Bisnis.com, PEKANBARU -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberi batas waktu yakni sampai 24 April 2019, kepada PT Merbau Pelalawan Lestari yang telah divonis membayar ganti rugi senilai Rp16,2 triliun pada 2016, agar segera menyerahkan surat penangguhan perusahaan terkait eksekusi aset.
Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan bila sampai batas waktu tersebut pihaknya tidak menerima surat penangguhan dari perusahaan, akan dilakukan eksekusi paksa atas aset MPL.
"Kami sedang menunggu proposal penangguhan eksekusi dari perusahaan, prosesnya memang sedikit lambat karena nilainya terbesar yang pernah ditangani KLHK," katanya di Pekanbaru, Senin (22/4/2019).
Dia menjelaskan PN Pekanbaru sebagai pihak yang menjalankan eksekusi atas kasus perdata perusakan lingkungan hidup ini, sudah dua kali mengirimkan surat peringatan kepada MPL. KLHK juga telah menyiapkan tim appraisal atau penaksir nilai aset perusahaan, kemudian dijual untuk membayarkan vonis ganti rugi.
Secara nasional saat ini KLHK sedang menangani 21 kasus kebakaran lahan dan hutan serta perusakan lingkungan. Sebanyak 10 kasus telah digugat ke pengadilan, yang tiga diantaranya berada di Provinsi Riau yaitu PT MPL, PT NSP, dan PT JJP.
Untuk Riau menurut Rasio, tercatat ada 48 kasus hukum terkait karhutla dari total 600 lebih kasus karhutla di Indonesia. Pihaknya terus melakukan upaya penegakan hukum atas kasus karhutla yang terjadi di berbagai daerah.
"Untuk kasus karhutla 2019 ini, kami sudah memeriksa dan menurunkan tim pengawas ke enam perusahaan yang diduga lahannya terbakar sejak awal tahun sampai sekarang," katanya.
Dari hasil pemeriksaan itu, akan dilakukan kajian lebih lanjut apakah pemerintah atau KLHK akan memberikan sanksi mulai dari administratif, gugatan perdata atau pidana, sesuai hasil temuan dan bukti-bukti di lapangan.
Adapun vonis kasus gugatan perdata KLHK 2016 lalu kepada PT MPL, yaitu perusahaan diwajibkan membayar ganti rugi senilai Rp16,2 triliun dengan rincian ganti rugi Rp12,16 triliun atas akibat perusakan lingkungan hidup di dalam area izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman (IUPHHKHT) seluas 5.590 hektare.
Serta ganti rugi senilai Rp4,07 triliun untuk kerusakan lingkungan di lahan 1.873 hektare di luar IUPHHKHT. Proses perusakan berupa pembalakan hutan ini dilakukan sepanjang 2004-2006 lalu di wilayah Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.