Bisnis.com, BATAM – Provinsi Kepulauan Riau perlu memaksimalkan kinerja ekspor di kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun (BBK).
Merosotnya kinerja ekspor membuat Kepri mengalami perlambatan paling tajam se-Sumatra, dari 4,51% pada triwulan II menjadi 3,74% pada triwulan III/2018.
Pertumbuhan ekspor Kepri melambat dan berdampak pada kontraksi net ekspor. Ekspor mencatatkan perlambatan pertumbuhan sebesar 5,36% yoy, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 16,97% yoy.
Dalam catatan Bank Indonesia, pertumbuhan net ekspor Kepri terkontraksi sepanjang tahun ini. Mulai dari -51,17% pada triwulan pertama, -6,26% pada kuartal kedua. Kontraksi semakin parah di kuartal ketiga, menjadi -56,43%.
Makin dalamnya kontraksi net ekspor membuat perannya dalam struktur ekonomi Kepri semakin berkurang. Dari 13,98% pada kuartal I/2018, kemudian 12,75% pada kuartal II, dan menjadi 11,3% di kuartal ketiga.
“Kontraksi net ekspor yang makin dalam paling banyak berkontribusi menurunkan ekonomi Kepri,” ujar Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kepri Gusti Raizal Eka Putra.
Ekspor pun melambat. Ekspor migas Kepri pada triwulan III/2018 kontraksi -20,86% yoy, lebih rendah daripada triwulan sebelumnya yang tumbuh 56,61% yoy.
Ekspor nonmigas Kepri pada triwulan III/2018 tumbuh melambat 5,09% yoy, lebih rendah daripada ekspor triwulan II/2018 yang tumbuh 8,00% yoy.
Produk besi dan baja mengalami penurunan ekspor yang cukup signifikan. Olahan crude palm oil (CPO) yang biasanya cukup tinggi juga mengalami penurunan, walaupun tidak separah penurunan ekspor besi dan baja.
Produk industri shipyard seperti perahu, kapal, dan struktur terapung lainnya tumbuh negatif, tapi sudah belakangan mengalami perbaikan.
“Sektor elektronik masih tumbuh positif, tapi pertumbuhannya tidak begitu tinggi, tetapi lebih baik ketimbang kuartal II 2018,” jelasnya.
Makin dalamnya kontraksi net ekspor harus menjadi perhatian utama Kepri. Kepri harus bisa mengoptimalkan peran FTZ BBK yang selama ini menjadi mesin utama ekonomi Kepri. Jika net ekspor negatif, berarti mesin ekonomi Kepri tak begitu baik jalannya. “Harusnya dengan status FTZ, net ekspornya harusnya positif.”
Jika Kepri net ekspor negatif, akan memberikan dampak negatif terhadap current account defisit Indonesia. Padahal pemerintah berharap banyak terhadap kontribusi ekspor daerah, terutama yang diberikan keistimewaan seperti FTZ BBK untuk meningkatkan kinerja ekspor negara.
“Daerah-dareah harus memberikan kontribusi membantu mengurangi defisiti transaksi transaksi berjalan dengan meningkatkan kinerja ekspor,” ujarnya.
Sisi Impor
Di sisi lain, impor Kepri juga turun meski masih lebih besar daripada ekspor. Impor luar negeri Kepri pada triwulan III/2018 tumbuh 20,01% yoy, lebih rendah dari triwulan lalu yang tumbuh 23,93% yoy. Perlambatan impor terjadi pada komoditas migas dan nonmigas.
Impor migas tercatat tumbuh 46,99% yoy pada triwulan-III 2018, melambat dibandingkan dengan triwulan lalu yang tumbuh 52,58% (yoy).
Gusti mengatakan BI mencatat penurunan impor bahan baku. Kondisi ini mengonfirmasi kinerja industri pengolahan melambat. Terkonfirmasi dari impor barang modal naik, tapi impor secara keseluruhan turun. Ini artinya porsi bahan baku pada kuartal ketiga turun.
“Jika impor bahan baku turun, pasti akan terlihat bahwa industri pengolahan mengalami penurunan,” jelasnya.
Industri pengolahan tumbuh 3,53%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,77%. Perlambatan kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan III 2018 terkonfirmasi dari pelemahan ekspor nonmigas luar negeri yang tumbuh sebesar 5,09% lebih rendah dibandingkan triwulan lalu 8,00%.
“Ekspor besi baja Kepri turun tajam. Impor bahan baku juga turun. Hampir semua industri di Batam masih mengandalkan bahan baku dari luar negeri,” jelasnya.
Perlambatan industri pengolahan juga terkonfirmasi dari perubahan inventory yang meningkat pada triwulan ketiga dengan catatan pertumbuhan 98,89%. Merupakan pertumbuhan terbesar, setelah sempat kontraksi -273,57% pada awal tahun.
Perubahan inventory yang cukup besar ini berkaitan dengan aktifitas di industri pengolahan. Inventori merupakan persediaan barang jadi maupun setengah jadi yang tidak terpakai pada proses produksi atau belum selesai diproses atau belum terjual.
Sedangkan perubahan inventori adalah selisih antara nilai inventori pada akhir periode pencatatan dengan nilai inventori pada awal periode pencatatan. Perubahan inventori menjelaskan tentang perubahan posisi barang inventori yang bisa bermakna pertambahan atau pengurangan.
“Jika inventori negatif, biasanya akan memengaruhi kinerja ekspor yang semakin tinggi. Namun, jika inventorinya besar, artinya realisasi ekspor produk industri pengolahan menjadi kecil,” ujar Gusti.
Di sisi lain, kinerja investasi tumbuh menggembirakan, naik dari 8,96% pada triwulan II menjadi 12,19% pada triwulan III/2018. Peningkatan kinerja investasi triwulan III ini adalah yang terbaik selama 2017-2018.
Pertumbuhan investasi ini terutama mendorong oleh tingginya impor barang modal. Impor barang modal pada triwulan III/2018 tercatat tumbuh 16,84% yoy lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan lalu 15,66% yoy.
“Kredit investasi pada triwulan III/2018 juga tercatat tumbuh 14,96% yoy, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan lalu yang 5,18% yoy,” jelasnya.
Kontribusi investasi terhadap struktur ekonomi Kepri semakin besar pada kuartal III/2018. Mulai dari 42,67% pada kuartal pertama, naik menjadi 41,9% kuartal berikutnya, dan pada kuartal ketiga menjadi 43,44%.
Peran investasi yang tinggi membuat struktur ekonomi Kepri lebih baik daripada ekonomi nasional. Kontributor terbesar ekonomi nasional adalah konsumsi rumah tangga, dikuti investasi. Sementara itu, kontributor terbesar ekonomi Kepri adalah investasi 43,44%, diikuti konsumsi rumah tangga 38,02%.
“Peran konsusmsi rumah tangga juga menurun dari 39,80% pada kuartal pertama menjadi 39,57% pada kuartal kedua dan 38,02% pada kuartal ketiga 2018,” kata Gusti.