Bisnis.com, PALEMBANG – PT Pertamina (Persero) menargetkan penggunaan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) secara 100% menjadi bahan bakar minyak secara bertahap untuk mendukung energi baru dan terbarukan sekaligus mengurangi impor bahan bakar.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyati, mengatakan ambisi perseroan menjadikan CPO secara 100% sebagai BBM itu dimulai dengan proses pengolahan di Kilang Plaju atau Refinery Unit III yang berada di Kota Palembang, Sumatra Selatan.
“Kami akan melakukan proses pengolahan 100% CPO [menjadi BBM] di sini, di Kilang Plaju,” katanya di sela kunjungan kerja bersama Menteri ESDM terkait green refinery di Pertamina RU III, Kamis (17/1/2019).
Nicke menjelaskan saat ini perseroan sudah menghasilkan dua jenis biofuel, pertama adalah biodiesel yang dikenal dengan B20 dan sekarang dihasilkan oleh RU III berupa kernel oil dari CPO yang dicampur dengan residu sehingga dapat menjadi produk green fuel yang lebih baik.
Diketahui, Perusahaan telah melakukan ujicoba skema co-processing dengan menginjeksi produk turunan CPO berupa refine bleached deodorized palm oil (RBDPO) secara bertahap 2,5% hingga 7,5% pada akhir tahun lalu.
“Hasilnya cukup menggembirakan, karena bisa memproduksi bahan bakar ramah lingkungan dengan octane number hingga 91,3,” kata Nicke.
Baca Juga
Dia mengemukakan nantinya co-processing CPO tersebut akan diterapkan pula di kilang Pertamina lainnya, yakni di Balikpapan, Balongan dan Cilacap.
Co-Processing merupakan salah satu opsi metode produksi green-fuel melalui proses pengolahan bahan baku minyak nabati dengan minyak bumi secara bersamaan menjadi green fuel.
Pengembangan green energy di Kilang Plaju, lanjut Nicke, akan menghemat kas perseroan hingga US$ 160 juta atau Rp2,3 triliun per tahun, sekaligus mengurangi impor minyak hingga 7,36 ribu barel per hari (bph).
Dia memaparkan Saat ini, unit RFCC Kilang Plaju yang berkapasitas 20,5 Million Barel Steam Per Day (MBSD) mampu menghasilkan green fuel yang lebih ramah lingkungan sebanyak 405.000 barel per bulan setara 64.500 kilo liter per bulan.
“Selain itu, kilang ini juga menghasilkan produksi elpiji ramah lingkungan sebanyak 11.000 ton per bulan,” katanya.
Menurut Nicke, pihaknya telah menjajaki kerjasama dengan PTPN untuk suplai kelapa sawit sebagai bahan baku green fuel, agar bahan bakar yang dijual tetap terjangkau bagi masyarakat Indonesia.
Dalam jangka panjang, Pertamina telah melakukan kerjasama dengan ENI, perusahaan minyak asal Italia yang menjadi pelopor konversi kilang pertama di dunia, untuk mengembangkan kilang-kilang Pertamina menjadi green refinery.
Kerjasama ini merupakan bagian dari komitmen Pertamina dalam menyediakan bahan bakar ramah lingkungan sekaligus mengoptimalkan sumber daya alam dalam negeri untuk menciptakan ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional.
Sementara itu Menteri ESDM RI Ignasius Jonan mengatakan pemerintah mendukung penggunaan energi atau bahan bakar yang lebih bersih.
“Sehingga nantinya diharapkan bisa mengubah 100% minyak kelapa sawit [jadi BBM] untuk mengurangi emisi gas buang dan polusi,” katanya.
Jonan menambahkan tujuan yang tak kalah penting dari penggunaan CPO adalah untuk mengurangi impor bahan bakar yang selama ini bisa mencapai 400.000 barrel per hari.
“Nanti bisa menggunakan kelapa sawit yang berasal dari dalam negeri. Langkah ini juga supaya Pertamina bisa berubah dari pengelola energi fosil menjadi energi terbarukan dari kelapa sawit,” katanya.