanjuti secara hukum.

Sebab di BPSK, bukanlah lembaga yang bisa menjatuhi hukuman kepada suatu pihak, tapi melainkan bisa memediasi setiap kasus yang masuk ke pembukuan, dengan tujuan tidak terjadi hal-hal yang merugikan.

"Jadi untuk kasus konsumen dengan leasing ini sudah jadi kasus yang terus ada dan masuk ke BPSK dari tahun ke tahun. Sebagian besar kasusnya selesai dikerjakan," tegasnya.

Zaimar menjelaskan 10 BPSK di Sumbar itu tersebar di Kota Padang, Pariaman, Bukittinggi, Payakumbuh dan Solok. Serta di Kabupaten Agam, Sijunjung, Pasaman Barat, Solok, dan Limapuluh Kota.

Daerah yang terbilang memiliki kasus kerugian konsumen yang masuk ke BPSK terbanyak di BPSK Kota Padang mencapai 45 kasus, lalu di Kota Bukittinggi 23 kasus, dan diikuti oleh Kota Pariaman dan Kabupaten Solok masing-masingnya 13 kasus.

Sementara untuk daerah lainnya hanya beberapa saja, yaitu Pasaman Barat 1 kasus, Kota Solok 8 kasus, Limapuluh Kota 4 kasus, Agam 4 kasus, dan Kabupaten Sijunjung 1 kasus, dan terakhir di Kota Payakumbuh tidak ada satupun laporan yang masuk di BPSK Payakumbuh sepanjang tahun 2020 itu.

Perkuat Edukasi Terhadap Konsumen

Zaimar juga menyebutkan untuk memberikan rasa aman kepada konsumen, pihaknya bersama BPSK pun cukup sering melakukan sosialisasi dan edukasi kebanyak masyarakat di berbagai kesempatan.

Tahun 2019 misalnya, Disperindag Sumbar menggelar beberapa kali pertemuan dengan pelaku usaha serta turut mengundang pihak perbankan dan non perbankan seperti asuransi, leasing, PLN, Telkomsel, dan pihak-pihak lainnya.

Alhasilnya, dari sejumlah kegiatan itu, masyarakat di Sumbar semakin paham akan keamanan dalam bertransaksi. Terbukti laporan yang masuk ke BPSK pun turun dari tahun ke tahun.

Begitu juga dalam kondisi pandemi 2020, memang tidak dapat dipungkiri transaksi masyarakat secara daring atau online pun terpantau meningkat. Buktinya, laporan konsumen ke BPSK pun jadi sepi.

"Memang ada laporan soal berbelanja secara online di Bukittinggi, dan konsumennya itu Padang. Uang sudah ditransfer, tapi pelaku usaha di Bukittinggi itu tidak kunjung mengirim barang pesanannya. Ternyata kita coba lacak ke Bukittinggi, tak satupun ada merek toko dan pedagang yang tertera dalam transaksi itu," sebutnya.

Untuk itu, masyarakat atau konsumen perlu memperhatikan beberapa hal bila ingin melakukan transaksi jual beli secara online. Perhatikan dulu kebenaran tokonya, seperti bertanya ke teman-teman yang pernah berbelanja di toko online yang dimaksud.

Serta lihat ulasan atau testimoni yang tertera di bagian kolom komentar. Untuk hal ini biasanya hanya bisa di marketplace resmi seperti Tokopedia, Bukalapak, Lazada, dan marketplace lainnya.

Sementara kalau di marketplace nya di medsos, penipuan berbelanja itu sangat berpotensi terjadi. Khusus untuk di medsos itu, Zaimar menyarankan untuk bertransaksi secara cash on delivery (COD) di lokasi yang dijangkau.

"COD itu bagus, dapat mengurangi resiko kerugian konsumen. Jika bisa COD nya di lokasi yang bisa kita jangkau, ini khusus untuk berbelanja di marketplace di media sosial," jelasnya.

Alasan Zaimar mengatakan ini, karena memang dalam laporan di BPSK rekapitulasi 2020 itu, ada kasus soal kerugian konsumen berbelanja secara online, namun barang yang tiba di konsumen tidak sesuai pesanan.

"Kalau yang ini kasusnya soal kualitas barang. Memang pesanan di proses dan tiba di rumah. Tapi kualitas barangnya itu tidak sesuai dengan foto di iklan. Soal ini kita di Sumbar juga sudah minta ke UMKM kita, agar jujur dalam menjalani usaha," ungkapnya.

Zaimar meminta khusus kepada pelaku UMKM yang memasarkan produknya secara online agar menjalani usaha secara jujur tanpa ada berpikir sudah cukup dapat satu orderan saja, mau konsumen puas atau tidak, bukan jadi persoalan.

Padahal sebaiknya agar usaha tetap berkembang, maka harus memberikan kepercayaan dan kepuasaan bagi konsumen. Caranya itu, pelaku usaha harus jujur. Jika warna bajunya merah marun, maka jelaskan baju itu merah marun dan ukuran serta spesifikasi jenis kainnya.

"Jangan sebut warna merah marun glossy, kalau bajunya cuma warna merah maron biasa. Ya harus jujur, biar dapat kepercayaan pelanggan," sebut dia

Untuk itu, dengan adanya kondisi demikian, Zaimar memaparkan telah membuat Indeks Keberdayaan Konsumen di Sumbar naik dari 36,16 menjadi 53,37 di tahun 2020 berdasarkan perhitungan dari Kementerian Perdagangan RI (Kemendag).

Apalagi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tingkat nasional memperlihatkan bahwa PDRD itu disumbang oleh konsumsi masyarakat. Sehingga konsumen itu perlu dilindungi, dan membina ekonomi untuk terus berkembang dengan baik dari waktu ke waktu. (k56)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Noli Hendra
Editor : Ajijah

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper