Empat tahun yang lalu, ketika menginjak usia 21 tahun, Irwansyah berani banting setir dari bekerja sebagai sales furnitur kemudian balik ke kampung halaman menjadi nelayan di Perairan Sembilang.
“Kata orang, Sembilang ini tempat cari uang dan cari senang, makanya saya pindah dari Kota Palembang ke sini,” katanya saat ditemui di kediamannya di Dusun Sembilang VI, Kabupaten Banyuasin, Rabu (11/1).
Dusun Sembilang sendiri berada di Kawasan Lanskap Taman Nasional Berbak Sembilang dan Suaka Margasatwa Dangku.
Mayoritas warga Dusun Sembilang yang berjumlah 472 kepala keluarga (KK), bekerja sebagai nelayan karena secara geografis berada di pesisir sungai yang bisa terhubung hingga ke Selat Bangka.
Pria keturunan Bugis itu mengemukakan, Sembilang juga dikenal nelayan seantero perairan Sumatra Selatan sebagai tempat menjual ikan dengan harga paling tinggi. Ikan hasil tangkapan nelayan Sembilang itu pada akhirnya akan diekspor ke negeri tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.
“Di sini ikan bawal dihargai Rp300.000 per kilogram, makanya banyak nelayan dari daerah lain, seperti Desa Sungsang yang menjual tangkapannya ke Sembilang,” katanya.
Menurutnya, omzet sebagai nelayan bisa mencapai Rp10 juta hingga Rp15 juta setiap kali melaut. Dalam satu bulan Irwan bisa mengarungi perairan Sembilang hingga sebelas kali perjalanan.
“Kalau lagi musim ikan kami bisa menangkap 1 ton per trip tapi kalau lagi sepi karena ombak besar paling 200 kg.”
Anggapan Irwansyah bahwa Sembilang adalah tempat cari uang sebetulnya bukan tanpa alasan. Perairan Sembilang memang menyimpan banyak keanekaragaman hayati laut, termasuk berbagai jenis ikan berdaya jual tinggi. Tangkapan nelayan Sembilang biasanya terdiri dari ikan bawal, tenggiri, udang, cumi-cumi dan kerang.
Kekayaan jenis ikan itu juga didukung oleh keberadaan hutan mangrove yang berada di Taman Nsional Sembilang.
Berdasarkan catatan Pengelola Taman Nasional Sembilang, dalam satu hektare mangrove dapat menghasilkan 480 kilogram ikan dan udang per tahun. Sementara di TN Sembilang yang seluas total 202.496,31 ha memiliki sekitar 87.000 ha kawasan mangrove yang masih utuh.
Bahkan di bagian daratan, Kawasan Sembilang tak kalah menarik, di dalam hutan itu tersimpan berbagai spesies burung, mamalia, reptil dan tumbuhan seperti kayu merawan, ulin dan ramin.
Agus Prabowo, Pengendali Ekosistem Hutan Taman Nasional Berbak Sembilang mengatakan nelayan di Dusun Sembilang mayoritas masih memiliki kesadaran terhadap pentingnya menjaga ekosistem di wilayah itu supaya berkelanjutan (sustainable).
“Nelayan di sini tidak pernah menangkap ikan secara modern melainkan masih tradisional dengan jaring,” katanya.
Cara tradisional itu memang diterapkan oleh Irwansyah dan nelayan lainnya, bahkan diakui Irwansyah, dirinya saat ini menggunakan jala dengan diameter lebih besar supaya ikan-ikan kecil tidak ikut tertangkap.
Perhatian Internasional
Kawasan TN Sembilang—Dangku dengan keanekaragaman hayati baik di darat maupun di perairan, saat ini juga menjadi perhatian dunia internasional.
Salah satunya adalah Zoological Society London (ZSL) yang didukung pendanaan oleh Pemerintah Norwegia melalui the Norwegian International Climate and Forest Initiative (NICFI), Pemerintah Inggris melalui the British Embassy UK Climate Change Unit (UCCU) dan David and Lucile Packard Foundation.
Public Sektor Manager Kemitraan Pengelolaan Lanskap Sembilang—Dangku, Hari Priyadi, mengatakan pengelolaan lanskap yang lebih baik di wilayah Sembilang – Dangku ini dapat berkontribusi kepada peningkatan kemakmuran masyarakat.
“Kemitraan pengelolaan yang kami bangun ini tidak hanya concern di daratan melainkan juga perairan. Kami berupaya membina nelayan supaya mau menjaga perairan Sembilang agar sustainable,” katanya kepada Bisnis.
Hari menjelaskan, ZSL bersama mitra menilai kesadaran nelayan terhadap lanskap berkelanjutan masih rendah. Kondisi itu terlihat masih adanya nelayan yang menangkap ikan pari yang dilindungi.
“Praktik illegal fishing itu masih ada makanya kami juga concern memberikan penjelasan ke warga tentang jenis ikan mana saja yang dilindungi, alat tangkap apa yang seharusnya digunakan, termasuk menyadarkan agar tidak mempekerjakan anak-anak sebagai nelayan.”
Menurut Hari, terdapat lebih dari sepuluh jenis ikan yang dilindungi sesuai undang-undang, seperti kuda laut, ikan napoleon dan beberapa jenis penyu.