Bisnis.com, PADANG - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatra Barat menyebutkan kendati terjadi kenaikan harga di sejumlah bahan pokok namun secara zonasi masih berada pada zona hijau.
Kepala Bidang Perdagangan Disperindag Sumbar Ridonal mengatakan telah menggelar rapat dengan Kementerian Perdagangan dan hasilnya daerah yang terbilang cukup mengkhawatirkan dampak kenaikan harga bahan pokok berada di daerah timur Indonesia. Sementara di Sumbar masih berada di zona hijau.
"Isu sekarang yang menjadi perhatian pemerintah itu soal harga beras. Karena harga beras di Indonesia naik, dan bahkan naiknya itu melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Di Sumbar sudah lama malah harga berasnya di atas HET," katanya ketika dihubungi Bisnis di Padang, Senin (21/8/2023).
Dia menjelaskan sesuai dengan Permendag No.57/2017 tentang Penetapan Harga Tertinggi Beras untuk beras premium Rp13.300 per kilogram dan beras medium Rp9.950 per kilogram. Namun yang terjadi saat ini harga beras jauh dari HET tersebut.
Seperti halnya yang terjadi di Sumbar baru-baru ini, harga beras premium yang tertinggi mencapai Rp18.000 per kilogram yakni untuk beras cisokan Solok, dan beras kuriak kusuik Bukittinggi Rp15.000 per kilogram. Sementara itu untuk beras medium, harga beras di sejumlah pasar mencapai Rp13.500 per kilogram.
"Jadi yang terjadi saat ini di Sumbar itu, harga beras medium malah setara dengan harga beras premium sesuai HET. Di Sumbar sebenarnya sudah biasa soal harganya itu di atas HET," sebutnya.
Baca Juga
Ridonal menyampaikan di satu sisi kondisi kenaikan harga beras sebenarnya tidak hanya terjadi di daerah lainnya seperti di daerah Jawa dan Timur Indonesia. Tapi di Sumbar juga tengah terjadi kenaikan harga beras.
"Harga Rp18.000 per kilogram untuk beras premium sudah naik, dan memang naiknya persentasenya itu kecil, tapi memang terjadi kenaikan," ujarnya.
Menurutnya kendati terjadi kenaikan harga itu, jual beli beras di sejumlah pasar di Sumbar masih terpantau stabil. Karena masyarakat di Sumbar memang sudah terbiasa mengkonsumsi beras premium.
"Hasil panen padi di Sumbar juga surplus dari kebutuhan. Jadi tidak ada yang kekurangan beras di Sumbar. Hanya saja, kondisi itu dialami daerah-daerah di Sumbar yang memiliki lahan sawah. Sementara di daerah perkotaan, hasil panen di daerahnya itu terbilang sedikit, sehingga butuh dipasok dari kabupaten dan kota di Sumbar lainnya," sebut dia.
Kendati dari kondisi jual beli beras di Sumbar masih terbilang stabil, Disperindag tetap berharap agar Badan Urusan Logistik (Bulog) turun melakukan operasi pasar dengan cara mendistribusikan beras-beras yang ada di gudang Bulog.
"Sekarang Bulog itu berasnya sudah bagus, sudah diakui oleh pedagang di pasar. Berasnya impor di Vietnam. Jadi masyarakat sebenarnya sudah memilirik beras Bulog ini," jelasnya.
Hanya saja, Ridonal melihat, butuh pasokan lebih banyak lagi beras di Bulog itu, sehingga bisa merata distribusinya ke seluruh daerah di Sumbar. Dia berharap Bulog juga bisa segera turun, agar kondisi harga beras di pasar tidak semakin liar.
"Bulog harganya berasnya jelas sesuai HET, sesuai beras medium Rp9.950 per kilogram. Nah, beras sudah bagus, jadi bisa jadi pilihan masyarakat juga. Kita berharap Bulog bisa berperan dalam kondisi ini," kata Ridonal.
Di satu sisi, Disperindag melihat penyebab terjadinya kenaikan harga beras saat ini, akibat kondisi cuaca yakni melalui situasi El Nino. Di beberapa daerah lainnya di Indonesia sudah merasakan dampaknya, sementara di Sumbar sejauh ini belum ada dampak yang signifikan dengan adanya El Nino ini.
"Sesuai penjelasan BMKG, El Nino ini tidak merata terjadi di Sumbar, hanya beberapa daerah saja. Jadi untuk kondisi produksi padi bisa dikatakan tidak begitu signifikan dampaknya. Sehingga ketersediaan beras di Sumbar masih dalam keadaan stabil," ungkapnya.