Bisnis.com, BATAM - Pemberlakuan wajib karantina selama 14 hari oleh Pemerintah Singapore dan lockdown sampai 31 Maret 2020 oleh Pemerintah Malaysia dinilai akan sangat memukul semua sektor perekonomian di Batam.
Wakil Koordinator Himpunan Kawasan Industri Kepulauan Riau (Kepri), Tjaw Hoeing mengatakan ada sebanyak 6.552 para ekspatriat dari berbagai jabatan mulai dari Presiden Direktur, General Manager, Manager Produksi sampai pada para engineer, yang bekerja di Batam dan kerap bepergian Batam-Singapura dan Batam-Malaysia.
Mereka biasanya masuk ke Batam hari Senin dan kembali ke Singapura hari Jumat tiap pekannya. Sementara itu, Singapura baru merilis berita terkait wajib karantina, Minggu 15 Maret 2020 dan pemberlakuannya mulai Senin 16 Maret 2020 jam 11.59 pm.
Ketentuan tersebut membuat ekspatriat yang berada di Singapura tidak ada yang datang ke Batam, Senin.
"Ini sangat berdampak pada operasional perusahaan sehari-hari walaupun sampai saat ini belum ada perusahaan yang merumahkan karyawannya. Bisa dibayangkan kalau sempat terjadi permasalahan di wilayah produksi, para supervisor-supervisor yang pasti kebingungan meng-handle-nya karena supervisornya tidak berada di tempat. Tentu tidak bagus untuk efek ke depannya," kata Tjaw di Batam, Selasa (17/3/2020).
Baca Juga
Demikian juga dengan Malaysia yang membuat kebijakan lockdown sampai 31 Maret 2020, sehingga semua kegiatan operasional pabrik di Malaysia diliburkan. Kondisi ini sangat mengancam keberlangsungan beberapa perusahan industri yang bahan bakunya dipasok dari Malaysia.
Tjaw persediaan bahan baku di Batam hanya bertahan sampai April saja. Dengan sisa 1 bulan stok, membuat perusahaan menjadi was-was dan khawatir akibat lockdown ini.
"Menurut saya, kita saat ini menghadapi fase tersulit dari semua resensi ekonomi yang terjadi selama ini. Tapi kita harus percaya bahwa semuanya pasti akan berlalu dan kita harus menang melawan semua ini," kata Tjaw lagi.
Status lockdown di Singapura dan Malaysia juga berdampak pada aktivitas agensi travel di Kepulauan Riau (Kepri). Jika sebelum Lock Down saja telah terjadi penurunan aktivitas hingga 80 persen, saat ini kondisi tersebut semakin memburuk hingga lebih dari 90 persen.