Bisnis.com, PALEMBANG – Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan meminta produsen tempe di daerah itu untuk menyesuaikan produksi dengan harga kedelai yang makin tinggi.
Kepala Dinas Perdagangan Sumsel Ahmad Rizali mengatakan penyesuaian produksi itu biasanya terkait ukuran tempe.
"Biasanya kalau [kenaikan harga] kedelai, pedagang cepat menyesuaikan diri dengan mengurangi ukuran produksi seperti mengurangi ukuran tempe,” ujarnya, Senin (21/2/2022).
Menurutnya, kenaikan harga kedelai bukan hal baru dan bukan pertama kali dihadapi para produsen tempe.
Sehingga produsen tempe sudah terbiasa dan dianggap mampu cepat beradaptasi dengan kondisi yang ada.
"Sulitnya mengendalikan harga kedelai tidak lepas dari ketergantungan impor kedelai yang tinggi sementara produksi dalam negeri tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan produksi,” katanya.
Rizali menyebut saat ini pemerintah daerah juga sedang mencari solusi untuk mengendalikan tingginya harga kedelai. Caranya, upaya subsidi yang menjadi salah satu skema pertimbangan menekan harga penjualan kedelai.
“Sedang dicari skema subsidinya. Tidak seperti minyak goreng, skema subsidi kedelai ini lebih susah karena bahan bakunya impor. Mungkin subsidinya dari bea impor," jelas dia.
Namun memang pemerintah membutuhkan waktu menentukan skema yang tepat untuk subsidi kedelai. Paling tidak dalam waktu satu bulan pemerintah telah menemukan formula yang tepat dalam menggelontorkan subsidi kedelai.
Sementara itu, perajin tempe di Macan Lindungan Palembang Abdul Hamid mengatakan harga tempe melambung, memaksa mereka memutar otak agar tempe yang mereka produksi tetap laku di pasaran.
Jika harga kedelai terus melonjak hingga Rp11.500 per kilogram, maka produsen tempe harus mengurangi produksi. Semisal, dari 150 kilogram per hari kini menjadi 140 kilogram per hari.
"Ini agar tidak mengalami kerugian lebih besar. Kita terpaksa mengurangi produksi sekitar 10 kilogram karena kedelai mahal. Sebab kalau kualitasnya dikurangi atau harganya dinaikkan orang tidak akan beli," ungkapnya.
Dia menuturkan, hingga sekarang belum ada bahan utama pengganti kedelai untuk pembuatan tempe. Maka itu ia berharap ada kebijakan pemerintah bagi pengrajin tahu dan tempe untuk tetap bisa produksi dalam bertahan hidup.