Bisnis.com, BATAM - Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi, meyakini Batam masih menjadi primadona dan memiliki daya tarik bagi perkembangan industri.
Keyakinan ini didasarkan pada keunggulan Batam tidak ada biaya ekspor impor, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, hingga insentif keuangan lainnya.
"BP Batam juga berkomitmen untuk melayani mewujudkan investasi di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,” kata Muhammad Rudi dalam Web Seminar (Webinar) bertajuk Kesiapan Batam Menghadapi Industrialisasi dan Investasi Asing, pada Kamis (27/8/2020).
Dalam pemaparannya, Rudi menjelaskan investasi di Batam terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2019 nilai investasi Batam mencapai US$750.768 juta dan Semester 1 tahun 2020 (Januari-Juni 2020) mencapai US$497.223 juta.
"Aktivitas ekspor juga berjalan baik, dengan destinasi seperti China, Prancis, India, Singapura dan Amerika Serikat, yang merupakan beberapa negara tujuan ekspor terbesar dari Batam,” kata Rudi.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso yang hadir mewakili Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, memaparkan beberapa poin penting.
Baca Juga
Diantaranya perkembangan dan dampak pandemi Covid-19 di Indonesia, Surplus Neraca Perdagangan, Integrasi Pengembangan Batam-Bintan-Karimun-Tanjung Pinang, serta 2 KEK di Batam yang telah disetujui oleh Kemenko RI.
Susiwijono melanjutkan, Indonesia mengalami kontraksi ekonomi lebih kecil, yaitu sebesar -5,32% pada kuartal kedua tahun 2020, dibandingkan dengan negara-negara lainnya, terutama ASEAN yang mencapai angka dua digit.
Ia juga mengatakan kemungkinan resesi bagi Indonesia selalu ada, dan bukanlah hal yang baru selama pandemi Covid-19 berlangsung.
Pada kuartal kedua, Provinsi Kepulauan Riau mengalami kontraksi 6,66 persen, berbanding dengan kontraksi ekonomi nasional sebesar 5,32 persen. Dari sisi pengeluaran, kinerja ekspor dan impor relatif terdampak minimal. Namun sektor investasi, konsumsi pemerintah, dan lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) menurun tajam dibandingkan dengan nasional.
“Seperti daerah lainnya di Indonesia, sektor jasa, transportasi, dan akomodasi adalah sektor perekonomian yang paling terdampak di Provinsi Kepri. Namun kita harus yakin dan percaya diri dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia, meski mengalami kontraksi yang cukup dalam, namun masih jauh lebih baik dari negara lain,” kata Susiwijono.(K41)