Bisnis.com, PADANG - Masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatra Barat, mempersoalkan lahan yang terpakai untuk pembangunan Jalan Tol Padang-Pekanbaru yang melintasi sejumlah desa. Ada sejumlah titik yang dinilai perlu untuk dilakukan pengalihan jalur proyek jalan tol itu.
Salah seorang warga Jorong Tigo Balai, Nagari Lubuk Batingkok, Fitriana (39), mengatakan, persoalan yang dikeluhkan oleh masyarakat bukan berarti masyarakat menolak adanya pembangunan jalan tol.
Tapi sebaliknya masyarakat mendukung adanya pembangunan jalan tol. Tapi ada beberapa tempat dan bangunan yang memang tidak boleh dilalui oleh proyek jalan tol ruas Padang-Pekanbaru tersebut.
"Kami masyarakat ini bukan anti dengan proyek jalan tol itu. Tapi jalur pembangunan tol itu membuat bangunan Kantor Balai Adat yang bersejarah berada di jalur itu dan berarti harus dirobohkan," katanya, Selasa (10/11/2020).
Selain Kantor Balai Adat, juga ada pemakaman tokoh ulama, serta mushola dan pembangunan lainnya. Bagi masyarakat, tempat dan bangunan itu memiliki arti penting, sehingga perlu bagi pihak proyek untuk mengalih jalur proyek jalan tol, sehingga tidak mengusik tempat-tempat yang dimaksud.
Sementara itu Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Sumbar, Yoni Candra, yang mewakili serta mendampingi warga saat mendatangi Kantor DPRD Sumbar di Padang Senin (9/11) kemarin, mengatakan, pihaknya berharap agar pihak pembangun bisa menunjukkan data soal titik lokasi pembangunan jalan tol. Sehingga bisa ditemukan kecocokan untuk mencari lokasi yang pembangunan bisa disepakati bersama warga.
“Kita dari WALHI telah meminta data titik lokasi. Namun pihak pelaksana pembangunan terus saja berbicara soal basic design atau rencana awal, padahal proses sosialisasi dan inventarisasi data kepemilikan warga itu telah dilakukan,” katanya.
Menurutnya proses pembangunan jalan tol dilakukan secara top down. Semua ditentukan pusat tanpa membicarakan dengan warga dan tokoh masyarakat setempat. Harusnya dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat.
Banyak hal akan terdampak seperti lahan milik warga, rumah, dan itu merupakan kebutuhan warga. Tentu itu akan menghilangkan penghidupan warga. Ada juga terdampak sekitar 400 rumah Warga menurutnya tidak anti pembangunan, tapi tentu harus dilakukan secara adil.
Salah satu tempat warga yang terdampak berada di Nagari Lubuk Batingkok, Koto Tangah Simalanggang, Koto Tinggi Simalanggang, Taeh Baru dan Gurun. Nagari itu berada di dua kecamatan yaitu Harau dan Payakumbuh. Warga berharap lokasi dipindahkan ke yang tidak padat penduduk dan tidak produktif.
“Warga berharap tidak di wilayah mereka, sebaiknya pemerintah sudah tahu dimana lokasi dibangun yang tidak berdampak pada warga,” tegas dia.
Yoni Candra berharap dari DPRD juga mengambil sikap terhadap persoalan ini. Kemudian mencarikan solusi apakah dialihkan atau dipaksakan kepada masyarakat. DPRD Sumbar harus ini mengawal ke depannya.
“Kita tidak mungkin bicara pembangunan jalan tol untuk akses dan peningkatan ekonomi masyarakat tapi masyarakat yang terkena malah terdampak kehilangan penghidupannya, tidak adil juga,” sebut dia.
Terkait pembangunan tol Padang-Pekanbaru, masyarakat di lima nagari Kabupaten Limapuluh Kota mengadu Komisi IV DPRD Sumbar, Senin (9/11) kemarin itu. Pengaduan tersebut, didasari oleh dampak yang dirasakan masyarakat akibat dari pembangunan salah proyek nasional itu.
Sekretaris Komisi IV DPRD Sumbar Lazuardi Herman yang memimpin pertemuan itu mengatakan, secara teknis pembangunan merupakan kewenangan kementerian dan dinas terkait, namun ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi pemerintah atas masyarakat.
Dia mengakui bahwa hingga sekarang masih belum jelas dimana titik koordinat yang telah disepakati, sehingga masyarakat dan pemerintah belum sepaham.
Komisi IV, lanjutnya, telah melakukan peninjauan terhadap beberapa titik pembangunan tol Trans Sumatra tahap empat ini, beberapa masukan telah diterima dari masyarakat, salah satunya pembangunan dapat menghilangkan pemukiman masyarakat. Hal tersebut harus dibicarakan bersama.
Tidak hanya itu, ada juga disampaikan terkait sistem kekerabatan adat yang rusak dampak dari pembangunan.
“Pada titik pembangunan tol, ada juga tanah ulayat disitu, jika tidak dicarikan solusi dikhawatirkan akan menjadi persoalan dikemudian hari,” ucap Lazuardi Herman yang dikutip Bisnis.
Menurutnya, seluruh aspek teknis maupun non teknis mesti disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga bisa dicarikan solusi-solusi untuk melancarkan pembangunan.
Selain dihadiri oleh perwakilan masyarakat di lima nagari Limapuluh Kota, pertemuan tersebut juga dihadiri oleh konsultan pembangunan tol, dinas pu kabupaten, provinsi dan juga PUPR.
Sementara itu Anggota Komisi IV DPRD Sumbar Desrio Putra mengatakan, dari rapat koordinasi dengan dinas terkait, pembangunan masih dalam konsep awal, belum ada kepastian yang mutlak.
Jika ada pematokan diawal, merupakan alternatif perencanaan. Pembangunan jalan tol tidak semudah membangun jalan biasa, tentu harus ada pertimbangan seperti bagaimana geometrik jalan, bahkan kecepatan kendaraan saat dalam jalan tol.
“Semua masih dalam perencanaan awal belum ada yang final,“ katanya.
Dia mengatakan pada prinsipnya DPRD mendukung pembangunan dari pemerintah pusat, karena anggaran yang dibawa tidaklah sedikit. Disisi lain DPRD juga berpihak ke masyarakat, sehingga saat perencanaan awal harus dipertimbangkan sematang-matangnya.
“Jangan ada yang tidak terakomodir, baik dari pemerintah maupun masyarakat,” ungkapnya.
Lanjut Desrio, konsultan perencana jalan tol Padang-Pekanbaru agar tidak mengabaikan aspirasi masyarakat terdampak.
Dia meminta agar aspirasi masyarakat mesti dipertimbangkan dan upaya-upaya pemaksaan ataupun adu domba harus dihindari, karena bisa memicu konflik dan menghambat pembangunan jalan tol. (k56)