Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Industri Jasa Keuangan di Sumbar Juni 2022 Tumbuh Positif

OJK menyebutkan kinerja industri jasa keuangan di Sumatra Barat posisi Juni 2022 tumbuh positif di tengah meningkatnya tekanan inflasi.
Karyawan menghitung uang rupiah di salah satu kantor cabang BNI di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (30/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menghitung uang rupiah di salah satu kantor cabang BNI di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (30/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, PADANG - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan kinerja industri jasa keuangan di Sumatra Barat posisi Juni 2022 tumbuh positif di tengah meningkatnya tekanan inflasi dan pelemahan ekonomi global.

Kepala OJK Sumbar Yusri mengatakan pertumbuhan industri keuangan itu dapat dilihat pada aset perbankan Sumbar tumbuh 8,82 persen (yoy), serta diikuti oleh Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh sebesar 6,44 persen (yoy), kredit tumbuh sebesar 8,43 persen (yoy), dengan profil risiko yang masih terjaga pada level terkendali dengan Non Performing Loans (NPL) gross tercatat sebesar 2,07 persen.

"Artinya kondisi industri jasa keuangan di Sumbar memang masih baik-baik saja. Kita berharap ke depan tren positif seperti ini akan terus terjadi," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (11/8/2022).

Yusri menjelaskan tidak hanya diperbankan konvensional yang memperlihatkan kinerja positif, tapi perbankan syariah Sumbar juga menunjukan kinerja yang menggembirakan, aset dan pembiayaan perbankan syariah tercatat tumbuh masing-masing sebesar 14,12 persen (yoy) dan 13,53 persen (yoy), DPK tumbuh 21,05 persen (yoy) dan Rasio Non Performing Finance (NPF) masih terjaga di posisi 2,00 persen.

"Hal ini tentu jadi kabar gembira, perbankan syariah juga memperlihatkan kinerja yang positif," ujarnya.

Sementara untuk kinerja BPR dan BPR Syariah di Sumbar juga mengalami pertumbuhan positif.

Kredit tumbuh sebesar 7,29 persen (yoy) dengan Rasio Non Performing Loans (NPL) sebesar 7,61 persen. Dari sisi penghimpunan dana, Dana pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 9,22 persen.

Fungsi intermediasi BPR dan BPRS cukup baik terlihat dari Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat sebesar 94,33 persen, dan rasio permodalan (CAR) yang terjaga pada 28,06 persen.

Sementara untuk Industri Keuangan Non Bank, khususnya perusahaan pembiayaan, pada Juni 2022, piutang pembiayaan mengalami pertumbuhan 1,46 persen (yoy), dan NPL mengalami perbaikan menjadi 2,91 persen dibandingkan posisi yang sama tahun lalu sebesar 4,28 persen.

Yusri juga mengatakan kondisi yang diperlihatkan dalam industri jasa keuangan di Sumbar ini dapat dikatakan hal yang patut disambut dengan gembira. Karena melihat pada kondisi secara global, ada sejumlah tantangan yang menghadang.

Seperti eskalasi ketidakpastian global yang terus berlangsung menciptakan sejumlah risiko dan tantangan baru bagi sejumlah negara yang terdampak pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020.

Menurutnya pukulan ganda dari pandemi Covid-19 dan konflik Rusia dan Ukraina turut memperburuk gangguan rantai pasokan (global supply disruption), meningkatkan tekanan inflasi, dan menurunkan ekspektasi pertumbuhan ekonomi global.

Ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan (supply-demand imbalance) telah mendorong lonjakan harga komoditas global yang selanjutnya menyebabkan tingkat inflasi melonjak di berbagai negara hingga melampaui kondisi normal sebelum terjadinya pandemi.

Di tengah momentum pemulihan ekonomi global yang masih terus bergerak lesu, kondisi Indonesia termasuk yang paling baik dan memiliki risiko default terendah jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya.

Dalam perkembangan terkini, Indonesia justru menunjukkan performa impresif dengan resiliensi fundamental yang semakin membaik di tengah tekanan eksternal maupun internal yang kian menantang. Hal ini salah satunya terlihat dari tingkat yield obligasi yang berada dalam batas aman (<10 persen).

Artinya tangguhnya perekonomian Indonesia juga tercermin dari performa sektor manufaktur yang terus menggeliat, optimisme keyakinan konsumen yang tetap tinggi, surplus neraca perdagangan yang berlanjut, dan besarnya cadangan devisa.

"Optimis ini yang membuat performa sektor manufaktur yang terus menggeliat," tutup Yusri. (k56).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Noli Hendra
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper