Bisnis.com, PADANG—Kinerja ekspor Sumatra Barat sepanjang awal tahun ini mengalami kejatuhan, melanjutkan tren buruknya kinerja ekspor sepanjang 2018 lalu.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar mencatatkan ekspor daerah itu selama Januari sebesar US$88,66 juta mengalami penurunan 36,83% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang masih menyentuh US$140,36 juta.
Angka itu juga lebih rendah dari pencapaian di bulan sebelumnya yang tercatat US$113,36 juta atau mengalami penurunan 21,79%.
“Ekspor Sumbar selama Januari 2019 sebesar US$88,66 juta, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat US$113,36 juta,” kata Sukardi, Kepala BPS Sumbar, Senin (4/3/2019).
Dia menyebutkan ekspor daerah itu masih didominasi komoditas minyak hewan nabati atau cruid palm oil (CPO) dan karet.
Kontribusi dua komoditas tersebut dalam stuktur ekspor Sumbar yang semuanya nonmigas mencapai 75%. CPO bahkan berkontribusi hingga 64,61% terhadap total ekspor daerah itu, dan karet berkontribusi 10,46%.
Baca Juga
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumbar Ramal Saleh mengatakan saat ini ketergantungan ekspor terhadap dua komoditas tersebut masih sangat tinggi, sehingga ketika harganya anjlok di pasar global maka akan langsung berdampak terhadap kinerja ekspor daerah itu.
“Idealnya, dua komoditas ini [CPO dan karet] cukup 30% saja kontribusinya terhadap ekspor. Komoditas lainnya harus ditingkatkan,” kata Ramal.
Dia menyebutkan untuk menjaga ekspor jangka panjang, pemerintah Sumbar sudah harus membidik pengembangan komoditas lokal, sehingga mengurangi ketergantungan terhadap CPO dan karet.
Menurutnya, Sumbar merupakan daerah yang kaya dengan komoditas lainnya, seperti kopi, teh, gambir, pinang, kayu manis, pala, lada, cokelat, vanila dan berbagai komoditas lainnya.
Sayangnya, komoditas tersebut tidak dikelola dengan baik, dan belum dijadikan prioritas untuk ekspor. Padahal, permintaan di luar negeri sangat tinggi.
“Ke depan, komoditas lokal ini yang harus dikembangkan. Orientasinya sudah harus ekspor, dan pemerintah harus fasilitasinya,” katanya.
Ramal mengungkapkan ada banyak lahan yang bisa dikembangkan untuk komoditas lokal, terutama lahan milik masyarakat dan dikembangkan secara mandiri. Apalagi, tanah Sumbar termasuk subur untuk menanam komoditas tersebut.
Kadin, imbuhnya, akan membantu mendorong peningkatan jumlah eksportir. Sebab, dengan semakin banyaknya jumlah eksportir secara tidak langsung juga berkontribusi meningkatkan ekspor.
Saat ini, kata Ramal, Sumbar baru memiliki sekitar 42 eksportir, sehingga jumlahnya tidak memadai.
“Paling tidak, Sumbar butuh 100 eksportir, sekarang baru ada 42. Kami fasilitasi untuk peningkatan jumlah pelaku usaha ekspor ini,” katanya.