Bisnis.com, PALEMBANG – Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan kembali melanjutkan operasi pasar minyak goreng seiring masih tingginya harga komoditas bahan pokok itu di pasaran.
Dalam operasi pasar tahap II tersebut, Pemprov melibatkan produsen minyak goreng, PT Indokarya Internusa, untuk menyalurkan 52.008 liter minyak goreng yang dibanderol Rp14.000 per liter.
Kepala Dinas Perdagangan Sumsel Ahmad Rizali mengatakan operasi pasar tersebut digelar di 18 titik pasar.
“Penyaluran ini diamanatkan oleh Kementerian Perdagangan, dan tidak semua diikuti provinsi, hanya 18 provinsi termasuk Sumsel lantaran kita punya distributor minyak goreng harga murah yang memadai,” katanya saat peluncuran operasi pasar minyak goreng murah, Rabu (12/1/2022).
Dia mengemukakan sebelumnya, operasi pasar serupa telah digelar pada akhir tahun 2021 dengan alokasi sebanyak 25.000 liter.
Sementara itu, Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan operasi pasar merupakan bentuk kehadiran pemerintah di tengah gejolak harga komoditas bahan pokok.
Baca Juga
“Tujuannya tak lain untuk menyeimbangkan harga, apalagi Sumsel ini kan produsen sawit. Ekspor CPO bisa sampai 6 juta ton tetapi mengapa kita beli minyak goreng masih mahal?,” katanya.
Oleh karena itu, Deru menambahkan, operasi pasar juga untuk menyadarkan produsen CPO dan minyak goreng hingga pedagang agar mau bekerjasama dalam stabilisasi harga.
Manajer Operasional PT Indokarya Internusa, Liana, menjelaskan dari sisi produsen, kenaikan harga minyak goreng tidak terlepas dari tingginya harga CPO yang merupakan bahan baku komoditas itu.
“Biasanya untuk HET (harga eceran tertinggi) minyak goreng kami senilai Rp11.000 per liter, sekarang rata-rata Rp19.000 per liter – Rp21.000 per liter. Kondisi itu terjadi sejak akhir tahun lalu,” paparnya.
Dia melanjutkan perusahaan yang merupakan bagian dari Musi Mas Group itu pun ditunjuk Kemendag untuk menjadi pemasok pasar murah minyak goreng di Sumsel.
Secara total, kata dia, pihaknya menyiapkan sekitar 1 juta liter minyak goreng murah untuk operasi pasar yang digelar di wilayah operasional perusahaan, termasuk pula di Sumatra Utara.
“Sudah berjalan, kami targetkan selesai bulan ini. Kalaupun nanti ada kebutuhan operasi pasar lagi di Sumsel, kami siap bekerjasama,” katanya.
Terpisah, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumsel Alex Sugiarto mengatakan kenaikan harga CPO turut memengaruhi biaya produksi minyak goreng.
“Karena sebagian besar produsen minyak goreng membeli CPO sesuai dengan harga pasar lelang dalam negeri dan tidak terintegrasi dengan produsen CPO,” jelasnya.
Menurutnya, pengusaha sawit turut mendukung stabilisasi harga minyak goreng di tingkat konsumen. Salah satunya, lewat penggunaan dana sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Pemerintah telah mengalokasikan dana Rp3,6 triliun untuk penyaluran minyak goreng murah sebanyak 1,2 miliar liter. Di mana anggarannya bersumber dari dana sawit di BPDPKS,” kata Alex.
Penyumbang Inflasi
Sementara itu, Bank Indonesia Perwakilan Sumatra Selatan (BI Sumsel) menilai operasi pasar minyak goreng sudah tepat untuk mengendalikan inflasi di provinsi itu.
Kepala Perwakilan BI Sumsel Hari Widodo menjelaskan minyak goreng telah menjadi komoditas penyumbang inflasi Sumsel pada Desember 2021.
“Operasi pasar murah bisa menyeimbangkan harga minyak goreng yang masih tinggi,” katanya.
Pasalnya, kata dia, dalam mengendalikan inflasi yang penting adalah keterjangkauan harga, di samping juga ketersediaan pasokan.
Namun demikian, secara umum bank sentral menilai inflasi Sumsel masih terkendali di mana sepanjang year to date 2021 sebesar 1,82% atau masih di bawah inflasi nasional dan inflasi se-Pulau Sumatra.