Bisnis.com, MEDAN - Kasus panti rehabilitasi narkoba atau yang lebih populer dengan julukan kerangkeng manusia di rumah pribadi Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Peranginangin memasuki babak baru.
Kuasa hukum delapan terdakwa, Poltak Agustinus Sinaga, kembali mengungkit soal tulisan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi berjudul Perbudakan oleh Local Strongman Langkat. Tulisan ini terbit di laman resmi LPSK pada Senin (14/3/2022) lalu.
Menurut Poltak, tulisan Edwin sangat merugikan kliennya. Apalagi, menurut Poltak, fakta persidangan justru jauh dari berbagai tudingan tersebut.
Menurutnya, tak satu pun saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Langkat menyatakan perilaku sadis para terdakwa seperti yang telah beredar di media massa selama ini.
Kesan tendensius itu, kata Poltak, diduga terjadi imbas pembentukan opini yang sengaja diembuskan di tengah masyarakat.
"LPSK overlap dalam kasus ini, banyak tuduhan LPSK yang mendiskreditkan klien kami, padahal sidang baru pemeriksaan saksi. Mereka sudah menembak di atas kuda," kata Poltak saat menggelar konferensi pers di Kota Medan, Sumut, Selasa (9/8/2022).
Baca Juga
Poltak berencana melaporkan Edwin karena diduga melanggar kode etik LPSK. Selain itu, Poltak juga tidak menutup kemungkinan bakal menyeret Edwin ke ranah hukum.
"Setelah sidang saksi, kami akan laporkan Edwin Partogi tentang dugaan pelanggaran kode etik," kata Poltak.
Terpisah, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi enggan menanggapi tudingan kuasa hukum para terdakwa. Walau begitu, Edwin mengatakan bahwa tulisannya yang berjudul Perbudakan oleh Local Strongman Langkat masih terpampang di laman website LPSK.
"No comment," kata Edwin kepada Bisnis.
Pada awal 2022 lalu, publik digegerkan dengan kasus yang melanda Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin. Setelah terjerat kasus dugaan suap, eks Ketua DPRD Langkat tersebut kembali tersandung masalah.
Cana, sapaan populer Terbit Rencana, dilaporkan oleh Migrant Care ke Komnas HAM pada Senin (24/1/2022) atas dugaan praktik perbudakan modern. Kasus ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan kerangkeng manusia.
Tak sampai di situ, Cana kembali terseret kasus setelah aparat menemukan sejumlah satwa dilindungi di kediaman pribadinya.
Khusus soal kerangkeng atau panti rehabilitasi narkoba, sebanyak delapan orang telah diseret ke meja hijau. Para terdakwa berinisial HS, IS, DP, HSur, TUS, JS, SP dan RG. Sejauh ini, Pengadilan Negeri Stabat telah menggelar tiga kali sidang. Agenda teranyar tentang keterangan saksi.
HS dan IS didakwa dengan Pasal 351 Ayat (3) Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007.
Kemudian DP dan HSur didakwa Pasal 351 Ayat (3) Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Sedangkan TUS, JS, SP dan RG didakwa Pasal 333 Ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.