Bisnis.com, MEDAN - Pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara (Sumut) pada triwulan I 2023 cenderung turun dari triwulan sebelumnya yang mencapai angka 5,26 persen jatuh ke 4,87 persen.
Adanya tren moderasi harga komoditas ekspor utama Sumut seperti kelapa sawit menahan aktivitas perdagangan internasional.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumut Doddy Zulverdi mengatakan komoditas andalan dari Sumut memang sangat bergantung pada permintaan global.
Beda halnya jika Sumut memproduksi barang-barang yang bisa dipromosikan misalkan mobil, atau barang-barang konsumsi yang memang bisa disajikan.
Berdasarkan data, angka ekspor Sumut secara quarter to quarter (qtq) turun tajam dari yang sebelumnya 9,77 persen qtq, pada kuartal I atau quarter I 2023 menjadi 2,45 persen.
"Sehingga memang yang bisa kita lakukan dari sisi permintaan ya, kalau memungkinkan kita harus bisa menunjukkan diversifikasi negara tujuan ekspor," ungkap Doddy pada Jumat (12/5/2023).
Doddy pun menjelaskan bahwa masih ada kesempatan bagi Sumut untuk mencari apakah masih ada negara-negara yang bisa menjadi tujuan ekspor yang baru.
"Contoh, kelapa sawit. Kalau memang nanti permintaan India atas kelapa sawit turun, kita (kemudian) cari apakah ada daerah-daerah yang bisa menjadi tujuan ekspor sawit. Bisa kita dorong. Itu pendekatan dari sisi demand-nya," sambung Doddy.
Dari sisi supply, menurut Doddy, yang bisa dijaga adalah bagaimana agar produksi di Sumut tidak berkurang. Sehingga jika angka ekspor permintaannya semakin turun, yang perlu dioptimalkan adalah pemenuhan kebutuhan di dalam negeri.
"Ini terus kita dorong. Jadi kalaupun misalnya permintaan luar negeri turun, untuk sawit kita, tapi kalau kita bisa serap untuk kebutuhan domestik, ini bisa meminimalkan dampak dari permintaan dunia kepada komoditas sawit," ungkap Doddy lagi.
Selain diversifikasi pasar negara tujuan, Doddy juga menilai perlunya diversifikasi dari sisi komoditas. Konteksnya adalah bagaimana membuat produk-produk yang selama ini diekspor secara mentah, bisa menjadi komoditas yang lebih produktif.
Sehingga nantinya Bank Indonesia Perwakilan Sumut, lanjutnya, bisa terus mendorong agar tercipta suatu ekosistem yang membuat produk-produk komoditas mentah ini bisa kita olah sehingga nilainya lebih tinggi.
"Jadi meski ekspornya sedikit, tapi kan kalau nilainya besar kan ekspor kita tetap berimbang," ucap Doddy.
Meskipun cara ini tidak berdampak cepat, namun kalau melihat pengalaman seperti nikel yang diolah menjadi baja, hitungannya bisa sampai puluhan tahun, Doddy berpendapat Sumut bisa membalikkan kondisi neraca perdagangan.
"Itu saya yakin kalau kita juga optimal dengan menghilirisasikan komoditas sawit, timah dan lainnya tadi, ini bisa juga mengatasi resiko pelemahan permintaan global yang kita belum tahu kapan akan berakhir," lanjutnya.
Begitu pun, dari sisi jangka pendek, yang bisa dilakukan Sumut dengan permintaan global yang melemah adalah dengan terus mendorong permintaan domestik.
"Bagaimana kita menjaga konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi. Jadi itu yang bisa kita lakukan untuk memitigasi resiko perlambatan global terhadap kinerja ekspor dan juga pada ekonomi Indonesia, termasuk Sumut," pungkas Doddy.