Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sumbar Alami Deflasi, TPID Melihat Pemulihan Ekonomi Daerah Membaik

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sejumlah harga komoditas di wilayah Sumatra Barat terkendali sepanjang bulan Februari 2021.
Kondisi transaksi jual beli masyarakat yang ada di Pasar Ikan, Pasie Nan Tigo, Kota Padang, Sumatra Barat, Rabu (3/3/2021). Penjualan ikan juga tercatat sebagai penyebab terjadi deflasi di Kota Padang pada bulan Februari 2021. /Bisnis-Noli Hendra
Kondisi transaksi jual beli masyarakat yang ada di Pasar Ikan, Pasie Nan Tigo, Kota Padang, Sumatra Barat, Rabu (3/3/2021). Penjualan ikan juga tercatat sebagai penyebab terjadi deflasi di Kota Padang pada bulan Februari 2021. /Bisnis-Noli Hendra

Bisnis.com, PADANG - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sejumlah harga komoditas di wilayah Sumatra Barat terkendali sepanjang bulan Februari 2021. Hal ini membuat Sumbar sebagai salah satu daerah di Indonesia yang mengalami deflasi.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar Wahyu Purnama A mengatakan melihat dari perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) umum di Sumbar pada Februari 2021 tercatat mengalami deflasi sebesar -0,38% (mtm), atau menurun dibandingkan realisasi Januari 2021 yang mengalami inflasi sebesar 0,12% (mtm).

"Kita di Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumbar secara aktif melakukan berbagai upaya pengendalian inflasi di daerah terutama dalam rangka menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pemulihan ekonomi di tengah Pandemi Covid-19," kata Wahyu yang juga sebagai Wakil Ketua TPID Sumbar melalui keterangan tertulisnya, Rabu (3/3/2021).

Dia menyebutkan ada tanggal 11 Februari 2021, telah diselenggarakan High Level Meeting (HLM) TPID yang bertujuan untuk membahas Evaluasi Pengendalian Inflasi Sumbar 2020, Pembahasan Strategi Pengendalian Inflasi 2021 dan Pengembangan Ekonomi Kreatif.

Berdasarkan HLM TPID tersebut, dirumuskan upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh TPID Sumatera Barat dilaksanakan dalam kerangka 4K (Keterjangkauan Harga, Kecukupan Pasokan, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi Efektif).

Kerangkanya itu yakni melakukan monitoring harga secara berkala, menyelenggarakan Operasi Pasar Murah untuk bahan pangan yang bergejolak harganya, dan melakukan monitoring stok bahan pangan untuk memastikan kecukupan konsumsi masyarakat.

Menurut Wahyu, TPID juga secara aktif menyelenggarakan pengawasan/sidak pasar berkala oleh Satgas Pangan. Serta mendorong kelancaran distribusi bahan pangan melalui TTIC dan Toko Tani di kabupaten dan kota.

Selain itu TPID juga memastikan kelancaran pasokan dari pulau Jawa di tengah Penerapan Pembatasan Kebijakan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali. Serta meningkatkan koordinasi dan sinergi antar anggota TPID dalam melaksanakan upaya pengendalian inflasi, dan meningkatkan komunikasi efektif kepada masyarakat termasuk memberikan himbauan untuk berbelanja secara bijak.

"Ke depan, diharapkan sinergi dan koordinasi TPID Provinsi, TPID kabupaten dan kota di Sumbar dengan pemerintah pusat dapat terus ditingkatkan dalam rangka pengendalian inflasi daerah terutama di tengah pandemi Covid-19," sebutnya.

Wahyu juga menjelaskan deflasi yang terjadi itu, bila dilihat secara spasial, pada Februari 2021 Kota Padang mengalami deflasi sebesar -0,42% (mtm) menurun dibandingkan realisasi bulan sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar 0,10% (mtm).

Realisasi inflasi Kota Padang menjadikannya sebagai kota dengan nilai deflasi terdalam ke-11 dari total 20 kabupaten dan kota di Sumatra yang mengalami deflasi, serta menjadi peringkat ke-13 dari 34 kabupaten dan kota yang mengalami deflasi di Indonesia.

