Bisnis.com, PAINAN - Dampak cuaca panas yang melanda wilayah Provinsi Sumatra Barat telah dirasakan oleh petani di Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan.
Menurut keterangan salah seorang petani di Sutera, Kambarnis, akibat cuaca panas ini membuat kondisi sawah di desanya itu semakin memprihatinkan.
"Terakhir panen pada Februari 2024 lalu. Biasanya awal Maret sudah mulai ke musim tanam, tapi ketika itu dilanda bencana alam. Sekarang pada bulan Juli ini petani sudah bersiap ke sawah, tapi kondisi sawah sudah kering," katanya, Minggu (28/7/2024).
Dia menceritakan kondisi kekeringan yang dirasakan hamparan ribuan hektare itu diperparah kondisi irigasi yang tidak berfungsi. Padahal kawasan sawah di Sutera itu bukanlah lahan tadah hujan.
"Jadi kondisi cuaca panas ini, semakin memperparah kondisi lahan. Sudah lah irigasi tidak berfungsi, cuaca panas lagi," sebutnya.
Terkait persoalan irigasi di daerah ini, petani telah menyampaikan ke pemerintah nagari, namun tidak ada solusi yang jitu untuk membuat irigasi kembali bisa mengaliri air.
Baca Juga
Sebab kalau dilihat dari bagian hulu irigasi itu, masih terdapat air yang mengalir. Ternyata persoalannya adalah tebalnya sedimen tanah atau lumpur dan ditambah tumpukan sampah, membuat air sulit mengalir di irigasi tersebut.
"Irigasi ini dikenal dengan Irigasi Batang Surantih. Solusinya harus ada alat berat yang mengeruk tanah dan sampah-sampah dari dalam irigasi. Cuma untuk alat berat ini, pemerintah nagari belum ada solusinya," ucap dia.
Kini dengan kondisi cuaca panas, membuat lahan sawah menjadi kering. Tidak ada yang bisa diperbuat, dan harapan hanya bisa tertuju kepada perbaikan saluran irigasi.
"Kami berharap betul pemerintah bisa segera menyikapi kondisi pada pertanian kami ini. Lebih dari lima bulan kami tidak turun ke sawah. Seharusnya sudah panen kedua kalinya di tahun ini. Tapi Buktinya, hingga Juli 2024 ini hanya di bulan Februari saja panennya," tegas dia.
Terkait kondisi cuaca panas ini, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan cuaca panas yang terjadi di wilayah Sumatra Barat hampir merata terjadi di kabupaten dan kota.
Data dari BMKG juga menyebutkan untuk suhu udara di sejumlah wilayah Sumbar tertinggi 32 derajat celcius. Namun dari keterangan Kepala Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau Padang Pariaman, Desindra Deddy Kurniawan kondisi suhu udara di Sumbar terbilang normal.
"Kalau 32 derajat celcius itu masih normal sebenarnya. Namun hal yang membuat kondisi terasa panas yakni sangat minimnya tutupan awan, sehingga suhu udara terasa begitu panas," katanya.
Dia menyatakan untuk kondisi cuaca panas yang terjadi di Sumbar ini berpotensi berlangsung hingga satu pekan kedepan atau sampai memasuki bulan Agustus 2024.
Untuk itu BMKG menyarankan kepada masyarakat tidak melakukan pembakaran secara sengaja, baik itu membakar sampah apalagi membakar lahan, karena cuaca panas seperti saat ini sangat mudah terjadi kebakaran.
"Kondisi cuaca panas ini hampir merata terjadi di wilayah Sumbar. Karena memang tutup awan sangat sedikit, sehingga terjadi gelombang pendek," jelasnya.
Menurutnya kondisi cuaca panas tersebut berpotensi terjadi karhutla. Sehingga perlu adanya kesadaran masyarakat tidak dengan sengaja melakukan pembakaran lahan.
"Penting sekali untuk mengedukasi masyarakat, jangan melakukan pembakaran secara sengaja. Jangankan soal karhutla, membakar sampah rumput di halaman rumah saja, sebaiknya jangan dilakukan dalam kondisi cuaca panas ini," tegasnya.
Diakuinya bahwa hasil prakiraan cuaca dari BMKG itu setiap harinya telah dikoordinasikan ke pemerintah kabupaten dan kota serta provinsi, termasuk instansi pemerintah yang bisa mengambil kebijakan terkait kondisi cuaca panas itu, sehingga ada upaya edukasi ke masyarakat dan langkah-langkah antisipasi potensi dampak dari cuaca tersebut.
"Sudah sepakan cuaca panas ini berlangsung. Kalau sampai 10 hari masih panas, maka Sumbar disebutkan tengah menjalani Hari Tanpa Hujan," tutupnya.