Bisnis.com, MEDAN - Untuk kesekian kalinya, satwa terancam punah sekaligus dilindungi meregang nyawa akibat jerat.
Kali ini, nasib tragis dialami oleh tiga ekor harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) di lahan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan Kelapa Sawit milik PT Aloer Timur di Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, Aceh.
Jasad ketiga satwa malang itu ditemukan secara tak sengaja oleh tim patroli gajah pada Minggu (24/4/2022) lalu. Kondisi mereka tampak mengenaskan dengan bagian leher dan kaki tersangkut jerat.
Otoritas terkait sudah berada di lokasi gunakan melakukan olah tempat kejadian perkara dan proses nekropsi.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indra Exploitasia berjanji pihaknya akan mengusut tuntas kasus ini sehingga tak terus-menerus terulang.
"Agar tak terulang kasus ini akan diusut tuntas untuk ditegakkan," kata Indra singkat kepada Bisnis, Senin (25/4/2022).
Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatra Subhan mengatakan, pihaknya juga sudah terjun ke lokasi untuk menindaklanjuti temuan itu.
"Tim kami sedang di lapangan," kata Subhan.
Subhan mengatakan, pemasang jerat yang menyebabkan kematian satwa dilindungi sebenarnya dapat terancam hukuman pidana. Namun sejauh ini, belum ada pelaku yang ditetapkan.
"Belum," kata Subhan.
Kepala Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto mengatakan, saat ini petugas medis dan sedang berada di lokasi guna melakukan nekropsi dan olah tempat kejadian perkara.
"Pagi ini akan dilaksanakan," kata Agus.
Kepala Bidang Humas Polda Aceh Kombes Winardy mengatakan, pihaknya sudah melakukan pengamanan di lokasi peristiwa sekaligus berkoordinasi dengan BKSDA Aceh.
"Sampai saat ini masih melakukan penyisiran untuk melihat dan mengecek apakah masih ada jerat-jerat lainnya dan ada satwa lain yang jadi korban, termasuk membersihkannya," katanya.
Winardy mengatakan, penyidik Polres Aceh Timur juga masih melakukan penyelidikan guna mengetahui pelaku pemasangan jerat yang berujung pada kematian satwa dilindungi.
"Siapa pemasang jerat dan apa maksud sesungguhnya serta apakah ada unsur kesengajaan? Intinya saat ini masih berproses penyelidikan," kata dia.
Winardy menambahkan, pemasang jerat dapat diancam hukuman pidana jika terbukti memiliki unsur kesengajaan.
"Ya diancam dengan pidana jika ada unsur niat, kesengajaan untuk melakukan pembunuhan satwa dilindungi. Ada SOP yang harus ditempuh termasuk mengumpulkan dua alat bukti, tentunya akan kita proses sesuai ketentuan hukum yang berlaku," katanya.
Menurut Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh Ahmad Shalihin, persoalan konflik satwa-manusia di Aceh sangat kompleks.
Saat ini, komposisi tata ruang di Aceh sudah tidak ideal. Begitu banyak kawasan yang seharusnya habitat satwa beralih jadi lahan perkebunan dan areal lainnya.
Di satu sisi, pemahaman warga lokal terhadap keselamatan satwa dilindungi terbilang rendah. Sedangkan jumlah sumber daya pendukung untuk melakukan pengawasan sangat terbatas.
Di sisi lain, penegakan hukum terhadap pelaku pemasangan jerat cenderung tak tuntas. Inilah yang menyebabkan peristiwa memilukan itu kerap terulang di Aceh.
Berdasarkan catatan WALHI Aceh, setidaknya terdapat delapan kasus kematian harimau akibat jerat dan perdagangan organ di Aceh kurun 2020-2021.
Selain harimau, gajah juga merupakan spesies paling terancam dengan jerat. Sejak 2017 hingga 2021, sudah terdapat 48 ekor gajah yang mati di Aceh. Selain jerat, mereka juga tewas akibat tersengat pagar listrik dan diracun.
"Sudah pasti kasus-kasus ini akan kami kawal. Karena itu terus terulang. Kemudian kadang-kadang, penanganannya itu juga tidak ada ujungnya, tidak ada tersangkanya," kata Shalihin.
Shalihin juga mengingatkan penegak hukum untuk turut memeriksa pihak PT Aloer Timur. Seperti diketahui, jerat yang mematikan satwa-satwa itu berada di lahan konsesi kebun sawit mereka.
"Ini perusahaan juga harus bertanggung jawab. Karena kejadian ini kan berada di area kerja mereka. Mau tak mau semua yang terjadi di dalamnya harus dimintai pertanggungjawaban ke perusahaan," kata Shalihin.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan pihak PT Aloer Timur belum dapat dimintai keterangannya.
Penemuan jasad tiga ekor harimau Sumatra di lahan HGU Perkebunan Kelapa Sawit PT Aloer Timur di Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, Minggu (24/4/2022) lalu terjadi secara kebetulan.
Penemuan itu bermula dari patroli gabungan otoritas terkait dalam rangka penanganan konflik gajah liar. Di suatu titik, petugas tak sengaja melihat jejak harimau Sumatra dan memutuskan untuk mengikutinya.
Betapa terkejutnya mereka saat tiba di suatu tempat. Pada pukul 14.00 WIB, petugas menemukan dua ekor harimau tewas mengenaskan dengan kondisi leher terlilit jerat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, kedua harimau itu diketahui berjenis kelamin jantan. Umur masing-masing diperkirakan antara 2-2,5 tahun. Keduanya didiga telah tewas sejak 3-4 hari lalu.
Beranjak dari temuan awal, firasat petugas menduga masih ada korban lainnya. Mereka pun lanjut melakukan penyisiran.
Kecurigaan itu terbukti benar. Hanya berjarak sekitar 500 meter dari lokasi semula, petugas kembali menemukan seekor harimau berjenis kelamin betina yang juga tewas akibat leher terjerat. Usianya diperkirakan lebih tua, yakni berkisar 5,5-6 tahun. Harimau ini diduga telah tewas sejak lima hari sebelum ditemukan.
Saat ini, petugas BKSDA Aceh beserta Polres Aceh Timur sudah tuntas melakukan nekropsi dan olah tempat kejadian perkara. Proses nekropsi ini dipimpin oleh drh Rossa.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, terdapat setidaknya tiga penyebab kematian tiga ekor harimau tersebut.
Yakni karena gangguan pernafasan dan peredaran darah akibat terkena jerat, kemudian kehabisan oksigen dan adanya penekanan pada bagian saluran nafas. Pada proses ini, petugas juga mengambil sempel isi lambung harimau untuk selanjutnya diuji di laboratorium.
Pada kesempatan yang sama, petugas dari Polres Aceh Timur turut menyita jerat dari lokasi peristiwa sebagai barang bukti.
"Selain itu kami juga mengamankan dua buah gulungan tali jerat atau aring dari kedua TKP," ujar Kasat Reskrim Polers Aceh Timur AKP Miftahuda Dizha Fezuono.
Kapolres Aceh Timur AKBP Mahmun Hari Sandy Sinurat mengingatkan bahwa harimau merupakan satwa yang dilindungi oleh Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati.
Bagi pelanggar akan diancam hukuman pidana paling lama lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp100 juta.
"Begitupun bagi yang melakukan pelanggaran karena kelalaiannya akan dikenai pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp50 juta," ujar Mahmun.
Kematian satwa dilindungi akibat jerat seolah peristiwa rutin yang kerap terjadi. Masih segar dalam ingatan tentang foto memilukan bangkai tiga harimau yang tewas mengenaskan dekat Desa Ie Buboh, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan pada Selasa (24/8/2021) silam. Lokasinya berada di dalam Kawasan Ekosistem Leuser. Nasib ketiganya berujung serupa, tewas akibat jerat.
Selain harimau, satwa lain yang paling menderita akibat jerat adalah gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus). Peristiwa serupa juga dialami bayi gajah di Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya pada Minggu (14/11/2021) silam.
Belalainya nyaris putus dan ditemukan dalam kondisi kritis akibat jerat. Setelah dua hari menahan rasa sakit, gajah berusia satu tahun itu akhirnya menghembuskan nafas terakhir saat menjalani perawatan di Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, Kabupaten Aceh Besar, Selasa (16/11/2021).