Sejalan dengan Kota Padang, Kota Bukittinggi pada Februari 2021 juga tercatat deflasi sebesar -0,11% (mtm) lebih rendah dibandingkan realisasi bulan Januari 2021 yang mencatat inflasi 0,30% (mtm). Realisasi inflasi Kota Bukittinggi menjadikannya sebagai kota dengan tingkat deflasi terdalam ke-17 dari 20 Kabupaten/Kota deflasi di Sumatera, serta peringkat ke-26 dari 34 Kabupaten/Kota yang mengalami deflasi di Indonesia.

Secara tahunan inflasi Februari 2021 tercatat sebesar 1,45% (yoy), menurun jika dibandingkan dengan realisasi Januari 2021 yang sebesar 1,63% (yoy).

Sementara itu, secara tahun berjalan sampai dengan Februari 2021 Sumbar tercatat deflasi sebesar -0,26% (ytd) atau lebih rendah dibandingkan realisasi Januari 2021 yang inflasi sebesar 0,12% (ytd).

Inflasi tahun berjalan sampai d9 Februari 2021 juga lebih rendah dibanding inflasi tahun berjalan s.d Februari 2020 yang sebesar 0,40% (ytd).

Penyebab Deflasi di Sumbar Februari 2021

Deflasi Provinsi Sumbar pada Februari 2021 terutama disumbang oleh deflasi pada kelompok makanan, minuman dan tembakau dengan andil sebesar -0,40% (mtm).

Deflasi pada kelompok ini disebabkan oleh penurunan harga komoditas cabai merah, ikan gembolo/ikan aso-aso, telur ayam ras dan petai dengan andil deflasi masing-masing sebesar -0,29%; -0,04%; -0,04%; -0,03 (mtm).

Penurunan harga komoditas cabai merah terutama didorong oleh mulai normalnya permintaan masyarakat dibandingkan periode akhir tahun 2020 dan awal tahun 2021 yang cenderung tinggi.

Pasokan yang melimpah dari hasil panen lokal pada sentra produksi di Kabupaten Agam, Solok, Lima Puluh Kota, Solok Selatan dan Pesisir Selatan juga turut mendorong penurunan harga yang cukup signifikan pada Februari 2021 dibandingkan bulan sebelumnya.

Komoditas telur ayam ras mencatat deflasi yang disebabkan oleh melimpahnya pasokan di masyarakat. Sementara itu penurunan harga ikan gembolo/ikan aso-aso dan petai sendiri didukung oleh kecukupan pasokan di masyarakat dan permintaan yang tercatat stabil.

Kelompok lain yang turut menyumbang deflasi yaitu kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan andil deflasi sebesar -0,03% (mtm).

Deflasi pada kelompok ini terutama didorong oleh penurunan harga komoditas emas perhiasan dengan andil sebesar -0,04% (mtm).

Penurunan harga emas perhiasan sejalan dengan harga komoditas emas global yang mengalami tren penurunan harga di tengah sentimen positif terhadap vaksinasi di beberapa negara sehingga turut mendorong optimisme investor pada pemulihan ekonomi global.

Deflasi pada Februari 2021 lebih lanjut tertahan oleh inflasi pada kelompok transportasi dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar lainnya dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,03% (mtm) dan 0,02% (mtm).

Inflasi pada kelompok transportasi didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara oleh maskapai dengan andil sebesar 0,03% (mtm) akibat belum diputuskannya oleh Pemerintah mengenai kelanjutan pemberian subsidi pembebasan tarif pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U) untuk maskapai pada tahun 2021.

Sementara itu kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar lainnya mengalami inflasi yang disumbang oleh kenaikan biaya kontrak rumah dengan andil 0,02% (mtm).

Dimana kenaikan biaya kontrak rumah disebabkan oleh perbaikan pada harga properti residensial. (k5).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Noli Hendra
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper