Bisnis.com, BANDA ACEH – Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Aceh 2019 yang berjumlah Rp17,1 triliun masih di bawah 50% dari rencana.
Hingga 26 Agustus 2019, realisasi keuangan APBD Aceh masih 36,3%, sedangkan realisasi fisik masih 42%. Pemerintah Aceh menargetkan realisasi keuangan APBD bulan ini mencapai 45%.
Sekretaris Daerah Aceh Taqwallah mengatakan pihaknya sudah membuat rapat pimpinan untuk membahas penyerapan APBD Aceh bulan ini. Menurutnya, rendahnya penyerapan APBD Aceh 2019 berkaitan dengan masih adanya beberapa kegiatan hibah yang belum selesai dikerjakan.
"Kami sedang mencari solusi bagaimana kedepan penyerapan anggaran kita bisa terserap maksimal. Terhadap 29 SKPA [Satuan Kerja Pemerintah Aceh] yang merah sedang kita panggil satu per satu," ujar Taqwallah di Pendopo Gubernur Aceh, Selasa (27/8/2019).
Dia mengutarakan masyarakat Aceh bisa memantau dan melihat informasi realisasi dana APBD Aceh 2019 melalui website P2K APBA Aceh.
Saat ini, terdapat 29 SKPA yang memiliki rapor merah terkait realisasi APBD Aceh 2019. Ke-29 SKPA ini belum melakukan tandatangan kontrak pada 428 paket tender di berbagai sektor, di antaranya Dinas Perkim Aceh 127 paket, Disbudpar Aceh 15 paket, Dishub Aceh 19 paket, PUPR 14 paket, dan Dinas Kesehatan Aceh 14 paket.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan pengadaan barang dan jasa di Indonesia cukup memprihatinkan karena kerap tidak tepat atau kualitasnya tidak baik. Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam memantau proses pengadaan barang dan jasa sangat diperlukan untuk mendapatkan proses dan hasil yang berkualitas.
"Harapan kita, pengadaan itu selain mengedepankan persaingan sehat juga lebih mengutamakan pertumbuhan dalam negeri. Kesadaran memperbaiki pengadaan barang dan jasa itu bukan hanya ditingkatkan di pemerintahan, tapi juga kesadaran itu harus terjadi di dunia usaha," ujarnya di Banda Aceh.
Menurutnya, pengadaan barang dan jasa yang memprihatinkan tidak hanya terjadi di Aceh, namun juga di daerah lain di Indonesia. Dalam banyak kasus, kerugian yang ditimbulkan dari pengadaan barang dan jasa yang tidak baik bukan hanya pada materi yang dikorupsi, tapi juga kualitas.
"Khusus untuk pengadaan, itu memang jadi salah satu program kita untuk terus mendorong perbaikan, seperti pengelolaan katalog," demikian Agus Rahardjo.